Kementerian Pertanian (Kementan) tidak mau disalahkan terkait melonjaknya harga daging di pasaran. Justru Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menyalahkan pedagang yang banyak mengambil untung.
Suswono menuding, masih tingginya harga daging disebabkan ulah para pedagang yang mengambil untung besar. Harga daging dari Selandia Baru dan Australia saat ini di bawah Rp 60.000 per kilogram.
“Nah, pedagang ini mengambil keuntungan yang tidak wajar,†ujarnya di Jakarta, kemarin.
Seharusnya, kata dia, dengan turunnya harga daging di negeri asal, maka harga daging di dalam negeri juga ikut turun. Apalagi sudah dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang pembebasan impor sapi.
Untuk diketahui, sesuai dengan Permendag Nomor 46/M-DAG/KEP/8/2013 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan serta Produk Hewan, mekanisme impor sapi baik bakalan maupun sapi siap potong menggunakan harga referensi (harga patokan) yaitu Rp 76.000 per kg dan tidak akan menerapkan sistem kuota.
“Padahal impor sudah dibebaskan tetapi kenapa masih seret. Ada upaya menarik keuntungan yang tinggi,†ungkap Suswono.
Karena itu, dia mendesak dikeluarkan aturan setingkat undang-undang yang bisa mengontrol harga di dalam negeri termasuk daging sapi. Aturan tersebut diklaim efektif meredam harga dan melindungi konsumen dari upaya nakal para pedagang.
Hal berbeda disampaikan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi.
Menurutnya, alasan utama masih tinggi harga daging akibat tersendatnya pemasukan impor sapi siap potong dan naiknya harga daging Australia.
Menurutnya, dari 75.000 ekor izin impor sapi siap potong yang dikeluarkan di kuartal IV/2013 itu baru 36.000 ekor yang terealisasi. Nah, dari jumlah itu baru 6.600 ekor yang terpotong. Dia mendesak, importir segera memotong sapi sisanya.
Dirjen Peternakan Kementan Syukur Iwantoro menegaskan, pengembangan sapi di Indonesia membutuhkan dukungan infrastruktur memadai untuk mempertahankan bobot sapi.
“Keterbatasan infrastruktur membuat sapi mendapat perlakuan yang tidak baik selama pengiriman dari produsen (peternak) ke tempat pemotongan hewan sehingga membuat bobot (berat) badan sapi susut sampai 30 persen,†katanya.
Syukur mengatakan, untuk merealisasikan swasembada membutuhkan komitmen bersama. Terkait daging, prioritas yang akan dilaksanakan yakni pembangunan infrastruktur berupa pelabuhan, sarana bongkar muat dan kapal ternak sehingga penurunan bobot sapi bisa dikurangi tinggal 5 persen. Sapi yang cacat atau mati juga dapat berkurang menjadi nol persen.
Untuk sapi asal Australia, memang memiliki kapal kargo khusus, sapi ditempatkan ruang berpendingin, mendapat pakan dan minum. Syukur mencatat, akibat perlakuan yang tidak baik selama pengiriman tidak hanya bobot yang berkurang, 10 persen dari sapi yang dikirim tersebut mengalami cacat bahkan mati.
Semestinya, Mentan dan Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan kompak mengawasi proses importir sapi potong. Sehingga, berbagai permasalahan soal sapi potong bisa teratasi. Hasilnya, pasokan daging ke pasar bisa lebih lancar. ***