Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar As terjadi akibat kombinasi tekanan perekonomian eksternal dan defisit transaksi berjalan (current account). Gejolak nilai tukar rupiah tidak semata-mata berasal dari ekses pengurangan kebijakan stimulus fiskal (quantitative easing/QE) the Fed saja, tetapi juga berasal dari kondisi perekonomian domestik Indonesia.
Begitu dikemukakan Anggota komisi XI DPR Fraksi PKB Anna Mu'awanah dalam diskusi bertajuk "Ada Apa dengan Rupiah" di ruang Fraksi PKB Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9).
"Gejolak nilai tukar ini berasal dari merosotnya rupiah, tergerusnya cadangan devisa, defisit transaksi berjalan, kenaikan inflasi dan lain-lain," terangnya.
Anna mengatakan tren pelemahan nilai tukar rupiah saat ini telah berdampak sangat luas bagi perekonomian nasional. Pergerakan nilai tukar rupiah yang susah diprediksi telah merepotkan pelaku usaha di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan ekspor impor.
Untuk itu, kata Anna, Pemerintah dan BI harus segera meredam volatilitas nilai tukar rupiah yaitu menjaga rupiah agar sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia sehingga rupiah bisa kembali ke level yang rendah dan stabil untuk mendorong daya saing serta stabilitas perekonomian nasional ke depan. Seperti diketahui berdasarkan data Bank Indonesia (BI) selama semester I-2013, neraca perdagangan mencatat defisit 3,3 miliar dolar AS, sedangkan transaksi berjalan yang terdiri atas neraca perdagangan dan neraca jasa mengalami defisit pada kuartal II-2013 membengkak hingga 9,8 miliar dolar AS atau 4,4% dari produk domestik bruto (PDB).
Anna pun mempertanyakan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah guna mengantisipasi dampak lebih jauh dari gejolak nilai tukar rupiah. Paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan tersebut terdiri atas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, BI dan OJK.
"Sedangkan yang menjadi pertanyaan adalah seberapa efektifkah paket kebijakan dari pemerintah, BI dan OJK tersebut dalam jangka pendek untuk mengatasi gejolak nilai tukar rupiah dan defisit necara transaksi berjalan serta fluktuasi di IHSG maupun dalam jangka panjang untuk menjaga pencapaian dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia," pungkasnya.
[dem]