Berita

ilustrasi/net

Banyak Anak Indonesia Yatim Piatu kalau Hukuman Mati Diberlakukan

JUMAT, 04 OKTOBER 2013 | 22:23 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Gagasan hukum mati terhadap koruptor semakin nyaring dikumandangkan setelah Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap terkait penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas dan Lebak. Padahal, hukum mati masih diragukan apakah mampukah meminimalisir tindak kejahatan korupsi.

"Saya berpendapat meski direalisasikan hukuman mati tidak akan menghentikan kejahatan korupsi," ujar pengamat hukum dari The indonesian Reform Martimus Amin (Jumat, 4/10).

Pasalnya, dia beralasan, korupsi bukan sekedar produk budaya, tetapi pada sistem hukum yang meliputi UU, lembaga, dan aparaturnya, sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi mendiskusikan wacana hukum mati hanya soal teknis. Utamanya sistem hukumnya dikaji dahulu.


"Lihatlah UU Korupsi demikian dasyat mengatur ancaman berat sampai hukum mati terhadap koruptor dan negara memilik lembaga antikorupsi superbody 'KPK'. Hasilnya nol besar. Tetap saja kejahatan korupsi marak. Yang ditindak kelas teri, belum ada menyentuh level top leader," beber Martimus.

Tak hanya itu, bila dibandingkan aset koruptor yang disita, malah jauh lebih besar biaya operasional yang dikeluarkan negara untuk KPK. "WaJar saja jawabannya, untuk apa menindak perkara korupsi, justru membuat negara lebih buntung," ungkapnya.
 
Menurutnya, sistem hukum negara kita tidak efektif dan efisien. Bertaburan lembaga hukum, aparat bobrok, substansi dan hukum acaranya bertele-tele dan jelimet.

"Celakanya lagi kalau sampai dilaksanakan hukuman mati, apakah tidak menjadi beban baru lagi. Presiden, keluarga, kroni, aparaturnya pasti kena dampak hukuman mati kalau terbelit kasus korupsi. Semua tahu, lembaga negara dan aparatnya dari tingkat tertinggi sampai pegawai terendah terjangkit virus korupsi. Kita pun akan menyaksikan banyak anak Indonesia menjadi yatim piatu kehilangan bapak-ibunya," demikian Martimus. [zul]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya