Kebijakan pencampuran 10% bahan bakar nabati (BBN) ke bahan bakar solar yang dijalankan sejak 10 September 2013 tidak memberikan dampak berarti pada neraca perdagangan Indonesia. Terbukti, defisit transaksi berjalan triwulan II-2013 mencatat rekor 9,8 miliar dolar AS atau 4,4 persen dari PDB.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Kominfo DPP Gerindra Ondy A. Saputra menjelaskan bahwa menurut data terbaru dari Kementerian ESDM, realisasi penggunaan biodiesel Januari-Oktober 2013 baru 716.897 kl. "Sebagai perbandingan, pada APBN 2013 ditetapkan volume BBM bersubsidi sebesar 48 juta kl" ujar Ondy dalam keterangan persnya (Rabu, 6/11).
Oleh karena itu, Gerindra berpandangan pemerintah harus menerapkan kebijakan pro-BBN dengan lebih berani. Indonesia harus belajar dari Brazil, yang sejak tahun 2007 menerapkan kewajiban pencampuran 25% BBN ke semua BBM yang dijual di Brazil.
Ondy menjelaskan, Gerindra merupakan satu-satunya partai di Indonesia yang telah menerbitkan program tertulis untuk pemerintahan pusat masa bakti 2014-2019. Dalam program yang telah diterbitkan, tertulis keberpihakan Partai Gerindra untuk mengembangkan BBN sebagai solusi pencapaian kemandirian energi bangsa Indonesia.
"Selain mewajibkan pencampuran 25%, pemerintah Brazil sejak 2003 juga mendukung pemasaran serta konversi ke mobil-mobil yang dapat menggunakan 100% BBN. Mobil-mobil ini dinamakan
flex fuel cars. Selain baik untuk keuangan negara, emisi yang diproduksi turun 61% saat dijalankan dengan 100% BBN," ungkapnya.
"Ini adalah kebijakan yang sudah terbukti berhasil, dan jelas jauh lebih baik daripada kebijakan mobil murah yang tidak jelas dasar pemikirannya selain menguntungkan produsen mobil," tutup Ondy.
[zul]