Berita

Hukum

Penyadapan Tindakan Tidak Beradab di Era Modern

RABU, 06 NOVEMBER 2013 | 20:45 WIB | LAPORAN:

Penyadapan yang dilakukan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Australia di beberapa negara, termasuk di Indonesia terus menuai kecaman. Pasalnya, penyadapan adalah bentuk tindakan ketidakberadaban di era modern.

"Penyadapan itu telah melanggar kedaulatan negara Indonesia," ujar pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

Menurut Gun Gun,  pemerintah AS dan Australia harus bertanggungjawab atas penyadapan yang berlebihan dan menyangkut kedaulatan bangsa Indonesia. "Itu tindakan tak beradab," katanya lagi.


Dia menambahkan, seharusnya, yang disadap itu adalah tindakan yang dicurigai mengarah pada kejahatan.  "Boleh menyadap tapi kepada orang yang diduga melakukan tindak kejahatan dunia," kata Gun Gun.

Mengutip data yang dibocorkan bekas pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional (NSA) AS, Edward Snowden, Sydney Herald Morning memberitakan AS menyadap dan memantau komunikasi elektronik di Asia Tenggara melalui fasilitas mata-mata yang tersebar di kantor perwakilannya di beberapa negara di kawasan itu, termasuk, di Jakarta.

Dalam laporannya, Selasa (29/10), SMH menulis bahwa AS punya 90 fasilitas mata-mata yang bisa menyadap komunikasi elektronik di seluruh dunia, termasuk di kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta, yang terletak di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.

Selain di Jakarta, AS punya fasilitas serupa di Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh, dan Yangon. Hingga 13 Agustus 2010, tidak ditemukan fasilitas sejenis di negara-negara sekutu eratnya seperti Singapura, Selandia Baru, dan Jepang. Data yang berupa peta itu diungkap majalah Jerman, Der Spiegel, pada Selasa (29/10).

Menurut pemberitaan itu, lembaga yang bertanggung jawab atas aktivitas mata-mata itu adalah gabungan dua badan rahasia AS, Central Intelligence Agency (CIA) dan NSA, yang dikenal dengan nama "Special Collection Service".

Special Collection Service terkenal dalam operasi-operasi klandestin yang menyasar target-target intelijen khusus. Peta itu awalnya disajikan secara lengkap di website Der Spiegel, tetapi belakangan diganti dengan versi yang sudah disensor. Peta itu dirilis dengan keterangan "FVEY" atau hanya boleh diakses lima mitra intelijen AS termasuk Australia. [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya