Tersangka kasus pembobolan dana Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor, Jawa Barat, bertambah satu. Tersangka ini diduga membuat perjanjian perikatan kredit nasabah palsu dan menerima dana sebesar Rp 2,6 miliar.
Direktur II Ekonomi Khusus (Dir II Eksus) Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto menyatakan, Sri Dewi, notaris yang ditunjuk BSM menyelewengkan jabatannya. Perempuan berusia 51 tahun itu, menurutnya, secara sengaja membuat akta nasabah atau debitor palsu. “Karenanya dia ditahan atas tuduhan pemalsuan akta kredit,†katanya, kemarin.
Arief menambahkan, sebagai notaris, Sri Dewi tidak cermat dalam memeriksa dokumen yang dijadikan agunan kredit. Sehingga, terjadilah penyelewengan dalam penyaluran kredit tersebut.
Penahanan, lanjut Arief, dilaksanakan setelah penyidik memeriksa tersangka selama empat jam pada Rabu (6/11). “Dia tidak kooperatif dalam menjalani pemeriksaan,†tandasnya.
Ketika diperiksa, menurutnya, tersangka berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga menyulitkan penyidik. Tersangka lebih banyak mengaku lupa ketika ditanya mengenai identitas orang yang mentransfer dana ke rekeningnya.
Keputusan penahan, kata Arief, juga dilatari adanya temuan bukti-bukti berupa dokumen akad pembiayaan al murabahah. Akad perikatan ini, pembuatannya tidak dihadiri debitor. Bukti lainnya adalah fotokopian sertifikat tanah yang dijadikan agunan kredit. “Debitornya hanya diwakili tersangka Iyan. Sertifikat tanahnya juga fiktif,†tandasnya.
Menurutnya, dalam kasus ini, kepolisian menemukan dana Rp 2,6 miliar yang mengendap di rekening tersangka Sri. Diduga, uang tersebut merupakan dana yang diperoleh berkat aksi Sri bekerjasama dengan tersangka Iyan.
“Dia dikenai pasal pelanggaran Undang Undang Perbankan dan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang,†tegasnya.
Lebih spesifik, lanjutnya, Sri dijerat Pasal 64 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Jika dilihat dari pasal tersebut, kata Arief, tersangka terancam penjara maksimal delapan tahun, serta denda maksimal Rp 100 miliar.
Tindak pidana pencucian uang dalam kasus ini berkaitan dengan temuan tindak pidana asal berupa pemalsuan dokumen. Namun, saat diminta menjelaskan aliran dana pencucian uang tersangka, Arief belum mau merincinya. Tetapi, jajarannya telah memblokir rekening tersangka.
Dari hasil analisa terhadap rekening tersebut, kepolisian menemukan data bahwa tersangka sempat menerima dana cash maupun melalui tranfer antar rekening. “Uang diberikan tersangka Iyan Permana,†tuturnya.
Dana yang diterima Sri Dewi pun jumlahnya variatif. Ada yang Rp 150 juta, ada pula dana Rp 100 juta untuk main golf kepala cabang, serta pembelian mobil Mercy C-200.
Mobil ini telah disita kepolisian, sedangkan aset lainnya masih ditelusuri. Arief bilang, sejauh ini pengusutan perkara tersebut masih berjalan.
Diketahui sebelumnya, pada panggilan pemeriksaan pertama, tersangka Sri Dewi tidak hadir. Alasan ketidakhadirannya karena sakit. Yang bersangkutan baru mendatangi Mabes Polri pada panggilan kedua. “Pada kesempatan itu, dia langsung kami tahan. Dengan demikian tersangka kasus ini ada tujuh orang,†tandasnya.
Arief menegaskan, tindakan tersangka Sri Dewi sangat berkaitan alias terafiliasi dengan tersangka Iyan Permana. Iyan adalah debitor atau pihak yang menerima kredit.
Tersangka selanjutnya adalah Kepala BSM Cabang Bogor Agustinus Masrie, Kepala BSM Cabang Pembantu Bogor Haeruli Hermawan, dan Account Officer BSM Cabang Pembantu Bogor John Lopulisa. Tersangka selanjutnya adalah Hen Hen dan Rizky Adiansyah yang merupakan debitor.
Kedua debitor BSM itu ditangkap di dua lokasi terpisah pada Minggu (3/11). Arief mengatakan, Hen Hen ditangkap di rumahnya di Jalan Hasyim Ashari 59, Ciledug, Tangerang, sekitar pukul 02.00 WIB.
Sedangkan Rizky diringkus di kediamannya di Perumahan Telaga Kahuripan Bukit Indra Prasta Blok D2 nomor 8, Kemang, Parung, Bogor, sekitar pukul 07.00 WIB. “Kita masih memburu aset-aset tersangka,†kata Arief.
Polisi Menyita 10 Mobil Dan Sebuah Motor Gede Bank Syariah Mandiri (BSM) melaporkan kerugian yang dialaminya ini ke kepolisian pada pertengahan Agustus lalu. Setelah mendapatkan laporan tersebut, Sub Direktorat Perbankan dan Pencucian Uang Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri melakukan penyelidikan.
Dalam proses penyelidikan, kepolisian sedikitnya memanggil 30 saksi. Saksi-saksi tersebut berasal dari staf bank, nasabah, saksi ahli perbankan dan pencucian uang, serta dealer mobil. Hasil pemeriksaan saksi-saksi ini kemudian dicocokkan dengan data yang ada di BSM.
Dari validasi data tersebut, menurut Wakil Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Kombes Rahmat S, kepolisian menemukan tindak pidana yang diduga dilakukan tiga tersangka yang merupakan orang dalam BSM.
“Mereka lalu ditetapkan sebagai tersangka,†ujarnya.
Dari pemeriksaan tersangka, saksi-saksi dan barang bukti, kepolisian juga menemukan dugaan keterlibatan pihak luar BSM. Pihak luar yang dimaksud adalah tersangka Iyan Permana. Lebih jauh, berdasarkan hasil penyidikan, kepolisian menyita aset para tersangka.
Aset tersangka yang disita adalah 10 mobil dan sebuah motor gede (moge). Diduga, uang yang diperoleh lewat pembobolan bank tersebut, digunakan para tersangka untuk membeli barang-barang tersebut.
Kendaraan yang telah disita itu adalah Mercy E300 putih B 741 NDH, Mercy SLK 300 kuning B 1 ADG, Toyota Vellfire putih B 1650 RL, Hummer H3 hitam B 741 FKD, Honda Jazz putih F 39 A, Honda CRV hitam F 1288 L, Honda Freed putih F 639 CW, Toyota Fortuner putih F 1030 DO, Toyota Altis hitam F 1649 DK, dan sebuah moge Honda Goldwing yang belum memiliki nomor polisi alias nopol.
Sebanyak 10 kendaraan tersebut kemudian ditempatkan di pelataran parkir Bareskrim Polri. Sumber di lingkungan Dit II Eksus menginformasikan, ada mobil lain yang belum berhasil disita.
“Masih ada mobil lainnya. Jenisnya Lambhorgini atau Ferrari, begitu,†ucap sumber itu.
Menurut Rahmat, penyelesaian perkara ini sudah ditargetkan selepas Idul Fitri lalu.
Namun, karena kendala teknis penyidikan, kasus ini baru bisa diekspose belakangan. Jadi, dia menepis anggapan bahwa perkara ini sengaja disampaikan untuk mencari popularitas atau pencitraan. “Tidak ada itu, tidak benar,†sergahnya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie menambahkan, penyidikan masih dikembangkan. “Tidak tertutup kemungkinan, kepolisian bakal menyita aset lain yang diduga terkait kejahatan pelaku. Tidak tertutup kemungkinan juga, jumlah tersangka kasus ini bakal bertambah,†kat Ronny.
Seiring penetapan tersangka, polisi juga mengeluarkan surat penahanan terhadap empat tersangka kasus ini. Untuk masa penahanan tahap pertama, para tersangka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Penahanan dilaksanakan agar berkas perkara cepat tuntas. Selain itu, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kaburnya para tersangka. “Jika penyidik menganggap tersangka tidak kooperatif, pasti akan ditahan,†tandas Ronny.
Apakah Pelakunya Cuma 7 TersangkaAkhiruddin Mahyuddin, Koordinator Gerak IndonesiaKoordinator LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mahyuddin meminta, penyidik mencermati semua perkembangan perkara pembobolan kredit di Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor, Jawa Barat. Hal ini penting untuk menyusun dan melengkapi berkas perkara para tersangka.
Fakta dalam perkara ini juga bisa dimanfaatkan untuk melengkapi berkas perkara tersangka lainnya. Karena itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian ekstra dalam menindaklanjuti perkembangan fakta yang ada.
Dia meyakini, kasus ini dilakukan secara terencana. Oleh sebab itu, kepolisian semestinya mampu membongkar semua konspirasi dalam kasus ini.
“Kembangkan semuanya agar menjadi satu kesatuan fakta yang tidak mudah dipatahkan,†tutur Akhiruddin.
Menurut dia, hal itu tidak terlalu sulit, mengingat keterangan tersangka yang satu berkaitan dengan keterangan tersangka yang lain. Jadi, bila ada satu tersangka yang ingkar, hal itu dapat diketahui secara cepat. Dengan modal ini, maka tidak ada alasan bagi kepolisian untuk menggantung penyelesaian perkara.
Dia pun berharap, pelacakan aset tersangka dapat dilakukan dengan cepat. Hal ini penting agar tersangka dan koleganya tidak sempat menghilangkan aset yang diduga hasil kejahatan mereka. “Segera lakukan penyitaan aset-aset tersangka. Ini juga penting untuk mengembalikan kerugian yang diderita BSM,†tandasnya.
Jika ada tersangka dan aset lain yang belum tersentuh, idealnya hal tersebut juga segera ditangani secara maksimal. Jika tidak, Akhiruddin khawatir akan muncul isu yang tidak sedap mengenai penanganan kasus ini di kepolisian.
Akhiruddin pun mengingatkan, penetapan tersangka dan penyitaan barang bukti perlu dicermati masyarakat. Atau, diawasi secara berkesinambungan. Dia pun menanyakan, apakah mekanisme pencairan kredit Rp 102 miliar ini hanya melibatkan tujuh tersangka itu, atau masih ada pihak lainnya. Bila terkait dengan pihak lainnya, tentu idealnya ada tindakan serupa untuk mereka.
Mulus Akibat Peran Orang Dalam BankSyarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengingatkan, kejahatan perbankan bisa berjalan mulus akibat adanya peran orang dalam bank. Untuk menangkal hal tersebut, faktor pengawasan idealnya diintensifkan.
“Pembobolan-pembobolan bank umumnya melibatkan orang dalam bank. Oleh sebab itu, bank perlu meningkatkan kontrol atau pengawasan,†kata politisi Partai Hanura ini, kemarin.
Dia pun mengingatkan, preseden seperti ini tidak bisa didiamkan Bank Indonesia (BI). Sebagai Bank Sentral, BI mempunyai kompetensi dan otoritas untuk mengambil tindakan tegas terhadap bank yang mengalami masalah pembobolan.
“Harus ada evaluasi secara ketat. Jika perlu, dikasih sanksi agar bank lebih berhati-hati dalam mengambil dan menentukan kebijakan,†ucapnya.
Upaya tersebut sangat diperlukan mengingat peran lembaga perbankan sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat. Di luar itu, agar kinerja buruk sebuah bank tidak berpengaruh secara global terhadap perekonomian negara.
Persoalan yang menyangkut pembobolan bank, lanjut dia, hendaknya diselesaikan secara sistematis. Artinya, penindakan tidak boleh hanya dilakukan sepihak.
Pihak-pihak yang berkaitan dengan hal ini, khususnya di tingkat pusat juga perlu ditindak. “Jadi tidak hanya menyalahkan orang-orang cabang. Pusat pun harus bertanggungjawab atas kesalahan yang terjadi di cabang,†tegasnya.
Menurut Suding, mekanisme pencairan kredit di bank adalah pekerjaan kolektif. Sejak pengajuan kredit, pemeriksaan identitas debitor, uji kelayakan, dan risiko kredit biasanya dilakukan secara selektif. Ada bagian-bagian yang bertanggungjawab atas pencairan kredit untuk setiap debitor.
“Apakah mungkin keputusan mencairkan kredit dalam jumlah sangat besar hanya disetujui pimpinan cabang,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]