Kasus pembunuhan Holly Angela Ayu (37) selayaknya jadi pelajaran dan peringatan bagi pria mana pun yang secara avonturistik memiliki perempuan atau isteri simpanan.
Diketahui, Holly ditemukan bersimbah darah dengan tangan terikat di kamar 09 AT Tower Ebony Kalibata City, Jakarta Selatan pada 20 September lalu. Di lantai bawah apartemen Holly juga ditemukan pria tewas yang diketahui bernama Elriski Yudhistira.
Polisi telah menetapkan suami siri Holly, Gatot Supiartono, auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai tersangka pembunuhan. Namun sejauh ini polisi belum bisa memastikan keterlibatan Gatot hanya sebatas memberikan uang untuk membunuh Holly, atau ikut merancang skenario pembunuhan.
"Hubungan sosial yang awalnya penuh muatan asmara, bisa berkembang menjadi interaksi patologis penuh tuntutan, desakan, tekanan, bahkan ancaman dan bentuk kekerasan verbal serta kekerasan fisik mau pun psikis," kata krimonolog Mulayana W Kusumah di Jakarta Kamis (17/10).
Semua itu bisa membuka peluang untuk berujung pada kekerasan mematikan, sebagai solusi.
"Maka pembunuhan Holly Angela harus menjadi pelajaran bagi pria avonturistik," tutur Mulyana yang juga Direktur Eksekutif Seven Strategis Studies (7SS).
Latar belakang hubungan korban dengan otak pelaku, adalah hubungan asmara yang cukup lama. Seiring berjalannya waktu kemudian berkembang menjadi interaksi patologis. Sebelum keputusan menghilangkan nyawa korban, diyakini sering terjadi peristiwa saling menyiksa secara psikologis.
Proses interaksi patologis kian parah, ketika intensitas tuntutan korban atas fasilitas dan materi, meningkat. Tekanan terbesar bagi otak pelaku GS, membuatnya sangat terganggu, keinginan korban untuk diberikan status dan perlakuan sosial sama seperti isteri sah.
"Misalnya yang umum terjadi, tuntutan tampil bersama di hadapan publik, apalagi desakan korban untuk menceraikan isteri sah. Secara kriminologis dapat merupakan faktor pendorong (predisposing factors) pembunuhan," jelasnya.
Di samping faktor pendorong tersebut, diduga kuat terdapat faktor pencetus (precipitating factors), misalnya ketika korban memaksakan tenggat waktu realisasi tuntutan. Sebagai PNS golongan IV E, Eselon I, dengan rekam jejak panjang sebagai auditor, tersangka Gatot sudah pasti sangat khawatir reputasi sosialnya akan rusak. Kalau korban terus hidup, akan mengganggu kedudukan sosial, karir dan juga keluarga Gatot
.[wid]