Penyelenggaraan SEA Games ke-27 di Myanmar resmi ditutup Ahad malam lalu. Thailand dinobatkan sebagai juara umum dengan 107 medali emas, 94 perak, dan 81 perunggu.
Posisi runner up ditempati tuan rumah Myanmar dengan raihan 86 emas, 62 perak dan 85 perunggu. Disusul Vietnam dengan koleksi 73 emas, 86 perak dan 86 perunggu.
Sementara Indonesia kehilangan gelar juara umumnya yang diraih dua tahun silam, dan harus puas di urutan keempat dengan 65 emas, 84 perak dan 111 perunggu.
Perolehan medali kontingen Indonesia pada lomba yang berlangsung selama 11 hari tersebut, meleset sangat jauh dari target semula, yaitu 120 emas.
Atas kegagalan itu Menpora Roy Suryo mengaku siap disalahkan. Lalu siapa yang bertanggungjawab? Dan apa bentuk tanggungjawabnya?
“Jika ada yang ingin disalahkan atas gagalnya Indonesia menjadi juara SEA Games itu adalah saya selaku Menteri. Jangan salahkan pelatih atau para atlet. Mereka sudah berjuang maksimal di sana,†ujar Menpora Roy Suryo dalam konferensi persnya di Jakarta, kemarin.
Meski gagal mencapai target, Indonesia masih menjadi negara tersukses kedua dengan 10 kali gelar juara umum sejak berpartisipasi pada tahun 1977. Namun demikian, sepanjang keikutsertaan dalam lomba bertaraf Asia Tenggara tersebut, hasil SEA Games 2013 merupakan kali ketiga Indonesia gagal masuk tiga besar setelah tahun 2005 dan 2007.
Keterpurukan ini menjadi pelajaran berharga, tentu. Itu pasti. Tapi, bagaimana reaksi cepat dan tepat untuk merespon kegagalan tersebut? Ini yang menarik ditunggu.
Evaluasi yang mendalam untuk memperbaiki kinerja di semua cabang olahraga, wajib dilakukan. Misalnya, pada SEA Games kali ini cabang olahraga yang ditargetkan medali emas, ternyata gagal seperti sepak bola dan voli putra.
Selain itu, sejumlah cabang; taekwondo dan judo yang difavoritkan meraih medali, kering gelar. Sebaliknya, cabang-cabang yang tidak dibebani target meraih justru mampu menyumbang emas.
Cabang tersebut misalnya atletik 6 emas, canoeing 4 emas, sepeda 5 emas, rowing 5 emas, catur 4 emas, dan wushu 4 emas.
Namun, kata Roy, kekuatan tim negara-negara lain juga ternyata sangat baik karena mereka bertekad menggeser posisi Indonesia. Pertanyaannya? Kenapa Indonesia tidak?
Menurut Roy, semangat persaingan itu tentu saja sangat positif bagi kemajuan cabang-cabang olahraga yang dipertandingkan di SEA Games, terutama dalam menghadapi kegiatan olahraga di level lebih tinggi seperti kejuaraan di Asia, bahkan level dunia.
Meski begitu, pria asal Yogyakarta itu akan mengevaluasi semua kinerja elemen-elemen terkait demi mendapatkan prestasi terbaik di ajang Asian Games 2014, Korea Selatan.
Politisi Demokrat ini, juga tidak ingin mendengar masalah dana yang terlambat turun akibat birokrasi yang rumit dari Kementerian Keuangan, sehingga mnjadi penghambat pengadaan alat latihan dan sebagainya.
“Saya tidak mau menyalahkan orang lain. Evaluasi akan dilakukan semua elemen, KONI, KOI, Kemenpora, serta Satlak Prima. Di 2014 nanti (Asian Games), Kemenkeu juga sudah berjanji dan menjamin tak ada penundaan dana olahraga.â€
Kegagalan Indonesia mempertahankan gelar juara umum di SEA Games XXVII/2013, Naypyidaw, Myanmar mengundang kritik dari jurnalis olah raga Indonesia.
Melalui surat bertajuk “Pernyataan Keprihatinan,†seksi wartawan olah raga (SIWO) PWI Pusat menunjuk beberapa kondisi yang menjadi pangkal kegagalan Indonesia mempertahankan gelar juara umum.
Semua itu muncul karena belum jelasnya masalah pendanaan olahraga Indonesia terutama dalam persiapan menghadapi kegiatan multi event seperti SEA Games, Asian Games dan Olimpiade.
“Buruknya persiapan kontingen diperparah dengan kondisi tidak kondusif dalam pembinaan olahraga nasional terkait adanya rebutan kepentingan antarlembagaâ€. ***