Berita

ilustrasi/net

DINAMIKA POLITIK PDIP

Dari Pilkada ke Pilpres; Sambung Menyambung Menjadi Saling Tanduk

SABTU, 11 JANUARI 2014 | 10:58 WIB | OLEH: YAYAN SOPYANI AL HADI

. Dinamika politik di PDI Perjuangan semakin menarik saja. Adu tanduk antar-kader kian seru seiring dengan wacana pencapresan. Apalagi, waktu terus berjalan, dan Pemilu semakin dekat. Karena roda zaman tak mungkin ditarik ke belakang, saling berburu kesempatan pun kian terlihat adu kencang. Perlu dicatat, politik adalah soal momentum.

Mulanya, ada dua kubu yang berbeda sikap soal pencapresan ini. Satu kubu tetap menghendaki agar Megawati yang maju. Mereka beralasan, Megawati masih layak menjadi capres, dan sangat penting untuk menjaga soliditas partai. Di saat yang sama mereka juga berdalih, Jokowi bukanlah kader inti partai, dan soliditas PDI Perjuangan bisa rusak bila pencapresan diserahkan kepada mantan Walikota Solo itu.

Terhadap kubu ini, ada juga yang memandang lain. Mereka dinilai mau menjebak Megawati saja dengan harapan PDI Perjuangan tetap kalah. Mereka mau PDI Perjuangan tetap kalah dengan dua dasar utama.


Dasar pertama, bila pun Jokowi menjadi presiden, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa sebab Jokowi dinilai pemimpin profesional dan meritokaritk yang akan menyerahkan jabatan bukan semata-mata karena kedekatan. Padahal bila PDI Perjuangan bisa berkuasa, pos-pos proyek bisa mereka kuasai.

Dasar kedua, kubu pertama ini dinilai lebih menikmati peran sebagai oposisi. Sehingga, dengan leluasa, yang kadang-kadang sering menjual nama besar Megawati, bisa menekan sana-sini demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Daya tekan sebagai oposan akan lebih kuat bila dibandingkan dengan penguasa yang tak menjabat apa-apa.

Ini satu kubu. Kubu Kedua, adalah kelompok yang berharap Megawati, yang punya otoritas menentukan capres sebagaimana amanat Kongres, menunjuk Jokowi saja. Mereka berharap, dengan mengajukan Jokowi sebagai calon presiden, maka PDI Perjuangan akan berkuasa dan bisa menjalankan ideologi yang selama ini diperjuangkan. Jokowi capres, dan apalagi bila diumumkan sebelum Pemilu, suara PDI Perjuangan akan melambung hingga mencapai 37 persen sebagaimana terekam dari hampir semua survei; jauh melebihi target perolehan 27,2 persen sebagaimana direncanakan.

Kubu kedua ini juga tebelah lagi. Ada yang menghendaki cawapres Jokowi itu berasal dari kader internal, ada juga yang mau menggunakan skenario ketiga dengan menduetkan Jokowi dengan kader luar.

Pihak yang menghendaki Jokowi berpasangan dengan kader internal, berharap pemerintahan tidak terlalu gemuk dan lambat sebagaimana Setgab Koalisi Pemerintahan SBY-Boediono. Belum lagi bila utusan koalisi dari partai lain itu menjadi duri dalam pemerintahan Jokowi mendatang.

Sementara pihak yang menghendaki agar Jokowi dipasangkan dengan kader luar, menghendaki agar pemerintahan Jokowi mendatang bisa stabil. Kelompok ini pun dikenal memiliki jejaring yang sangat kuat dengan elit-elit di partai lain.

Sebagaimana kubu kedua yang terbelah, ternyata belakangan kubu pertama juga terbelah, dan mulai mengikuti arus yang berkembang. Di pihak mereka, ada yang tetap mendorong Megawati terus maju. Mereka terus berupaya keras, hingga Megawati menyampaikan keputusan.

Namun ada juga orang-orang yang mulai balik badan. Mereka mulai mendukung Jokowi sebagai capres juga sebagaimana kelompok kedua. Ibarat air yang mengalir di antara semak belukar, mereka pun mulai masuk di antara celah keterbelahan di kelompok kedua ini, terutama yang menghendaki cawapres berasal dari kalangan dalam. Dengan kata lain, mereka mulai mendukung Jokowi sebagai capres, dengan kemudian diikuti manuver mendukung bagian dari kelompoknya untuk menjadi cawapres Jokowi. Gerakan ini belakangan terlihat sedikit terburu-buru, hingga mudah dibaca.

Melihat kondisi ini, peta politik di PDI Perjuangan semakin rumit. Menariknya, persaingan di dalam ini berjalan soft, dan tidak terlalu muncul ke permukaan. Mungkin ini juga karena PDI Perjuangan sudah berusia 41 tahun, dan berbeda dengan partai lain yang baru muncul, sehingga persaingan dan saling tikam pun menjadi tontotan publik.

****

Faksionalisasi di tubuh PDI Perjuangan muncul jauh sebelum kehadiran Jokowi. saat itu dikenal sebagai kubu Taufiq Kiemas dan Kubu Megawati. Kedua pengikut kubu ini terus saling mengambil jarak, meski berjalan sangat smooth.

Dalam hal kabinet misalnya, Taufiq disebut-sebut sebagai pihak yang selalu mau merapat pada SBY.  Saat menyusun kabinet dan juga reshuffle kabinet, sempat beredar kabar bahwa PDI Perjuangan, yang maksudnya adalah kubu Taufiq, akan masuk kabinet. Nama Puan Maharani pun menjadi salah satu kader PDI Perjuangan yang mau dimasukkan ke dalam kabinet. Puan adalah puteri Taufiq.

Selain soal kabinet, Taufiq juga berbeda sikap dengan kader PDI Perjuangan yang selama ini dinilai loyal dan menjadi penyambung lidah Megawati di Senayan. Sebut saja soal kasus Century. Saat hampir seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan mengajukan hak angket Century, dengan alasan karena posisi sudah di MPR, Taufiq bukan termasuk yang menandatangani angket tersebut. Bahkan dia mengusulkan, agar sebelum angket bergulir, lebih baik semua pihak menunggu hasil laporan Badan Pemerika Keuangan (BPK).

Begitu juga soal bahan bakar minyak (BBM). Sikap Taufiq Kiemas tidak segalak kader Banteng Moncong Putih lainnya. Taufiq hanya memastikan bahwa menaikkan harga BBM atau tidak, keduanya sangat beresiko. Sikap ambigu Taufiq ini, sekali lagi dengan menggunakan alasan sebagai pimpinan MPR.

Dalam hal Pilkada DKI Jakarta, ketika nama Jokowi mencuat untuk menjadi calon gubernur, Taufiq Kiemas langsung menolak pencalonan Jokowi. Menurut Taufiq Kiemas, Jokowi lebih baik merampungkan tugas di Solo sebagai walikota. Apalagi Jokowi juga dinilai belum menguasai kondisi Jakarta.

Langkah Taufiq Kiemas bukan sekedar menjegal Jokowi sejak awal, melainkan juga langsung mengusulkan agar PDI Perjuangan mendukung calon incumbet Fauzi Bowo. Menurut Taufiq, calon yang harus diusung oleh PDI Perjuangan adalah calon yang benar-benar menguasai persoalan di DKI Jakarta, dan itu orangnya adalah Fauzi Bowo.

Saat itu (Selasa, 13/3/2012), Taufiq Kiemas mengatakan, bahwa posisi PDI Perjuangan lebih baik mengusulkan Cawagub, apalagi kursi PDI Perjuangan di DPRD DKI cuma 11 kursi.

Siapa Cawagub tersebut? Ketika itu Taufiq berkilah bahwa Cawagub dari PDI Perjuangan sangat banyak, dan dia segan bila diungkap ke publik sebab bisa ditegur oleh Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Politik, Puan Maharani. Nampaknya, ini hanya sekedar ungkapan basa-basi dari Taufiq, sebab sejatinya Puan, selain anaknya, juga merupakan kader politiknya sekaligus.

Terbukti, besoknya (Rabu, 14/3/2012), Taufiq mulai blak-blakan. Dia mengajukan nama anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Adang Ruchiatna, sebagai sosok yang pantas untuk mendampingi Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo. Selain mengaku sudah berkomunikasi dengan Foke, Taufik memastikan bahwa Adang adalah orang handal, sudah lama menjadi warga Jakarta, dan seorang perwira TNI yang bisa melengkapi posisi Foke yang mewakili unsur sipil.

Gayung bersambut di sisi Foke yang merupakan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Tiga hari setelah Taufiq Kiemas mengumumkan pasangan Foke-Adang (Sabtu, 17/3/2012), Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga langsung mengumumkan bahwa Demokrat akan mengusung Foke-Adang. Anas, yang sebelumnya mengusung dan mengusulkan nama Nahchrowi Ramli, juga memastikan bahwa duet Foke-Adang, sudah direstui oleh Ketua Dewan Pembina yang sekaligus Ketua Majelis Tinggi Demokrat, yaitu SBY.

Sulit ditutupi ada komunikasi politik antara Taufiq dan SBY dalam Pilkada ini. Komunikasi yang akhirnya buyar karena PDI Perjuangan ujungnya mengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama.

Hal yang menarik, saat pelaksaan pemilihan Gubernur DKI Jakarta putaran pertama (Rabu, 11/7/201), Taufiq Kiemas memakai baju berwarna biru, dan bukan kotak-kotak sebagaimana dilakukan oleh Megawati dan semua kader PDI Perjuangan. Meski cuma pakaian, dalam hal politik, kode dan simbol juga sangat penting dan membuka peluang tafsir yang sangat nyata. Maka pakaian Taufiq pun ditafsirkan sebagai dukungan tetap pada Fauzi Bowo, yang elit Demokrat itu.

Sementara puteri Taufiq, Puan Maharani, saat itu dikabarkan tidak ada di Jakarta. Puan justru memilih berlibur ke Amerika Serikat, daripada berjuang bersama memantau langsung peristiwa bersejarah itu.

****

Banyak yang percaya, faksionalisasi di tubuh PDI Perjuangan terus berlanjut sepeninggal Taufiq. Namun level faksionalisasi ini berada di tingkat elit, di bawah Megawati Soekarnoputri. Megawati sendiri lebih tampil sebagai pondasi soliditas, penjaga ideologi Bung Karno, dan mengayomi semua kader.

Dalam hal cawapres, Megawati disebut masih memantau keadaan, sambil meninjau bisikan dari kubu mana yang lebih tulus untuk kepentingan ideologi partai, juga kepentingan bangsa dan negara. Dan karena sikap kenegarawan dan netralitas Megawati inilah, maka saling tanduk antar-kader akan terus berlangsung, dengan peta politik yang kian rumit.

Kerumitan ini tidak akan berakhir dengan penentuan Jokowi sebagai capres. Saling tanduk justru akan lebih atraktif dan lebih berdarah-darah dalam hal posisi cawapres. [***]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya