Berita

ilustrasi

X-Files

Pejabat Ditjen Bea Cukai Disuap Pakai Asuransi

Ditetapkan Sebagai Tersangka
KAMIS, 31 OKTOBER 2013 | 09:25 WIB

Tersangka penyuap membelikan polis asuransi untuk tersangka dari Ditjen Bea dan Cukai. Diduga, upaya pencucian uang (money laundering) untuk menutupi aksi penyuapan ini moncer berkat bantuan istri siri pegawai Bea Cukai itu.

Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto menyatakan, kepolisian menetapkan Kepala Sub Unit (Kasubnit) Penindakan Ekspor Impor Direktorat Bea dan Cukai Heru Sulistyono dan Yusran Arief, Direktur PT Tanjung Jati Utama sebagai tersangka kasus suap. Keduanya juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang sekitar Rp 11 miliar.

Tindak pidana pokok dalam kasus ini ialah penyuapan. Penyuapan dilakukan pengusaha Yusran kepada pegawai Ditjen Bea Cukai Heru Sulistyono agar usaha ekspor-impor yang dilakoninya berjalan lancar. Polisi pun menyangka, biji plastik, sparepart, aksesori, mainan dan lain-lain yang diekspor maupun diimpor tersangka Yusran, ilegal.


Menurut Arief, upaya penyuapan juga dilakukan untuk menghindari pajak. Hal itu, katanya, terlihat dari 10 perusahaan di bawah payung PT Tanjung Jati Utama.

Perusahaan-perusahaan itu umumnya didirikan dalam waktu pendek. Untuk menghindari pajak bea masuk dan bea keluar barang, Yusran pun menempatkan office boy dan pegawai PT Tanjung Jati Utama sebagai direktur maupun komisaris perusahaan-perusahaan tersebut.

Untuk kelancaran operasi perusahaan-perusahaan inilah, menurut Arief, tersangka Yusran memberikan suap kepada tersangka Heru. Upaya menutupi jejak kejahatan asal itu, katanya, dilakukan cukup profesional. Yusran tak segan menggelontorkan uang tunai maupun transfer kepada Widyawati, istri siri atau istri kedua Heru. Tindakan lainnya ditempuh Yusran dengan membeli polis asuransi langsung atas nama Heru.

Arief menambahkan, untuk kelancaran proses suap, Yusran juga menugasi staf bagian keuangan PT Tanjung Jati, SR dan AW untuk mengirim uang kepada Heru melalui rekening Widyawati. Oleh Widyawati, uang tersebut dibelikan polis asuransi.

Namun, ketika tenggat waktu asuransi belum berakhir alias jatuh tempo, Widyawati mencairkan polis asuransi itu. Uang hasil pencairan polis asuransi tersebut sebagian lantas dikirim ke rekening Heru. Demikian halnya polis asuransi yang langsung di atasnamakan Heru, dicairkan saat belum jatuh tempo.

Uang hasil kejahatan tersebut, oleh Heru diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. “Nominal dana dari 11 polis itu Rp 11.424.893.500,” katanya.

Dari identifikasi kepolisian, polis asuransi yang dicairkan tersebut enam di antaranya atas nama Heru. Lima lainnya menggunakan nama Widyawati. “Enam polis atas nama Heru sebesar Rp 4.934.893.500, dan istrinya Rp 6.490.000.000,” urai Arief.

Arief belum mau merinci, untuk keperluan apa saja uang hasil kejahatan tersebut. Yang jelas, selain menyita 11 lembar dokumen polis asuransi, dua mobil jenis Nissan Terano dan Ford Everest, satu unit senjata jenis air soft gun, enam telepon genggam,  buku tabungan, dokumen transaksi, serta dokumen-dokumen ekspor impor PT Tanjung Jati Utama, kepolisian juga telah memblokir rekening milik Heru, Yusran, dan Widyawati.

Polisi menyangka, kejahatan ini berjalan pada medio 2005 sampai 2007. “Masih kami proses. Pemeriksaan terhadap Widyawati yang diduga sebagai penampung dana sudah dijadwalkan. Sejauh ini status Widyawati masih saksi,” katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono menyatakan, jajarannya telah mengetahui dugaan rekening tidak wajar milik Heru sejak dua tahun lalu.

Dia menegaskan, jika kepemilikan rekening anak buahnya itu terbukti menyalahi ketentuan, pihaknya tak segan-segan memecat Heru. Intinya, dia menyerahkan penanganan perkara ini sepenuhnya kepada kepolisian.

“Kita serahkan proses hukumnya kepada pihak berwajib,” kata Agung.

Kilas Balik
Dua Tersangka Sudah Ditahan

Tim Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri belum mengarahkan penyidikan ke istri pertama tersangka Heru Sulistyono yang seorang wakil bupati.

Sejauh ini, menurut Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Arief Sulistyanto, penyidikan masih berkutat pada pemeriksaan sopir tersangka Yusran Arif berinisial WA, office boy berinisial WN, staf keuangan perusahaan berinisial RS dan istri kedua tersangka Heru, Widyawati. “Keempatnya sebagai saksi. Mereka diduga mengetahui proses suap tersebut,” ujarnya.

Dia menambahkan, diduga keempat saksi memiliki peran signifikan dalam penyuapan tersebut. Namun, dia menolak memprediksi, apakah saksi-saksi ini juga bakal dijadikan tersangka. “Kita lihat hasil pemeriksaan dan bukti-buktinya nanti,” ujarnya.

Arief menjelaskan, pihaknya juga tengah menyidik asal-usul rumah yang didiami Heru dan Widyawati saat penangkapan. Dia mengemukakan, rumah di Sutra Renata Alba Utama, Alam Sutera, Serpong, Banten tersebut, diduga baru dihuni satu bulan belakangan.

Di rumah itu pula, sebutnya, polisi menemukan keberadaan Heru. Sebelumnya, penyidik mencari Heru di kediamannya kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat dan Griya Bintara, Jakarta Timur. Namun sosok Heru tak ditemukan.

Saat penangkapan, Selasa pukul 1 dini hari, polisi sempat mematikan aliran listrik rumah yang dihuni Widyawati. “Tak ada perlawanan dari tersangka,” ucap seorang penyidik Eksus Bareskrim. Begitu mendapati tersangka kooperatif, saat itu juga penyidik menggeledah kediaman Heru.

Dari rumah tersebut, polisi menyita dokumen-dokumen dan mobil. Penangkapan pun dilanjutkan ke wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan.

Di kawasan tersebut, polisi meringkus Direktur PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif. Yusran dituduh mengucurkan suap kepada Heru. Tujuan suap diberikan agar usaha ekspor-impor perusahaannya berjalan lancar.

Kini, kedua tersangka telah dijebloskan ke sel Rutan Bareskrim. Penyidik menjerat keduanya dengan Pasal 3, Pasal 5 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 12 huruf (a) (b) Undang Undang Nomor  31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana diubah dengan

Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Menurut Humas Ditjen Bea Cukai Haryo Limanseto, Heru sudah bekerja selama hampir 20 tahun. Sepanjang kariernya, tak pernah ada laporan mencurigakan. Saat ini, Heru duduk sebagai Kepala Subdit Ekspor Direktorat Bea Cukai. Dia menjabat sejak Januari 2013.

“Dia mengawasi, lalu melakukan kajian terkait peraturan tentang ekspor. Jadi posisinya analisa, tidak berhubungan dengan pelayanan sekarang,” kata Haryo, kemarin.

Menurutnya, sebelum menjadi Kasubdit Ekspor, Heru menjabat sebagai Kepala Subdit Intelijen Direktorat Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai tahun 2011. Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan, Pelayanan Bea Cukai Merak (2011), Kepala Subdirektorat Penindakan Direktorat Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai (2009) dan Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea Cukai Tanjung Priok (2007).

Kasubdit TPPU Dit II Eksus Bareskrim Kombes Agung Setya menjelaskan, total dana penalti yang dibayar tersangka Yusran dari pencairan polis asuransinya senilai Rp 1,2 miliar.

“Penalti dibayarkan karena pencairan polis asuransi belum masuk tahap jatuh tempo,” jelasnya.

Agung menyatakan, sekalipun telah mengenal tersangka Heru sejak lama, dirinya tidak akan memberikan keistimewaan dalam memproses tindak pidana yang ada.

Menurutnya, proses kasus ini sama seperti dengan penanganan kasus-kasus lainnya.

Usut Apakah Ada Lagi Yang Terlibat
Iwan Gunawwan, Sekjen PMHI

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawwan mempertanyakan, kenapa kepolisian memilih fokus menyidik perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan Widyawati, istri kedua tersangka.

“Kenapa bukan mengarah pada dugaan keterlibatan oknum Ditjen Bea Cukai lainnya? Sangat tidak lazim apabila perkara seperti ini hanya melibatkan tersangka pegawai Bea Cukai seorang diri,” katanya, kemarin.

Menurut Iwan, tidak salah jika kepolisian juga mengusut TPPU dalam kasus ini. Tapi, dia mengingatkan, kepolisian mesti menelisik juga apakah ada keterlibatan orang Bea Cukai yang lain dalam kasus ini. “Aneh jika itu tidak diselidiki,” tandasnya.

Persoalan pencucian uang dengan modus mendirikan beberapa perusahaan, lanjut Iwan, cukup kompleks. Bisa jadi melibatkan banyak pihak. Setidaknya, mengetahui dan turut membantu tersangka.

Dia berpendapat, penerapan Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap pelaku kasus ini, idealnya merupakan pengembangan dari perkara pokok. Jadi dalam pengusutan perkara model ini, biasanya penyidik fokus ke perkara pokoknya dulu. Hal itu dilakukan sebagai pintu masuk menuju pengungkapan TPPU-nya.

Iwan menambahkan, ketika TPPU akan diterapkan, penyidik harus bisa melakukan pembedaan antara harta hasil kejahatan dan mana harta hasil TPPU. Contohnya, ketika seseorang melakukan korupsi, lalu uang tersebut disimpan di rumah sendiri, maka apakah hal itu bisa dikategorikan TPPU.

Kecuali, apabila uang hasil kejahatan tersebut sudah ditempatkan, ditransfer, atau dialihkan. Atau dilakukan tindakan lain sebagaimana tertulis dalam Pasal 3 UU 8 Tahun 2010, baru bisa dikenakan TPPU.

Terlebih, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, seperti Ditjen Pajak, adalah ranah yang harus diberikan perhatian khusus. Maksudnya, dua Ditjen ini sangat rawan penyimpangan.
 
“Oknum-oknum pegawainya kadang lebih lihai dari aparat penegak hukum. Itu harus diwaspadai,” tandasnya.

Segera Periksa Oknum Lainnya
Aditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Aditya Mufti Ariffin menilai, modus operandi kejahatan oleh oknum Ditjen Bea Cukai ini cukup profesional. Dia pun meminta kepolisian juga profesional dalam menyibak dugaan keterlibatan pihak lainnya.

“Jangan sampai hanya berhenti sampai di titik ini,” katanya, kemarin.

Sebab, menurut Aditya, setiap tindak pidana lazimnya berkaitan dengan kejahatan lain. Hal ini tentu perlu ditelusuri melalui penyidikan yang profesional agar bukti-buktinya kuat.

Dia pun berharap, kepolisian mampu menunjukkan prestasi dalam mengungkap kasus-kasus korupsi dan semua bentuk penyimpangan pejabat negara.

“Jangan lagi ada perasaan minder dalam menindak pejabat-pejabat negara. Sudah waktunya hal-hal seperti itu disingkirkan jauh-jauh,” ujarnya.

Selain mengusut perkara-perkara baru, Aditya menginginkan agar kepolisian, khususnya Bareskrim, juga mempercepat pengusutan kasus-kasus yang penanganannya belum tuntas. Ini dilakukan agar pekerjaan rumah kepolisian tidak makin menumpuk. Atau dengan kata lain, tidak menambah jumlah kasus yang mangkrak.

Lantaran itu, dia menyarankan agar kepolisian segera memeriksa oknum Bea Cukai lainnya. Baik bawahan maupun atasan tersangka. Hal tersebut dilaksanakan supaya kasus ini menjadi lebih jelas. Selain itu, penting untuk membersihkan oknum-oknum nakal di institusi yang mengurusi kepabeanan tersebut.

Langkah hukum yang tegas ini, menurutnya, sangat dibutuhkan. Setidaknya, memberikan peringatan bagi pegawai Bea Cukai agar lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

“Pemeriksaan terhadap siapa saja yang diduga menerima kucuran dana dari tersangka, tidak dilakukan sebatas pada istri kedua tersangka. Perlu juga dikembangkan kepada oknum Bea Cukai lainnya,” tegas Aditya.

Sebab, menurut Aditya, bisa jadi dana Rp 11 miliar itu baru bagian kecil dari total hasil kejahatan yang diduga dilakukan tersangka bersama kroni-kroninya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya