Berita

net

Bisnis

Pemerintah Harus Tegas Sikapi Dampak Sistemik Peraturan Kemasan Polos

RABU, 12 FEBRUARI 2014 | 15:29 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Jutaan petani tembakau dan cengkeh menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terkait peraturan kemasan polos pada produk tembakau yang diusung oleh pemerintah Selandia Baru.
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) melihat secara jelas dampak sistemik yang ditimbulkan oleh peraturan kemasan polos yang berawal dari Australia.

"Peraturan kemasan polos merupakan ancaman nyata terhadap industri tembakau nasional," ujar Ketua Umum AMTI Soedaryanto dalam keterangan yang diterima wartawan, Rabu (12/2).  

Keputusan Pemerintah Selandia Baru tersebut dapat membahayakan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Selandia Baru.

Keputusan Pemerintah Selandia Baru tersebut dapat membahayakan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Selandia Baru.

Sebagaimana diketahui, Selandia Baru mengikuti jejak Australia yang merupakan satu-satunya negara di dunia yang telah menerapkan peraturan kemasan polos.

Menurut Soedaryanto, hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat sektor tembakau di Indonesia dan keseluruhan rantai produksinya menopang lebih dari 6 juta orang. Termasuk 3,5 juta petani tembakau dan cengkeh yang tergabung dalam AMTI.

Menurutnya, AMTI melihat secara jelas dampak sistemik yang ditimbulkan oleh peraturan kemasan polos yang berawal dari Australia.

Ia menambahkan, di masa mendatang tidak menutup kemungkinan peraturan yang sangat ekstrim tersebut diterapkan di negara-negara tujuan ekspor rokok kretek yang diproduksi di Indonesia.

"Apabila kita tidak waspada, peraturan tersebut bahkan dapat dipaksakan untuk diterapkan di Indonesia seperti yang telah dicanangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan,” ujarnya.

Karenanya, AMTI sangat menyayangkan keputusan Pemerintah Selandia Baru untuk melanjutkan proses legislasi kemasan polos tanpa menunggu keputusan WTO terhadap kasus kemasan polos Australia yang sedang berjalan.

Soedaryanto kembali menjelaskan bahwa perkembangan di Selandia Baru akan menciptakan suatu preseden yang tidak produktif dan bahkan cenderung destruktif.

“Setelah kemenangan Indonesia di WTO terkait kasus pelarangan rokok kretek di Amerika Serikat, kami merasa sangat bangga dengan tindakan tegas Pemerintah Indonesia untuk membawa kasus kemasan polos Australia ke tingkat WTO," katanya.

Menurutnya, hal ini merupakan sinyal yang sangat kuat bagi negara-negara lain untuk tidak menutup mata terhadap kepentingan Indonesia.

"Kami meminta Pemerintah Indonesia untuk terus berperan aktif dalam melindungi industri tembakau dalam negeri, yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai salah satu industri prioritas nasional," ujarnya.

AMTI akan terus mengingatkan Pemerintah bahwa sektor pertembakauan dalam negeri merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian Indonesia.

"Tidak hanya dalam bidang penerimaan cukai dan penyerapan tenaga kerja namun juga dalam bidang ekspor ke mancanegara,” tutup Soedaryanto.

Seperti diketahui, peraturan kemasan polos mengatur secara rinci penampilan kemasan untuk produk tembakau, dari segi ukuran, bentuk, fitur fisik dan warna. Para produsen produk tembakau tidak diperbolehkan untuk menampilkan merek, logo, symbol, maupun fitur desain lainnya pada kemasan, termasuk merek dagang.

Satu-satunya pengecualian adalah untuk penulisan nama merek dan varian, meskipun harus disajikan dalam bentuk khusus yang seragam untuk ukuran tulisan, warna tulisan, dan tempat pencantuman. Persyaratan yang sama berlaku untuk seluruh produk tembakau, yaitu rokok, cerutu, cigarillos, beedies, dan produk tembakau lainnya. Dampak dari peraturan tersebut disinyalir akan menghilangkan daya saing dan mematikan ekspor produk tembakau Indonesia yang tiap tahun terus mengalami pertumbuhan.

Di sisi lain, Australia saat ini sedang menghadapi tuntutan hukum terkait peraturan kemasan polos di tingkat arbitrasi WTO. Tuntutan tersebut diajukan oleh Indonesia dan empat negara lainnya, yaitu Ukraina, Honduras, Republik Dominika, dan Kuba.[dem]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya