Berita

Partai Demokrat harus Membubarkan Diri atau Rakyat Jangan Memilih

JUMAT, 07 MARET 2014 | 09:44 WIB | LAPORAN:

Partai Demokrat dan Presiden SBY  harus bertanggung jawab secara moral dan hukum atas kasus korupsi baik dalam proyek Hambalang maupun proyek lainnya yang melibatkan sejumlah kader dan pimpinan partai tersebut.

Karena sejumlah fakta hukum telah terungkap, baik dalam persidangan Pengadilan Tipikor atas nama terdakwa Dedy Kusdinar, Nazarudin dan Anggelina Sondaqh maupun dalam pemeriksaan terhadap  beberapa tersangka antara lain; Teuku Bagus Muhammad Noor, Mahfud Suroso, Anas Urbaningrum, Andi Mlaranggeng .

Demikian disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus, menanggapi soalnya pelaku korupsi yang melibatkan kader Demokrat dari puncuk pimpinannya Anas Ubaningrum.


"Bahwa korupsi dalam proyek Pembangunan Gedung Olahraga Hambalang memiliki korelasi dengan sejumlah kader dan pimpinan PD dan terkait dengan pembiayaan pemenangan Ketua Umum PD dalam kongres PD beberapa waktu yang lalu," jelas Petrus kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (7/3).

Lanjutnya, slogan katakan tidak pada korupsi tetapi ternyata dibalik pernyatan anti korupsi dan berantas korupsi yang disampaikan dalam pidato resmi dan iklan di media massa tentang sikap antikorupsi, ternyata sesungguhnya sejumlah kader dan pimpinan PD sedang melakukan korupsi bahkan membayar iklan anti korupsi itupun mungkin saja dibiayai dari uang korupsi Hambalang dan proyek lainnya.

Karena itu secara moral PD harus dinyatakan tidak layak melanjutkan perjuangan mengatasnamakan perbaikan kesejahteraan rakyat, perbaikan kedilan sosial dan lain-lain. Namun kenyatannya yang diperjuangkan adalah kesejahteraan elit-elit PD dan keadilan sosial untuk elit-elit PD bahkan untuk menghidupi PD terutama untuk kongres partaipun biayanya diperoleh melalui uang suap  dari Perusahaan Negara bahkan dari APBN.

"Karenanya secara moral PD sudah harus membubarkan diri tanpa melalui upaya pembubaran di Mahkamah Konstitusi/MK," ujarnya.

Namun demikian sambung tokoh NTT itu, apabila PD tidak mau membubarkan diri secara sukarela dan pemerintah juga tidak mengajukan permohonan pembubaran PD melalui MK, maka hanya terdapat dua cara; yaitu rakyat tidak memilih PD dalam pemilu legislatif dan pilpres atau jika tetap dipilih rakyat juga maka Presiden RI hasil pemilu 2014 harus mengagendakan tugas utama pada  pemerintahan yang akan datang adalah mengajukan permohonan pembubaran PD ke MK, karena sebagai partai pemenang pemilu 2009, kader-kader dan elit-elit PD lebih fokus pada kegiatan yang bersifat koruptif ketimbang usaha untuk mensejahterakan rakyat.

Selain daripada itu perlu dilakukan amandemen terhadap UU MK dan UU Parpol khususnya legal standing untuk menjadi pemohon tidak hanya diberikan kepada pemerintah melainkan kepada setiap subyek hukum yang memenuhi syarat boleh mengajukan gugatan pembubaran Parpol ke MK, termasuk Parpol sendiri boleh mengajukan permohonan pembubaran Parpol.

Kekuasaan partai politik yang berlebihan yang diberikan oleh UU, jelasnya, telah membuat pimpinan dan kader parpol menjdi terlena bahkan tidak segan-segn menyalahgunakan kewenangannya termasuk dengan bangga melakukan korupsi dan menipu rakyat.

Karena itu, saatnya pembentuk UU memangkas hegemoni politik parpol dan kembalikan kedaulatan rakyat kepada rakyat secara proporsional dengan memberi hak secara luas kepada rakyat untuk kapan saja boleh mengontrol Parpol bahkan boleh mengajukan pembubran Parpol manakala melaksanakan tugas konstitusionalnya menyimpang dri tujuan didirknnya Parpol sepertihalnya yang saat ini dialami oleh PD.

"Kalau kita melihat ke belakang, maka praktek bernegara dimasa lampau lebih mengedepankan kepentingan rakyat banyak terbukti dengan dibubarkannya partai politik yang menyimpang dari tujuang bernegara seperti Partai Masyumi, PKI dan PSI," tandasnya. [zul]

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Menhut Kebagian 688 Ribu Hektare Kawasan Hutan untuk Dipulihkan

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:14

Jet Militer Libya Jatuh di Turki, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Tewas

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:05

Profil Mayjen Primadi Saiful Sulun, Panglima Divif 2 Kostrad

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:46

Nutrisi Cegah Anemia Remaja, Gizigrow Komitmen Perkuat Edukasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:41

Banser dan Regu Pramuka Ikut Amankan Malam Natal di Katedral

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:33

Prabowo: Uang Sitaan Rp6,6 Triliun Bisa Dipakai Bangun 100 Ribu Huntap Korban Bencana

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:11

Satgas PKH Tagih Denda Rp2,34 Triliun dari 20 Perusahaan Sawit dan 1 Tambang

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:43

Daftar 13 Stafsus KSAD Usai Mutasi TNI Terbaru

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:36

Prabowo Apresiasi Kinerja Satgas PKH dan Kejaksaan Amankan Aset Negara

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:35

Jelang Malam Natal, Ruas Jalan Depan Katedral Padat

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:34

Selengkapnya