Mahkamah Konstitusi masih dinilai sebagai lembaga yang pas untuk menangani sengketa pemilihan umum kepala daerah atau Pemilukada.
Penilaian itu disampaikan anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago saat dihubungi Rakyat Merdeka Online pagi ini (Rabu, 16/10).
"Kalau ditangani pengadilan, itu cukup panjang nanti. Karena masih ada proses banding, kasasi. Itu akan mengganggu jalannya pemerintahan. Kalau MK prosesnya cepat, dan sifatnya final dan mengikat. Jadi saya belum melihat lembaga lain (selain MK)," ungkapnya.
Meski begitu, dia menjelaskan, MK harus transparan dalam menyidangkan setiap perkara. Selain itu juga perlu ada seleksi apakah gugatan itu layak disidangkan atau tidak. Jadi tidak semua gugatan sengketa pilkada diterima. "Makanya perlu dewan pengawasan hakim itu," jelasnya.
Soal adanya dugaan politik uang, menurut Taslim, MK mestinya tidak menangani. Karena sebaiknya kasus itu diserahkan ke kepolisian. "Kalau memang ada suap ke polisi. Yang lain baru ke MK," jelas politikus muda PAN ini.
Tak hanya itu, Taslim juga mengingatkan bahwa MK posisinya menunggu alias pasif. Karena itu tak perlu beriklan agar sengketa pilkada dibawa ke MK. MK hanya sebatas sosialisai Pilkada jujur dan damai.
"Ini tidak cocok. Lembaga peradilan itu pasif. Semakin bagus, jangan sampai ada yang berperkara," demikian Taslim.
Kewenangan MK menangani kasus sengketa pilkada dipersoalkan sebagian kalangan setelah Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap. Suap ini terkait penanganan sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Lebak, Banten.
[zul]