Tahun depan pemerintah tidak menargetkan investasi yang besar pada sektor kehutanan. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) hanya fokus meneruskan investasi yang sudah berjalan.
“Pertumbuhan ekonomi secara umum direm, kita hanya akan menjalankan investasi yang sudah ada,†ujar Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto.
Saat ini sumber pendanaan untuk sektor kehutanan juga kering. Terbatasnya produk ekspor juga tidak bisa diandalkan untuk menambah investasi. Namun, pemerintah masih memantau perkembangan hasil dari Hutan Tanaman Industri (HTI). Secara umum investasi di semua sektor kehutanan mengalami perlambatan.
Pertumbuhan investasi yang cenderung lambat disebabkan beberapa hal. Antara lain konflik lahan yang belum selesai, terbatasnya tenaga kerja dan izin pembukaan hutan tanaman rakyat. Perlambatan ini juga melihat target pertumbuhan ekonomi skala nasional yang telah direvisi.
Pemerintah memilih mengembangkan industri berbasis kerakyatan dibanding membuka peluang investasi baru secara besar-besaran.
Nantinya, investasi padat karya seperti Hutan Tanaman Industri (HTR) dan Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang akan digenjot petumbuhannya.
Direktur Utama Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Hariyono Soeroso mengungkapkan, investasi di sektor kehutanan sebenarnya tidak selalu identik dengan modal besar. Kini masyarakat awam bisa berinvestasi mulai dengan Rp 7,5 juta.
Ia mengungkapkan, saat ini ada 1.500 investor yang sudah bergelut menekuni usaha tani jati unggul dengan pola bagi hasil. Sejak tahun 2007, ribuan orang telah berinvestasi pada 946.355 pohon tanaman Jati Utama Nasional (JUN).
Sementara, pemerintah dinilai gagal mewujudkan kedaulatan pangan. Orientasi pemerintah terhadap kebutuhan paling mendasar rakyat yakni pangan masih berkutat pada tataran ketahanan pangan bukan kedaulatan pangan.
Manajer advokasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyayangkan cara pemerintah mengatasi masalah keterbatasan pangan dengan cara mengimpor, alih-alih membangun industri pertanian yang kompetitif di dalam negri.
“Konstitusi kita jelas mengamanatkan pencapaian kedaulatan pangan. Untuk mencapai ini tidak ada pilihan lain selain membangun pertanian pangan dan petani. Situasi sekarang menunjukan pemerintah mengabaikan amanat itu†ujar Said di Jakarta, kemarin.
Dia pesimis target swasembada tahun 2014 tercapai selama tidak bisa mengeluarkan Indonesia dari jerat impor. Baginya, laju impor yang besar menempatkan negara dalam kuasa pihak lain dan mengindikasikan kegagalan menjaga kedaulatan pangan.
Hal senada diungkapkan salah satu pengajar di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanu Triwidodo. Dia menilai komitmen pemerintah belum menunjukkan keseriusan terhadap cita-cita kedaulatan pangan.
Dia mencontohkan pemerintah yang membiarkan pestisida (obat hama) yang tidak ramah lingkungan beredar di kalangan petani padi hampir di seluruh pulau Jawa.
“Hama Wereng cokelat meledak karena penggunaan pestisida, ledakan populasi merata hampir di semua Jawa, jadi bukan menanggulangi hama wereng malah menyebabkan populasinya meningkat,†jelas Hermanu. ***