RMOL. Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, aroma optimis terÂpancar dari pemerintah. Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengakui saat ini persiapan Indonesia menghadapi MEA sudah lebih dari 80 persen.
“Persiapan kita sudah di atas 80 persen, sisanya akan kita ramÂpungkan dalam waktu dekat ini,†tutur Hatta.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, jika pemerintah menganalogikan saat ini kesiapan secara umum jelang MEA sudah 80 persen dan bisa mencapai 100 persen di akhir tahun 2014, itu hal wajar sebagai wujud optiÂmisme pemerintah.
Hanya saja, harus melihat juga realita yang terjadi secara keseluÂruhan, jangan sampai membeÂrikan angin surga kepada publik yang nantinya menjadikan bumeÂrang bagi pemerintah sendiri.
“Boleh saja optimis, tapi tetap harus realistis. Kalau benar adaÂnya, tidak jadi masalah. KhaÂwatirnya ini hanya halusinasi pemerintah saja,†kata dia.
Menurut Enny, Indonesia maÂsih mengalami defisit perdaÂgangan. “MEA sudah dalam hituÂngan bulan, realitanya masih ada proteksi perdagangan kita dengan negara ASEAN lain sudah terÂseok-seok. Nah, kalau sudah dibuka bebas yang terjadi bisa lebih parah,†papar Enny.
Wakil Ketua Asosiasi PenguÂsaha Indonesia (Apindo) Anton Supit menilai kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 yang telah mencapai 80 persen adalah keliru. Pasalnya, yang terjadi di lapangan justru berbeda karena kalangan dunia usaha justru merasa tertekan dengan adanya MEA tersebut.
“Karena ada beberapa sektor yang memang kuat menghadapi pasar ASEAN, akan tetapi ada sekÂtor penting yang justru akan kalah di pasar ASEAN,†kata Anton.
Dia menjelaskan, sektor yang akan terancam adalah sektor perÂtanian. Sejauh ini Indonesia masih ketergantungan terhadap impor bahan pangan. Dengan adanya MEA maka sektor pangan Indonesia akan dibanjiri impor tidak hanya dari luar ASEAN akan tetapi dari ASEAN.
Anton juga menuding pemeÂrintah seakan tidak peduli dengan nasib dunia usaha dalam mengÂhadapi MEA. Pasalnya, dalam dua tahun ke depan seharusnya pemerintah fokus meningkatkan daya saing industri dalam negeri namun perhatian pemerintah akan terfokus pada Pemilu.
Maka dari itu, dia meminta pemerintah dan kalangan dunia usaha duduk bersama untuk memÂbeberkan kelemahan dan keungÂgulan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015.
Pengamat pertanian HS Dillon menegaskan, Indonesia belum siap menghadapi MEA 2015, khususnya di sektor pertanian. Pasalnya, sejauh ini upaya memÂperkuat petani untuk meningÂkatkan produksinya masih jauh.
Keberpihakan kepada petani, menurut Dilon, hanya kuat di pemerintan pusat dengan adanya ketentuan mengenai revitalisasi pertanian sejak tahun 2005. Namun sayangnya, untuk riilnya di lapangan masih sulit.
“Banyak bupati yang tidak mau berpihak pada petani. Mereka lebih senang kepada pengusaha atau pihak swasta karena lebih cepat untung,†jelasnya. ***