Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Antasari Azhar dengan membatalkan ketentuan Pasal 268 ayat (3) UU 8/1981 tentang Peninjauan Kembali (PK) diapresiasi kalangan pakar hukum tata negara.
Disebutkan dalam pasal 268 tersebut, permintaan PK atas suatu putusan pengadilan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
"Dengan putusan ini maka harkat kemanusiaan bagi siapapun narapidana yang ingin memperjuangkan kembali hak paling fundamentalnya baik itu kehidupan dan kebebasannya. Putusan ini akan menghidupkan kembali mimpi umat manusia akan kebebasan dan kehidupan fundamental yang telah dikurangi bahkan dicabut negara," urai pakar HTN, Irman Putrasidin melalui pesan elektroniknya, Kamis (6/3).
Lebih lanjut Irman menjelaskan, dengan putusan MK ini maka seseorang yang sudah diputus bersalah oleh pengadilan masih bisa memperjuangkan hak kebebasannya sampai kapan pun tanpa batas waktu, selama ada barang bukti baru yang menunjukkan yang bersangkutan tidak bersalah.
"Selama ini kan dalam prakteknya kalau orang sudah diputus bersalah oleh PK, padahal tidak bersalah tapi tidak bisa dibebaskan," kata Irman.
Sesuai dengan prinsip konstitusional, jelas dia lagi, ketika negara atau kekuasaaan hendak mencabut kebebasan warga negara maka negara harus dibatasi secara ketat. Dan negara tidak boleh membatasi hak warga negara yang hendak memperjuangkan kembali kebebasannya. Di situlah, kata dia menekankan, implementasi negara untuk rakyat dan bukan rakyat semata untuk negara.
"Putusan ini kembali menegaskan bahwa konstitusi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum," demikian Irman.
[wid]