Berita

[KPK] Komisi Pemberantasan Korupsi

X-Files

Penyidik KPK Garap Ketua Pengadilan Tinggi Jabar

Telusuri Siapa Lagi Yang Terima Suap Kasus Bansos
KAMIS, 12 SEPTEMBER 2013 | 10:15 WIB

KPK terus menelusuri, siapa lagi hakim yang diduga menerima suap terkait kasus dana Bantuan Sosial (bansos) Kota Bandung, Jawa Barat.

Kemarin, KPK memeriksa dua saksi kasus ini. Mereka adalah Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat Marni Emmy Mustafa dan notaris Dudi Wahyudi. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Walikota Bandung Dada Rosada (DR). KPK juga memeriksa salah seorang tersangka kasus ini, bekas Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi (ES).

Marni tiba di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 10 pagi. Tak ada komentar dari mulutnya. 15 menit kemudian, giliran Edi yang muncul. Dia datang diantar mobil tahanan jenis Kijang dari Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Memakai rompi tahanan KPK warna oranye, Edi langsung masuk Gedung KPK. Ditanya soal kasusnya, Edi cuma senyum.


Menjelang adzan maghrib, Edi keluar. Tak ada jawaban saat dia ditanya soal pemeriksaannya. Namun, kata Edi, dia akan mengungkap siapa hakim-hakim yang menerima suap terkait kasus bansos. “Akan saya ungkap, sepanjang yang saya tahu,” ucapnya sambil ngeloyor masuk mobil tahanan.

Dia juga berjanji akan kooperatif membongkar nama-nama hakim yang diduga menerima suap, seperti yang disebut dalam surat dakwaan terhadap Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tedjocahyono (ST) di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat.

Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan, selain melengkapi berkas perkara Dada Rosada dan Edi Siswadi, penyidik tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak-pihak lain. “Kami sedang kembangkan itu semua. KPK juga tengah validasi informasi mengenai dugaan keterlibatan hakim-hakim lain,” kata Johan.

Sehari sebelumnya, KPK memeriksa tiga saksi dari lingkungan Pengadilan Negeri Bandung dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri Bandung Singgih Budi Prakoso, hakim Pengadilan Tinggi Jabar Wiwik Widjiastuti dan bekas Ketua Pengadilan Tinggi Jabar Sareh Wiyono.

Johan menjelaskan, KPK masih mengembangkan kasus ini ke pihak yang diduga menerima suap dan ke pihak yang diduga memberi suap. Kata Johan, saksi bisa saja menjadi tersangka jika penyidik menemukan bukti permulaan yang kuat.
“Namun, sampai hari ini belum ada tersangka baru,” katanya.

Nama Sareh Wiyono terseret-seret karena ruangan kerjanya di Pengadilan Tinggi Jabar, menjadi salah satu tempat rekonstruksi kasus ini. Sedangkan hakim Singgih disebut-sebut sebagai pihak yang diduga turut mendapatkan uang, sebagaimana tertuang dalam dakwaan terhadap hakim Setyabudi.

Dada dan bekas Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi ditetapkan sebagai tersangka pada 1 Juli 2013. Kasus yang menjerat Dada dan Edi merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan terhadap hakim Setyabudi Tedjocahyono. Setyabudi ditangkap 23 Maret lalu. Saat ini, Setyabudi sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Bandung.

Dalam sidang pembacaan surat dakwaan terhadap Setyabudi pada Kamis (15/8), disebutkan bahwa pemberian uang suap untuk Setyabudi ditujukan agar terdakwa menjadikan putusan kasus tipikor penyimpangan bansos Kota Bandung Tahun anggaran 2009-2010 tidak mengaitkan Dada Rosada, Edi Siswadi, dan Herry Nurhayat.

Dari surat dakwaan juga terungkap, bahwa awalnya Setyabudi minta Rp 3 miliar kepada Toto Hutagalung (TH), setelah Toto beberapa kali bertemu dan mengenalkan diri sebagai orang kepercayaan Dada yang ingin meminta kemudahan proses hukuman para terdakwa kasus penyimpangan bansos.

Setyabudi juga menyampaikan, putusan di PN Bandung akan diatur Ketua PN Bandung Singgih Budi Prakoso, dan putusan di PT Jabar akan diatur Ketua PT Jabar Sareh Wiyono.

Sareh pernah membantah meminta uang kepada Setyabudi. “Loh, kan itu bukan kewenangan saya lagi. Dari 1 Januari 2013, saya sudah pensiun. Jadi, saya sudah tidak ada urusan lagi. Kejadiannya pada Februari 2013,” kata Sareh.
 
Dia mengakui bahwa Setyabudi sering berkunjung ke rumahnya. Namun, saat itu Sareh mengaku sudah pensiun total. Dia juga menampik menerima Rp 250 juta dari bekas Wakil Ketua PN Bandung itu.

KPK Pake Metode Makan Bubur Panas
Yesmil Anwar, Dosen Hukum Pidana Unpad

Pengamat hukum pidana dari Universitas Padjajaran Yesmil Anwar mengatakan, semua pihak yang diduga terlibat perkara suap pengurusan kasus bansos Kota Bandung harus bisa diproses hukum.

“Kalau sampai ada yang tidak diproses, namanya tidak adil. Sama saja tebang pilih,” kata Yesmil, kemarin.

Menurut Yesmil, KPK harus serius menyelidiki fakta-fakta yang terungkap di persidangan terdakwa hakim Setyabudi Tedjocahyono di Pengadilan Tipikor Bandung. Kata dia, KPK harus mampu memproses semua hakim yang disebut-sebut atau diduga menerima suap.

“Siapa pun yang diduga terlibat, baik hakim biasa, hakim tinggi, hukum harus sampai kepada mereka,” tandasnya.

Kata Yesmil, apa yang tertera dalam surat dakwaan di pengadilan, merupakan pemaparan bukti-bukti dari keterangan saksi maupun dokumen selama proses penyidikan. Termasuk sejumlah hakim yang diduga menerima suap.

Kenapa KPK belum juga membuka penyidikan baru dalam kasus ini, kata Yesmil, KPK menunggu keputusan hakim.

“Dilihat nanti bagaimana hakim melihat dakwaan tersebut,” kata Yesmil.
Selain itu, lanjut Yesmil, kemungkinan KPK masih menunggu alat bukti yang kuat.

Yesmil yakin, KPK punya metode ampuh dalam melakukan penyelidikan untuk memproses hukum mereka yang diduga terlibat kasus ini.

Metode KPK itu seperti makan bubur panas, pinggirannya dulu baru ke tengah. Artinya, orang-orang yang di bawahnya dulu baru masuk kepada pelaku intelektualnya.

Katanya, KPK harus menelusuri setiap fakta kasus ini. Terutama pengakuan terdakwa Setyabudi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung bahwa dirinya bukan satu-satunya penerima suap.

“Informasi yang muncul di persidangan berbeda dengan yang ada di luar. Jika sudah terungkap di persidangan, mau tidak mau itu harus diusut,” ucap Yesmil.

Suap Terhadap Hakim Bukan Kasus Kecil
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap meminta KPK segera melengkapi berkas pemeriksaan tersangka Dada Rosada dan Edi Siswadi.

Ia berharap, KPK terus mengembangkan kasus ini dan tidak berhenti pada tersangka yang sudah ada sekarang, antara lain Walikota Bandung Dada Rosada dan bekas Sekda Kota Bandung Edi Siswadi.

Kata Yahdil, dengan segera menyidangkan Dada dan Edi, KPK bisa menemukan fakta baru dalam persidangan yang bisa dijadikan bahan untuk mengungkap pihak lain. Hal tersebut seperti yang terjadi dalam sidang untuk terdakwa hakim Setyabudi Tedjocahyono.

“Dengan disidangkan, maka kasus ini ada fakta dan keterangan baru yang terungkap untuk menelusuri dugaan adanya keterlibatan pihak lain,” kata Yadhil.

Menurut Yahdil, KPK harus mampu menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Termasuk pengakuan hakim Setyabudi di Pengadilan Tipikor Bandung, bahwa dirinya bukanlah pelaku tunggal. Masih ada hakim lain yang diduga menerima suap.

“Tugas KPK untuk menelusuri informasi dan pengakuan tersebut,” katanya.
Yahdil menilai, kasus ini bukan kasus kecil. Kasus suap hakim Setyabudi tak kalah penting dengan kasus yang menyita perhatian publik seperti kasus Hambalang.

Kata dia, kasus ini penting untuk cepat diselesaikan karena menyangkut dugaan suap terhadap hakim dan perkara korupsi dana bantuan sosial.

“Dalam hal pemberantasan korupsi, tak ada yang lebih utama. Setiap kasus harus diusut profesional. Jangan sampai ada kesan kasus tertentu cepat, sementara kasus yang lain lama,” tandas Yahdil. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya