Berita

akil mochtar/net

Akil Mochtar Doyan Terima Suap Tak Terkait dengan Latar Belakangnya Sebagai Politikus

SABTU, 05 OKTOBER 2013 | 17:40 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

. Tuntutan agar tidak ada lagi hakim konstitusi dari partai politik atau DPR adalah tuntutan emosional. Tuntutan itu dapat dianggap hanya ekspresi kemarahan dan kekecewaan atas penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait kasus suap sengketa Pilkada Gunung Mas dan Lebak.

Kebetulan Akil Mochtar sebelumnya memang anggota Komisi III DPR dari Partai Golkar.

"Ini bukan soal lembaga atau institusi partai politik. Ini lebih pada persoalan integritas moral personal. Karena itu, darimana pun asal-usulnya, kalau integritasnya tidak baik, kemungkinan terjadinya korupsi selalu terbuka," ujar Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah Saleh P. Daulay (Sabtu, 5/10).


Saleh mengungkapkan, mantan Ketua MK Mahfud MD sebelumnya adalah anggota Komisi III DPR dari PKB. Tapi ternyata berhasil menorehkan prestasi yang baik ketika memimpin MK. Walau seorang politikus, tetapi sejauh Mahfud belum pernah terdengar tersangkut kasus kasus korupsi.

Bahkan dalam banyak kesempatan, Mahfud MD terkesan sangat membenci praktik korupsi. Karena itu, sangat tidak adil jika partai politik dan institusi DPR secara kelembagaan dinilai paling bertanggung jawab atas terjeratnya Akil Mochtar tersebut.

"Kemarin dalam kasus suap SKK Migas, (Prof. Rudi Rubiandini, red), yang tertangkap bukan politisi, tetapi akademisi. Sangat terang, politisi, akademisi, dan siapa pun yang tidak memiliki integritas berpeluang melakukan tindak pidana korupsi," jelas Saleh.

Selain itu, keberadaan tiga orang hakim perwakilan DPR di MK adalah representasi kekuasaan legislatif di dalam lembaga peradilan tersebut. Posisi mereka diperlukan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan enam orang perwakilan eksekutif dan yudikatif. "Kalau perwakilan legistatif ditiadakan, sama artinya melumpuhkan salah satu pilar kekuasaan di dalam MK," ungkapnya.

Walau demikian, ke depan partai-partai politik harus lebih selektif dalam memilih kadernya yang mau ditempatkan di lembaga-lembaga strategis seperti MK. "Bagaimanapun juga, partai politik memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bermartabat," demikian Saleh yang juga dosen FISIP UIN Jakarta ini. [zul]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya