Keberadaan PT Asuransi Bhakti Bhayangkara (ABB) di tempat pembuatan SIM (Satpas) seluruh Indonesia dipertanyakan. Selain kontribusinya tidak jelas, PT ABB juga dituding kurang peduli terhadap korban kecelakaan lalu lintas meskipun korban adalah peserta atau pemilik Kartu Asuransi Kecelakaan Diri Pengemudi (AKDP)yang dikeluarkan oleh PT ABB.
Hal itu berdasarkan banyak laporan dari masyarakat yang diterima Indonesia Traffic Watch (ITW). Menindaklanjuti laporan tersebut, ITW sudah melayangkan surat ke PT ABB untuk meminta penjelasan perihal sulitnya proses klaim asuransi yang diajukan korban kecelakaan.
"Kami sudah layangkan surat ke PT ABB. Sayangnya tidak mendapat respon,†kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, dalam siaran persnya (Selasa, 4/3).
Dalam catatan ITW, PT ABB yang didirikan sejak 1 Juli 1987 silam itu bukan menjadi solusi tepat mengatasi resiko korban kecelakaan. Mengingat proses pengajuan klaim oleh korban kecelakaan sangat berbelit sehingga masih jauh dari harapan masyarakat. Apalagi nomor telepon kantor PT ABB di Jalan Palatehan Nomor 5 Kebayoran Baru saat dihubungi tidak ada yang mengangkat.
Sampai saat ini keberadaan PT ABB di tempat pembuatan SIM (SATPAS) seluruh Indonesia dinilai hanya sebatas memungut premi sebesar Rp. 30.000 per SIM. Berdasarkan itu pulalah ITW mencatat jika jumlah pemilik SIM seluruh Indonesia sebanyak 20 juta orang maka PT ABB sudah menambah pundi-pundinya sebesar 600 miliar rupiah untuk periode lima tahun terakhir. Bisa dibayangkan berapa dana yang ditarik dari pemohon SIM sejak 1987.
"Sayangnya pendapatan PT ABB yang besar itu tidak diimbangi dengan respon positif terhadap para korban kecelakaan," tegasnya.
Karena itulah, ITW mendesak Kapolri Jenderal Sutarman melarang PT ABB beroperasi di tempat pembuatan SIM. Serta mengusut kerjasama antara PT ABB dengan Polri yang berlangsung hingga saat ini karena disinyalir ada “upeti†yang diterima oleh oknum-oknum petinggi Polri yang dananya berasal dari keuntungan PT ABB yang didapat dari asuransi SIM.
[zul]