Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawasi proses perpanjangan kontrak minyak dan gas bumi (migas) supaya tidak terjadi penyimpangan dan kegiatan korupsi.
“Tugas kita mencegah terjaÂdinya korupsi, termasuk di sektor migas,†ujar Juru Bicara KPK Johan Budi kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Menurutnya, cara KPK menÂcegah korupsi di perpanjangan kontrak migas dengan melihat proses perpanjangan tersebut. ApaÂkah, ada bolongnya atau tidak. Jika ada yang tidak sesuai atau menabrak aturan, akan diÂtindaklanjuti dan diÂtanyakan.
Untuk diketahui, Dirjen Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy HerÂmantoro mengatakan, pemeÂrinÂtah akan mencari celah hukum untuk memperpanjang kontrak Inpex terhadap Blok Masela tanÂpa mengubah peraturan pemeÂrintah (PP).
Alasannya, produksi Masela diperkirakan baru dimulai 2018 atau hanya 10 tahun sebelum konÂtrak berakhir 2028, sehingga belum cukup mengembalikan inÂvestasi yang mencapai 14 miliar dolar AS.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) MarÂwan Batubara menyarankan peÂmerintah tidak perlu memÂperÂpanÂjang kontrak Masela.
“Selain melanggar hukum, InÂpex juga pernah mengorbankan Masela demi kepentingan bisÂnisÂnya,†katanya.
Menurut Marwan, pada awal-awal masa eksplorasi, Inpex lebih memilih berinvestasi di ladang migas miliknya di negara lain seÂperti Australia ketimbang di InÂdonesia. Akibatnya, proyek MaÂsela tertunda pengembangannya.
“Nah, kalau sekarang Inpex minta perpanjangan dengan alaÂsan keÂterbatasan waktu produksi, itu keÂsalahan mereka sendiri,†ucap bekas Senator itu.
Menurut Marwan, sejak saat eksplorasi, proyek Masela meÂmang sudah bermasalah. Masa eksplorasi yang seharusnya makÂsimal 10 tahun terlewati menjadi 12 tahun.
Rencana pengembangan (
plan of development/POD) Masela diteken Desember 2010 atau 12 tahun sejak kontrak kerja sama ditanda tangani November 1998.
Meski menjelang berakhirnya masa eksplorasi pada 2008, Menteri ESDM saat itu Purnomo Yusgiantoro menerbitkan POD sementara dengan alasan keÂekoÂnoÂmian proyek. Namun, peraÂturan perundang-undangan tidak mengenal POD sementara. [Harian Rakyat Merdeka]