Polisi diminta untuk tidak gampang berpuas diri atas keberhasilan mengungkap kasus suap di lingkungan Bea dan Cukai.
"Kalaua polisi sudah menemukan kasus suapnya, sewajarnya polisi harus mempergunakan UU Pencucian Uang agar bisa memperluas kasus suap ini, atau bisa masuk ke kasus lain dalam ranah bea dan cukai," kata Direktur Investigasi Dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Sky Khadafi melalui rilis yang diterima redaksi, Minggu (3/11).
Seperti diberitakan, belum lama ini kepolisian menangkap Yusran Arief yang diduga memberikan suap dalam bentuk polis asuransi berjangka sebesar Rp 11,4 miliar dan kendaraan kepada Kepala Sub Direktorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang kini non aktif, Heru Sulastyono.
Dari catatan FITRA, lanjut Uchok, disamping kasus suap, pihaknya juga menemukan banyak kejanggalan atas pengadaan barang dan jasa di Bea dan Cukai. Sebagai contoh, pada tahun 2011, Direktorat Jenderal Bea dan cukai mengadakan Pekerjaan penyediaan dan pendistribusian Pita Cukai tahun 2011 - 2012 dengan Harga Perkiraan Sementara (HPS) sebesar Rp 492.276.960.900. Pemenang lelang ini adalah Perum Percetakan Uang RI, yang beralamat di Jalan Palatehan 4 Blok K-V Kebayoran Baru, dengan nilai penawaran sebesar Rp 552.703.911.860
Sebelumnya tahun 2010, Dirjend Bea dan Cukai juga melakukan pengadaan Penyediaan dan pendistribusian Pita Cukai dengan HPS sebesar Rp 247.896.895.850. Dan pemenangnya tetap saja Perum Percetakan Uang RI yang beralamat di Kebayoran Baru, dengan nilai penawaran sebesar Rp 233.888.963.800.
Dari gambaran diatas, FITRA mencermati bahwa pengadaan tahun 2011 untuk Penyediaan Dan pendistribusian Pita Cukai tahun 2011 - 2012 jelas-jelas melanggar Peraturan Presiden 70/2012 perubahaan kedua atas PP 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Hal ini bisa dilhat pada pasal 66 ayat (5), HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah. Dimana, HPS batas tertinggi untuk Penyediaan Dan pendistribusian Pita Cukai sebesar Rp. 492.276.960.900. Tetapi lelang ini dimenangkan oleh Perum percetakan Uang RI dengan harga penawaran sebesar Rp 552.703.911.860.
Jadi, harga penawaran pemenang lelang telah dimark up atau telah melampau harga HPS sebesar Rp 60.426.950.960. Hal lain yang membuat FITRA merasa janggal dan aneh adalah pemenang lelangnya sama yakni Perum Percetakan Uang RI.
"Kalau perusahaan ini melulu sebagai pemenang lelang, Dirjend Bea dan Cukai tidak usahlah melakukan lelang. Tunjuk langsung saja perusahaan tersebut biar aparat hukum gampang melakukan penyidikan," kritiknya.
Pihaknya menilai lelang Dirjend Bea dan Cukai ini hanya "main-main" saja untuk mengelabui perusahaan lain biar ikut tapi sebelum bertanding atau kompetisi sudah dikalahkan. Kemudian, harga penawaran pemenang lelang dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar Rp 42.462.992.130. Hal ini benar-benar di luar nilai kewajaran, dan masa dalam satu tahun bisa naik begitu cepat dan tinggi.
Dari kasus diatas, dengan terungkapnya kasus suap ini maka sudah terbuka bagi Polri untuk menerapkan tindak pidana korupsi tentang pencucian uang, dan terbuka pintu untuk mengusut kasus Penyediaan dan Pendistribusian Pita Cukai yang penuh keanehaan dan kejanggalan.
"Kalau hal ini, tidak dilakukan, polisi hanya fokus pada kasus suapnya saja, berarti ada indikasi bahwa polisi hanya "bermain-main" saja untuk sekedar pencitraan Kapolri yang baru," demikian Uchok
.[wid]