Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Wijaya mengkritik langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kembali menunda pelaksanaan kebijakan penggunaan pipa gas bersama.
“Kami sebagai konsumen sangat menyayangkan penundaan itu. Bagaimana bisa sebuah kebijakan bisa dinegosiasikan, bagaimana dengan kebijakan yang lain nantinya,†ujar Wijaya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Padahal, aturan mengenai kebijakan penggunaan pipa bersama itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.19 tahun 2009 tentang kegiatan usaha gas bumi melalui pipa. Dalam aturan itu penggunaan pipa gas bersama seharusnya mulai diberlakukan September 2011, tapi diundur sampai November 2013.
Menurut Wijaya, kebijakan tersebut akan menguntungkan kalangan industri karena semua orang yang mempunyai pasokan gas bisa menyalurkan gasnya ke industri dengan menggunakan pipa bersama itu. “Ibaratnya pasar swalayan saja,†imbuhnya.
Dia mengaku bingung dengan klaim penerapan pipa bersama harus mengeluarkan biaya modifikasi yang mencapai 1,2 miliar dolar AS. Wijaya juga mengingatkan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tidak akan mengalami kerugian dengan kebijakan itu. Apalagi, managemen dan pelanggan gas perusahaan pelat merah itu sudah bagus.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berharap, pemerintah mendahulukan kepentingan negara dibanding BUMN terkait permasalahan pemakaian pipa bersama.
Untuk diketahui, Kementerian ESDM kembali menunda kebijakan penggunaan pipa bersama per 1 November. Saat ini, pemerintah tengah mengkaji pipa bersama di sejumlah ruas pipa.
Berbeda dengan pengusaha, Wakil Kepala Komite Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fahmi Matori mengatakan, konsep open access yang banyak diterapkan di Eropa belum tentu tepat jika digunakan di Indonesia.
“Di Eropa open access dibutuhkan untuk menjamin suplai gas kepada konsumen tetap bagus selama musim dingin. Masalahnya apakah itu cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki karakter berbeda. Karena itu, jika memang belum siap sebaiknya ditunda lebih dulu,†ujar Fahmi.
Menurut Fahmi, jika
open access hendak diterapkan di Indonesia, jangan sampai hal itu membuat harga gas makin mahal, apalagi merugikan BUMN. Akan lebih tepat, jika konsep
open access diterapkan bagi pipa yang baru dibangun, bukan kepada infrastruktur pipa gas yang sudah dibangun. Dengan demikian, konsep
open access akan lebih bermanfaat dan mendorong pengembangan infrastruktur pipa baru.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan menilai, PGN memang dirugikan, namun kebijakan pipa bersama akan menguntungkan negara. [Harian Rakyat Merdeka]