Mengerikan nasib Partai Demokrat sekarang. Sukses dua kali dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tampaknya tidak akan terulang dalam pemilu yang dihelat keempat kalinya di era reformasi ini.
Semua berawal dari Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, yang berkas kasus korupsinya sampai sekarang masih bertumpuk di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak penangkapannya oleh KPK di benua Amerika, pria yang besar di Siantar itu terus berkoar soal kasus-kasus korupsi lain yang melibatkan para pembesar Partai Demokrat, termasuk Anas Urbaningrum dan Edhie Baskoro Yudhoyono.
Tidak ayal lagi, kerusakan besar melanda Demokrat akibat badai korupsi. Partai yang pernah memecah rekor dunia mendongkrak elektabilitasnya tiga kali lipat dalam lima tahun, kini jadi sasaran tembak media massa dan publik. Bukan kenapa-kenapa, hal itu semata karena dialah partai berkuasa yang menguasai mayoritas parlemen dan dibina langsung oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Berkali-kali SBY mencoba menyelamatkan langsung partai yang dibangunnya sejak masih menjabat menteri di kabinet Megawati Soekarnoputri itu. SBY turun gunung, mengambil alih jabatan Ketua Umum yang ditinggalkan Anas setelah masuk penjara. Bahkan beberapa kali SBY langsung mengkritik media massa yang dianggap selalu memojokkan Demokrat.
Betul, ada data yang memaparkan bahwa 45 persen (kasus) korupsi di Indonesia itu dilakukan oleh partai-partai lain. Demokrat paling-paling hanya kecipratan beberapa persen. Sumber yang dipakai SBY menyebutkan pula soal data KPK. Data itu menempatkan Partai Demokrat di peringkat ketiga paling korup, dengan persentase 15 persen, sedangkan partai lain yang menduduk peringkat pertama terkorup disebut punya persentase 25 persen kasus.
Tiga tahun terkahir menjadi ujian yang sangat berat bagi partai yang lahir 9 September 2001 itu. Badai yang diprediksi akan cepat berlalu menjelang pemilu, ternyata masih melanda dan berputar-putar di sekitar Demokrat.
Selain Nazaruddin, sebutlah Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum yang sudah berada di balik sel tahanan karena kasus korupsi. Partai penguasa itu terus menjadi bulan-bulanan opini negatif.
Awal tahun 2013, elektabilitas Demokrat terjun bebas tinggal hanya 8 persen. Jika Demokrat terus mengalami salah urus, partai yang didirikan 99 orang itu terancam tidak bisa masuk parlemen di 2014.
Pada April 2013, Ketua Harian DPP Partai Demokrat, Syarief Hasan, yang dipakai SBY sebagai "panca indera" untuk mengurus partai di tengah banyak persoalan besar lain yang mesti ditangani SBY sebagai presiden, dengan optimis menegaskan, target pemulihan elektabilitas tahun 2013 menembus sampai 15 persen.
Politisi gaek yang juga menteri kabinet SBY itu menegaskan, elektabilitas partainya yang diprediksi jatuh dari 20 persen ke 8 persen, akan meningkat dua kali lipat ketika pemilu legislatif digelar.
Nyatanya, awal tahun ini sejumlah lembaga survei terkemuka malah menempatkan elektabilitas Demokrat makin melorot ke 4-5 persen. Mungkin saja itu adalah dampak dari perlawanan dari Anas Urbaningrum dan PPI-nya yang terus merongrong kewibawaan bekas partai mereka.
Target Partai Demokrat meraih suara hingga 15 persen atau bercokol di tiga besar dalam Pemilu 2014 mendatang, sebagaimana disampaikan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, EE Mangindaan dan Syarief Hasan, dikritik sungguh terlalu muluk.
Apalagi, di waktu yang makin dekat ke pemilu, Demokrat kembali mendapat cobaan berat ketika kasus SKK Migas terungkap dan menyeret dua politisinya, Sutan Bhatoegana dan Tri Yulianto. Keduanya bahkan sudah dicegah ke luar negeri oleh pihak imigrasi atas permintaan KPK. Dan tak ayal pula, nama Sekjen DPP, Edhie Baskoro Yudhoyono, ikut-ikutan terseret dalam pusaran kasus korupsi.
Segala jurus sudah dipakai SBY dan Demokrat. Dari Kongres Luar Biasa sampai Konvensi Capres. Tapi daya dongkrak segala muslihat seolah tenggelam oleh pemberitaan korupsi di tubuh mereka sendiri.
Badai yang menerjang Partai Demokrat belum berlalu. Pencegahan oleh KPK kepada Sutan Bhatoegana dan Tri Yulianto dalam kasus SKK Migas, memperkuat kesan bahwa janji anti-korupsi hanya akal-akalan pencitraan. Melihat situasi Demokrat yang demikian, menurut Anda mungkinkah Demokrat bercokol di tiga besar dalam hasil Pemilu Legislatif 2014? Sejak Sabtu lalu (15/2),
Rakyat Merdeka Online menawarkan pertanyaan besar di atas kepada pembaca. Dan sampai hari ini (Rabu, 19/2) animo pembaca terbaca dari hasil yang ada.
Pada saat berita ini dilaporkan, mayoritas pemilih (61,4 persen) menjawab, impian Demokrat bercokol di tiga besar SANGAT TIDAK MUNGKIN terwujud. Sebanyak 26,3 persen menjawab TIDAK MUNGKIN.
Kemudian, 10,5 persen menjawab MUNGKIN saja Demokrat menduduki tiga besar. Dan yang menjawab mungkin hanya 1,8 persen.
Kami mengajak partisipasi pembaca yang belum menentukan pilihan untuk ikut serta dalam poling yang kami sajikan. Perlu kami sampaikan, apapun hasilnya nanti, poling ini tidak memenuhi kaidah akademis sehingga tidak mencerminkan sikap rakyat Indonesia secara umum.
[ald]