Berita

Rizal Ramli/net

Jalankan UU Minerba, Jangan Biarkan Pemerintah Bermain-main

SELASA, 04 FEBRUARI 2014 | 11:16 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menolak setiap upaya, baik berupa lobi maupun tekanan, dari para elit untuk merenegosiasi guna menunda pelaksanaan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Ancaman perusahaan besar yang akan menutup operasinya di Indonesia jika dipaksa membangun smelter adalah bluffing alias gertak sambal belaka.

Demikian disampaikan Ketua Umum Kadin, Rizal Ramli, di kantornya, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Indonesia, pagi ini, Selasa (4/2).

“Saya tahu ada pihak-pihak tertentu yang berupaya melobi dan menekan pemerintah agar pelaksanaan UU Minerba ditunda lagi. Mereka yang menolak ini adalah para elit, yang baik langsung maupun tidak langsung, berkepentingan dengan perusahaan-perusahaan besar yang ingin menunda pembangunan smelter. Kadin mendesak pemerintah harus berani menolak dengan tegas segala bentuk tekanan dan lobi itu,” tegas Rizal, yang juga ekonom senior ini.


Menurut penasehat Perserikatan Bangsa Bangsa bersama sejumlah ekonom dan tiga pemenang nobel ini, UU Minerba yang antara lain mengharuskan pembangunan smelter (pemurnian) itu sangat bermanfaat. Pasalnya, smelter akan member nilai tambah dan keuntungan jangka panjang bagi Indonesia. Selain itu, juga membuka lapangan kerja baru yang cukup signifikan.

"Itulah sebabnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda pemberlakuannya, apalagi UU sudah memberi jangka waktu selama empat tahun sejak diundangkan," sambungnya.

Peserta Konvensi Rakyat Capres 2014 yang belakangan akrab disapa RR1 tersebut menyatakan, kewajiban membangun smelter mutlak berlaku bagi perusahaan tambang besar, seperti Freeport, Newmont, dan lainnya. Sedangkan bagi perusahaan tambang kecil dan menengah, mendapat pengecualian.

“Kadin mengajak semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan UU Minerba sesuai jadwal yang telah berlaku. Jangan biarkan pemerintah bermain-main dengan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan mereka sendiri yang justru merugikan bangsa dan rakyat Indonesia,” tukas Rizal Ramli.

UU 4/2009 tentang Minerba berlaku efektif pada 12 Januari 2014. UU tersebut mengharuskan perusahaan mengolah dan memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri. Artinya, mereka tidak boleh lagi melakukan ekspor bahan mentah lagi seperti selama puluhan tahun ini.

Namun, sejumlah perusahaan meminta pemerintah menunda kewajiban pengolahan dan pemurnian hingga beberapa tahun ke depan. Padahal, perusahaan tambang tersebut sudah diberikan waktu sejak 2009 untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Tapi hingga kini, smelter belum juga berdiri.

Desakan Kadin itu disampaikan sehubungan pemerintah sebagai eksekutor regulasi justru terlihat gamang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan meminta pakar hukum Yusril Ihza Mahendra untuk mengkaji UU Minerba tersebut.  

“Presiden meminta saya untuk melakukan kajian guna mencari celah, mudah-mudahan bisa diatasi. Artinya, bagaimana sedikit bisa melunakkan atau melonggarkan aturan itu, sehingga tidak terjadi kerugian yang lebih besar bagi negara kita, baik dari segi pemasukan negara dan juga perusahaan-perusahaan itu," kata Yusril usai diterima Presiden, pertengahan Januari silam.

Sebelumnya tersiar kabar keraguan pemerintah dalam menerapkan UU Minerba karena adanya tekanan dari perusahaan-perusahan besar seperti Freeport dan Newmont. Pasalnya, kedua perusahaan raksasa tersebut punya keterikatan kontrak penjualan dalam jangka panjang terhadap klien-klien mereka di luar negeri.

“Ancaman perusahaan-perusahaan besar, bahwa mereka akan menutup operasinya kalau dipaksa membangun smelter adalah bluffing belaka. Saya yakin mereka tidak akan berani melakukannya. Sebab, mereka akan menderita rugi jauh lebih besar kalau benar-benar menutup operasinya. Pemerintah yang cerdas tidak akan gentar dengan gertak sambal seperti itu,” demikian Rizal Ramli.  [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya