Pemerintah melakukan revisi sementara terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Permurnian Mineral.
Dengan demikian perusahaan-perusahaan mineral kembali bebas mengekspor bahan mentah ke luar negeri setelah sebelumnya dibatasi. Hal ini merupakan cara untuk menggenjot ekspor supaya ada perbaikan neraca transaksi berjalan yang masih defisit.
Kebijakan ini dinilai kembali menunjukan inkonsistensi Kementerian ESDM terhadap penegakan aturan yang mereka buat sendiri. Revisi sementara itu juga memperlihatkan kepanikan pemerintah terhadap imbas kenaikan nilai tukar dolar yang menggerus cadangan devisa.
Walau sifatnya sementara, hanya untuk mengurangi defisit neraca perdagangan sampai pada tahun 2014, hal ini menunjukan pemerintah sudah kehilangan akal dan tak bisa lagi mengelak dari krisis keuangan.
Komite Pimpinan Pusat- Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD) menilai, kebijakan revisi sementara itu tidak akan banyak membantu mengatasi krisis hari ini, yang sewaktu-waktu akan meledak.
Alasannya, topangan ekonomi yang selama ini menjadi tulang punggung bangsa lebih mengandalkan pasar luar negeri. Sementara, kebutuhan dalam negeri kita sangat besar dan tidak tersuplai merata. Akibatnya, ketika goncangan datang dari luar pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Dan parahnya, ekspor kita lebih banyak mengandalkan bahan mentah.
"Kebutuhan untuk menyuplai seluruh hajat hidup rakyat Indonesia juga mengandalkan impor. Terutama untuk sektor migas, devisa kita banyak tergerus oleh sektor yang satu ini," kata Staf Deputi Politik KPP PRD, Alif Kamal, dalam penjelasan pers (Selasa, 27/8).
Kemudian, volume utang Indoensia yang mulai mengkuatirkan. Posisi utang luar negri mencapai 257,98 miliar dolar AS, sementara nilai ekspor barang dan jasa hanya 51, 297 miliar dolar AS.
"Revisi aturan Menteri ESDM di atas hanyalah obat penghilang nyeri dari penyakit menahun yang diderita bangsa ini. Tentunya dari semua hal yang akan dilakukan oleh pemerintah ketika kubangan ekonomi kita masih mengandalkan impor dan utang, maka tidak akan ada perbaikan bagi peningkatan kesejahteraan hidup bagi rakyat Indonesia," jelasnya.
[ald]