Terdakwa kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Kukuh Kertasafari berharap hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta yang memeriksa proses banding dapat segera menghentikan penderitaan dirinya dan keluarga sebagai korban proses hukum yang keliru.
"Saya sangat yakin, penetapan saya sebagai tersangka adalah kekeliruan. Saya korban proses hukum yang salah. Oleh karena itu, saya berharap hakim segera hentikan kasus ini," pintanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/3).
Proses peradilan dirasa Kukuh sangat janggal. Pasalnya, setelah ditetapkan jadi tersangka, jaksa tidak tahu bahwa Kukuh adalah team leader produksi migas dan bukan untuk proyek bioremediasi. Lebih lanjut, Kukuh bercerita mengenai kejadian pada 16 Maret 2012 lalu. Saat itu, kata dia, seorang teman di kantor melihat namanya terpampang di internet sebagai tersangka.
Setelah melihat sendiri berita tersebut, ia kaget dan segera meyakinkan istrinya bahwa ia sama sekali tidak memiliki sangkut paut dengan proyek tersebut.
"Waktu itu benar-benar saat yang sulit bagi kami. Anak-anak begitu terpukul hingga prestasi mereka di sekolah juga sempat terganggu. Mereka sempat malu," kenang Kukuh.
Ia mengaku khawatir dengan kondisi kelima anaknya di sekolah setelah berita mengenai dirinya beredar. Tak ingin anak-anaknya mengalami kesusahan akibat tuduhan palsu yang dijatuhkan kepadanya, ia pun memutuskan untuk tak berdiam diri.
"Secara khusus saya datangi sekolah mereka satu per satu untuk menjelaskan permasalahan ini kepada guru dan kepala sekolah masing-masing. Alhamdulillah, hasil kunjungan saya cukup baik, dan anak-anak saya yang sempat down bisa kembali berprestasi di akhir semester,†tambahnya.
Ia juga bersyukur karena dukungan yang diberikan oleh teman-teman terdekatnya seolah tak pernah habis.
“Saya sungguh terharu. Penahanan saya tidak membuat teman-teman kehilangan kepercayaan kepada saya, tetapi mereka justru memberikan segala dukungan terbaik yang mereka punya.
"Teman-teman di Chevron Sumatera bahkan sempat mengumpulkan petisi yang dikirimkan kepada Presiden sebagai aksi protes. Tak hanya itu, mereka jugalah yang kemudian menjaga keluarga saya selama saya tidak ada,†kenangnya dengan senyum.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa perusahaan telah melakukan proses audit internal. Menurut dia hasil audit itu telah semakin menguatkan keyakinan bahwa ia tidak melanggar apapun.
"Saya yakin, pada akhirnya kebenaran tidak akan terkalahkan," pungkasnya.
Juli 2013 lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Kukuh Kertasafari dan diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan penjara.
Dalam amar putusannya, hakim memutuskan Kukuh terbukti melakukan perbuatan sebagaimana diatur Pasal 3 UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor
.[wid]