Berita

Bisnis

Tambah Cadangan Devisa dengan Pinjaman Langkah Tidak Cerdas

KAMIS, 12 SEPTEMBER 2013 | 06:50 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Pinjaman siaga yang disiapkan pemerintah termasuk dengan perjanjian bilateral swap agreement sebesar 30 miliar dolar AS untuk menambah cadangan devisa dan penguatan rupiah dinilai sebagai langkah keliru. Pinjaman yang antara lain didapat hasil kunjungan Presiden SBY ke Rusia dan sejumlah negara beberapa hari lalu itu hanya akan menambah beban ekonomi Indonesia di masa mendatang.

"Berani-beraninya melakukan pinjaman untuk meningkatkan devisa dan menyokong rupiah, itu solusi tidak cerdas," ujar ekonom senior DR. Rizal Ramli kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/9) malam.

"BI kan intervensi terus. Cadangan devisa sudah habis 20 miliar dolar AS. Ditambah dengan pinjaman, itu menambah lagi beban di masa mendatang," sambung dia.


Menurut Menteri Koordinator Perekonomian era Pemerintahan Gus Dur ini, upaya tersebut juga akan sia-sia tak ubah menabur garam di lautan. Para pemain valuta canggih-canggih, tahu ada intervensi BI menjelang pasar ditutup pukul 15.00. Di saat-saat itulah mereka membeli rupiah. Tapi karena tahu keesokan harinya bakal naik lagi, maka mereka pun menjualnya kembali. Terus terjadi demikian seperti memberi makan ikan emas di kolam, dimana ikan-ikan kumpul karena ada makanan.

Menurut Rizal Ramli, mestinya pemerintah belajar dari krisis 1998. Akibat mengundang IMF, krisis malah makin menjadi dimana pertumbuhan ekonomi yang awalnya sebesar 6 persen anjlok jadi minus 13,8 persen. Padahal jika tidak mengundang IMF, pertumbuhan ekonomi saat itu hanya anjlok 2 persen. Akibat menjalankan saran IMF juga, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat itu anjlok ke Rp 16.000, dan bank-bank hancur sehingga mesti di bailout hampir 80 miliar dolar AS.

"Nah sekarang saya perhatikan responnya juga begitu," tuturnya.

Solusi yang jauh lebih cerdas guna mengurangi defisit, menurut calon presiden paling reformis berdasarkan hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia ini, antara lain dengan mekanisme penganggaran yang lebih efisien. Kalau perlu dengan menaikkan tarif sementara barang-barang konsumsi yang tidak perlu tapi cukup kuat pengaruhnya.

"Kalau defisitnya berkurang, tidak usah menambah cadangan devisa. Tidak usah juga melakukan pinjaman karena otomatis akan menguat. Ini tidak dilakukan karena cara berpikir pemerintah yang kurang kreatif dan tidak cerdas," demikian Rizal Ramli. [dem]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya