Akuisisi PT XL Axiata terhadap PT Axis Telekom Indonesia berpotensi bakal merugikan penerimaan negara sedikitnya Rp 2 triliun. Untuk itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta mengaudit.
Jumlah kerugian itu dipastikan lebih besar dari jumlah keuntungan yang diklaim Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring.
Tifatul mengatakan, rencana akuisisi XL-Axis bakal menguntungkan karena negara dapat memperoleh penerimaan dari BHP (Biaya Hak Penggunaan) frekuensi dari Axis yang tertunggak sebesar Rp 1 triliun.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan, jika frekuensi yang digunakan Axis dikembalikan dulu ke negara untuk kemudian dilakukan proses tender, justru akan lebih menguntungkan.
“Jika sebagian frekuensi eks Axis, yakni 1800 Mhz dialihkan langsung ke XL, negara justru rugi karena tidak memperoleh pendapatan maksimal,†ujarnya di Jakarta, kemarin.
Dengan tender sebagian frekuensi, Fitra mencatat, potensi penerimaan BHP frekuensi dari Axis sampai 10 tahun ke depan, yakni hingga 2023 hanya mencapai Rp 15,931 triliun. Rinciannya, berasal dari BHP frekuensi pita 2,1 GHz Rp 6,992 triliun dan BHP frekuensi pita 1800 MHz sebesar Rp 8,939 triliun.
Bila seluruh spektrum Axis ditarik dan dilakukan lelang pada 2014, maka potensi penerimaan BHP frekuensi sampai tahun 2023, yakni BHP frekuensi pita 2,1 GHz sebesar Rp 8,356 triliun dan BHP frekuensi pita 1800 MHz Rp 9,672 triliun. Jadi total pendapatan mencapai Rp 18,028 triliun.
“Kesimpulannya, jika seluruh spektrum frekuensi milik Axis tidak dilelang, pemerintah rugi hingga Rp 2 triliunâ€, ungkap Uchok.
Untuk memastikan jumlah potensi kerugian yang bakal dialami negara, pihaknya menganjurkan BPK mengaudit aksi korporasi tersebut.
“DPR bisa memanggil BPK untuk melakukan audit. Nah, selama proses audit itu proses akuisisi ini bisa status quo, sampai ada hasil yang ditetapkan. Jika terbukti merugikan negara, ini bisa jadi bahan laporan ke KPK,†kata Uchok.
Asisten Deputi Menko Perekonomian Bidang Telematika dan Utilitas Eddy Satriya menuturkan, dalam kondisi saat ini konsolidasi jumlah operator telekomunikasi memang dibutuhkan. Konsolidasi yang dimaksud, ada penyederhanaan jumlah pemain, perbaikan regulasi dan peningkatan layanan telekomunikasi.
“Akhir-akhir ini kita melihat kualitas layanan komunikasi menurun, seiring dengan bertambahnya kebutuhan spektrum karena meningkatnya jumlah pengguna. Karenanya perlu dicek lagi penggunaan frekuensi yang ada,†tuturnya.
Sebelumnya, PT XL Axiata Tbk telah sepakat untuk mengakuisisi PT Axis Telekom Indonesia (Axis) senilai 865 juta dolar AS atau sekitar Rp 10 triliun.
Kesepakatan tersebut sudah disetujui para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Rabu (5/2). ***