Izederik Emir Moeis didakwa menerima hadiah dari konsorsium Alstom Power Inc karena memenangkan gabung perusahaan asal Prancis itu untuk tender Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan Lampung. Namun, ada sejumlah kejanggalan esensial dalam dakwaan yang disusun Komisi Pemberantasan Korupsi kepada mantan anggota Komisi XI DPR yang juga politisi PDI Perjuangan itu.
Koordinator Koalisi Pemantau Korupsi (KPK) Indonesia, Hans Suta Widhya, mengungkap kejanggalan pertama, perkara Emir disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta padahal saksi pelapor yang diduga melakukan suap adalah warga negara AS dan melaporkan perkaranya di AS.
"Bukankah lebih tepat Emir disidang di AS?" kata Hans kepada Rakyat Merdeka Online (Rabu, 4/12).
Kejanggalan kedua, kata Hans, Pirooz Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Inc tidak dihadirkan ke Jakarta padahal dalam dakwaan dia disebut sebagai penyuap Emir. Tak hanya itu, Pirooz juga telah diperiksa dan di BAP oleh penegak hukum di negaranya, AS. Demi keadilan hukum, katanya, maka seharusnya KPK juga menetapkan Pirooz sebagai tersangka.
"Mengapa sampai sekarang belum juga dilakukan," katanya.
Kejanggalan ketiga, lanjut Hans, tindak pidana korupsi baik suap maupun gratifikasi harus dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. Tetapi dalam dakwaan jaksa KPK, perkara PLTU Tarahan hanya disangkakan kepada Emir Moeis seorang.
"Setelah perjalanan jauh mengelilingi lebih dari separuh dunia, Eropa, Amerika dan Jepang, kenapa KPK sama sekali tidak mendapatkan tersangka tambahan," tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan Hans, dakwaan yang disusun KPK kepada Emir karena meloloskan Alsthom sangat menggelikan. Pihak yang berwenang meloloskan adalah panitia lelang, yaitu JBIC, TEPSCO dan Tim Lelang Tarahan/PLN, namun tidak ada satupun diantara mereka yang ditetapkan tersangka. Sementara Emir Moeis sebagai anggota DPR RI yang samasekali tidak punya wewenang yang bisa memperngaruhi atau merubah keputusan proyek Tarahan dijadikan tersangka.
"Atas kejanggalan-kejanggalan inilah, wajar saja timbul kecurigaan adanya kepentingan besar yang mengintervensi KPK yang seharusnya steril dari berbagai kepentingan dalam perkara Emir," demikian Hans.
[dem]