Berita

Politik

POLING

Lagi-lagi Mega Dikalahkan Angka

KAMIS, 06 FEBRUARI 2014 | 11:52 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Semua sepakat dengan analisa yang menyatakan PDI Perjuangan (PDIP) di bawah komando Megawati Soekarnoputri menjadi pemegang kartu truf politik untuk peta politik 2014.

Elite-elite parpol peserta pemilu mulai melakukan pendekatan intensif ke jajaran petinggi PDIP agar menyampaikan pesan kepada Mbak Mega. Isi pesannya jelas, partai mereka siap berkoalisi dengan PDIP dan menjadi pendukung bila PDIP nantinya memerintah.

Partai Demokrat yang masih berkuasa, namun di ujung tanduk, pun gencar ingin mendekati Mega untuk menyampaikan keinginan "berdamai" dalam koalisi. Bakal Capres Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, bahkan mengaku berhasrat untuk menjalin komunikasi personal dengan "kepala banteng". Tapi, kabar yang berhembus menyebutkan Mega belum berkenan untuk menyambut kehadiran adik ipar dari Presiden SBY yang notabene ketua umum Partai Demokrat itu. 


Mega adalah sosok penentu capres-cawapres PDIP, dan sangat penting bagi besar kecilnya partai berbasis nasionalis itu. Tetapi, apa yang kini melanda Mega adalah ironi politik.

Putri Bung Karno yang membesarkan dan memperjuangkan sikap konsisten partai sebagai oposisi dalam 10 tahun terakhir ini malah ditempatkan di kelas bawah dalam berbagai survei politik untuk Pilpres 2014. Ia disingkirkan si "orang baru" Joko Widodo.

Mega yang biasanya mahal omongan kelihatan resah dengan fakta versi berbagai lembaga survei itu. Berkali-kali Mega menegaskan, hitung-hitungan politiknya tidak cuma dilandasi oleh hasil survei yang ia yakini tidak murni ilmiah. Mega sendiri menyatakan kepada Jokowi bahwa menjadi pemimpin dari bangsa sebesar Indonesia tidak cukup ditopang oleh angka survei. Pemimpin NKRI adalah orang yang sudah ditempa manis getirnya berorganisasi, memimpin massa rakyat dan paham luar dalam jiwanya bangsa Indonesia.

Sebagian orang malah percaya bahwa PDIP sedang di ambang perpecahan. Melambungnya nama Jokowi di kancah nasional membuat para loyalis Mega berang, apalagi nama Jokowi hanya ditopang oleh kemenangan di Pilgub DKI dan survei yang sarat pencitraan.

Ada yang bilang, kalau Jokowi mau, dia biasa saja keluar dari PDIP dan membuat partai sendiri maka partainya akan ikut melambung bersama dirinya.

Prestasi nasional Jokowi belum ada, beda dengan Mega yang pernah menjadi presiden perempuan pertama dan berjasa menelurkan Pemilu langsung perdana di Tanah Air pada 2004.

Para pengikut setia Mega menegaskan, elektabilitas PDIP yang kini di puncak itu bukanlah hasil keringat Jokowi yang diagung-agungkan para elite dan lembaga survei. Politisi PDIP, Sukur Nababan, dalam suatu perbincangan pernah melontarkan "PDIP besar hanya karena Bu Mega, bukan orang lain!" Kalkulasi politik Mega, ideologi yang dipegang teguh, dan prinsip untuk tidak menerima tawaran-tawaran menggiurkan dari penguasa untuk mencicipi kue kekuasaan. Itulah yang membuat PDIP makin dicintai pengikutnya sampai basis pemilih pemula.

PDI Perjuangan merupakan partai yang menerima warisan dari ajaran dan ideologinya Bung Karno. Dan Mega merupakan sosok yang belum bisa tergantikan di internal, termasuk oleh Jokowi sekalipun. Tidak bisa dibantah bahwa pemimpin muda yang lahir dari rahim PDI Perjuangan adalah buah dari konsistensi Mega dalam memimpin partai, juga gemblengannya yang keras.

"Karena sikap politik Bu Mega maka lahirlah pemimpin muda yang cerah seperti Jokowi, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Cornelis," demikian salah seorang pengurus akar rumput PDIP di Jakarta pernah berkata.

Kalau berkaca pada angka-angka survei, tentu saja Mega riskan dipertimbangkan karena angka elektabilitasnya yang sangat rendah dibandingkan tokoh-tokoh lain, terutama jika dibandingkan dengan kadernya sendiri, Jokowi. Tetapi tak terbantahkan bahwa Mega masih memiliki volume pendukung fanatik yang luar biasa. Mega dianggap sebagai ibu dari kaum nasionalis Indonesia, aset dari ideologi Soekarnois.

Anomali politik terjadi. Semua fakta kebesaran Mega itu, walau dua kali pernah KO dalam Pilpres, tetap tak terelakkan. Namun angka survei dan poling bicara lain. Poling Rakyat Merdeka Online, "Masih layakkah Mega menjadi capres PDIP?",  yang dibuka sejak Desember lalu dan ditutup hari ini, memperkuat fakta lagi-lagi Mega dikalahkan angka.

Mereka yang menilai Mega tetap layak menjadi capres hanya 16,3 persen. Pembaca yang bersuara "tidak layak" menyentuh angka 80,9 persen. Sedangkan pembaca yang menjawab "ragu-ragu" 2,8 persen.

Perlu redaksi ingatkan, poling ini tidak memenuhi kaidah akademis sehingga tidak mencerminkan sikap rakyat Indonesia secara umum. Biar begitu, kiranya hasil poling ini bisa menjadi tambahan pertimbangan bagi para pemegang otoritas politik untuk memperbaiki wajah perpolitikan nasional dan mengantar nasib bangsa ke arah yang lebih baik lagi. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya