Berita

ilustrasi/net

Kesiapan Calon Presiden

SABTU, 24 AGUSTUS 2013 | 11:21 WIB | OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK

Kekuasaan Presiden Republik Indonesia, mulai di awal kemerdekaan sampai paska era reformasi, mengalami pasang surut yang cukup signifikan. Pada awal kemerdekaan Indonesia dan Orde Baru, Presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar, karena memegang kekuasaan pemerintahan dalam arti luas.

Setelah Soeharto lengser tahun 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melakukan empat kali perubahan UUD 1945, di mana kekuasaan Presiden berkurang.  Sementara kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin besar. Sebagai contoh hak prerogatif Presiden dalam hal Hubungan Luar Negeri, pengangkatan Duta Besar, serta kewenangan membuat Perjanjian Internasional harus dengan pertimbangan atau bahkan mendapatkan persetujuan dari DPR.

Presiden juga tidak bisa lagi menempatkan orang-orangnya di lembaga legislatif seperti yang dilakukan oleh Soeharto. Seluruh anggota legislatif benar-benar dipilih masyarakat yang dicalonkan oleh partai politik. Sehingga yang terjadi adalah DPR dan Presiden bisa dikatakan merupakan lembaga yang paling berkuasa di negeri ini dalam menentukan arah pembangunan. Tidak heran di era pemerintahannya, SBY membangun koalisi permanen agar suara DPR bisa tetap dalam pengaruh kekuasaan Presiden dan program pemerintahan SBY dapat berjalan dengan baik.

Secara vertikal, pengelolaan pemerintahan daerah juga tidak lagi sepenuhnya dibawah kendali Presiden. Gubernur, Bupati dan Walikota bersama parlemen daerah boleh menentukan arah pembangunan daerahnya sendiri. Bahkan apabila kepala daerah dan parlemen dikuasai oleh partai yang oposisi dengan partai asal Presiden, maka kebijakan nasional yang dikeluarkan Presiden bisa tidak berjalan dengan baik.

Namun meskipun kekuasaan Presiden telah dipangkas, jabatan Presiden tetap paling menarik di era demokrasi sekarang ini. Menjelang konvensi Partai Demokrat tidak kurang dari 11 orang menyatakan ketertarikannya untuk menjadi calon Presiden dari Partai Demokrat.  Strategi jitu Partai Demokrat menjaring calon Presiden ini bahkan berhasil membuat kandidat lain untuk rela meninggalkan partai asalnya.

Pertanyaan yang paling penting buat kita adalah dengan segala keterbatasan tersebut bagaimanakah kesiapan Presiden mendatang menjalankan pemerintahannya secara efektif ? Michael Siegel dalam bukunya "The President as Leader" menyatakan pentingnya empat komponen kepemimpinan strategis yang harus dimiliki seorang Presiden. Yaitu visi kebijakan, strategi politik, struktur manajemen pemerintah dan proses pengambilan keputusan.

Adapun visi kebijakan adalah tentang prioritas kebijakan nasional ke depan, tujuannya dan apa yang ingin dicapai dalam waktu 5 tahun ke depan. Pertanyaan yang paling mendasar antara lain, mengapa harus jadi Presiden RI? Warisan apakah yang ingin ditinggalkan bagi negara ini? Apakah yang ingin Dicapai dalam 5 tahun ke depan? Kontribusi terbesar apakah yang akan diberikan kepada masyarakat Indonesia dan perbedaannya dengan Presiden-Presiden sebelumnya?

Sedangkan dalam hal komponen strategi politik akan menjadi sangat penting karena menyangkut kemampuan Presiden dalam mewujudkan visinya bersama partai politik dan lembaga kenegaraan yang lain. Pertanyaannya adalah bagaimana Seorang Presiden akan membina hubungan baik dengan seluruh partai, termasuk partai oposisi, baik yang ada di parlemen maupun di luar parlemen? Perlukah Presiden mendatang menunjuk satu orang yang bertugas untuk menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan seluruh partai? Perlukah juru bicara? Bagaimana strategi Presiden menjalin hubungan dengan pemimpin daerah agar kebijakan nasional dapat dilaksanakan?

Komponen strategis ketiga adalah struktur kabinet yang efisien dan efektif melaksanakan visi kebijakan nasional Presiden. Pertanyaannya antara lain, apakah yang membedakan kabinet Presiden mendatang dengan kabinet Presiden sebelumnya? Apakah Presiden baru akan menerapkan makro atau mikro manajemen? Bagaimanakah agar terjadi koordinasi yang baik antara menteri dan juga dengan pemerintahan daerah?

Adapun komponen Strategis keempat tentang proses pengambilan keputusan.  Pada tahun 2005, Presiden George W. Bush pernah menyatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pekerjaan utama seorang Presiden. Masyarakat, partai politik, lembaga negara lain termasuk juga negara-negara lain memerlukan kepastian kebijakan dari seorang Presiden.  

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah proses pengambilan keputusan Presiden mendatang akan sama seperti Presiden sebelumnya? Kita semua tahu bahwa salah satu persepsi negatif di masyarakat tentang SBY adalah seorang "peragu". Berlarut-larutnya keputusan kenaikan BBM, antisipasi impor daging, kasus gereja Yasmin di Bogor dan HKBP di Bekasi, penyerangan Ahmadiyah di Tasikmalaya dan penyerangan warga Syiah di Sampang, dan perbuatan semena-mena organisasi kemasyarakatan berbendera agama tertentu dengan melakukan penyerangan kepada kelompok masyarakat lain. Semua kejadian tanpa kepastian hukum tersebut mengukuhkan sikap keraguan Presiden SBY dalam mengambil keputusan tegas.

Presiden J.F. Kennedy juga pernah menyadari kesalahannya dalam proses pengambilan keputusan yang sangat penting buat Amerika Serikat terutama dalam hubungannya dengan negara Kuba.  Keputusan yang dikenal dengan nama "Bay of Pigs" dengan mengirimkan tentara AS ke Kuba berakhir fatal dan gagal.  

Saat itu Kennedy terlalu mendengar para penasehatnya di luar kabinet resmi yang ternyata lebih cenderung memberikan masukan asal bapak senang dari pada masukan tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan Amerika dalam hubungan dengan Kuba.  Menyadari kesalahan tersebut, Kennedy melakukan perubahan drastis dalam proses pengambilan keputusan selanjutnya dengan membentuk Komite Eksekutif.  Di mana seluruh anggota secara terbuka boleh mengemukakan pendapatnya dan Kennedy akan meninggalkan ruangan saat persebatan terjadi.

SBYpun pernah mengalami peristiwa tragis saat terlalu percaya begitu saja kepada staf khususnya terutama dalam kasus "blue energy" dan kasus gagal panen padi jenis Supertoy HL2 di Desa Grabag, Purworejo, Jawa Tengah. Dalam kasus lain terjadi kesalahan dalam proses pengangkatan Wakil Menteri yang gagal dilantik karena bertentangan dengan Undang-Undang.

Hal ini memperlihatkan ketidakcakapan pembantu Presiden dalam memberikan masukan yang benar agar SBY terhindar dari kesalahan fatal semacam itu.  Pertanyaannya adalah sampai sejauh manakah para calon Presiden 2014 mempersiapkan tim kerjanya untuk mengelola manajemen pemerintahan 2014-2019 agar kesalahan semacam itu tidak terjadi lagi?

Secara ideal mungkin Indonesia perlu seorang Presiden dengan gabungan ketrampilan dari Bung Karno yang kharismatik dan pintar berpidato sehingga rakyat terpukau, Soeharto yang tegas, fokus, dan sangat strategis dalam mengelola manajemen kepemerintahan, Habibie yang ahli teknologi modern, Gus Dur dan Megawati yang komit terhadap demokrasi, atau SBY yang selalu mencoba memberi kesejukan pada masyarakat.  Tapi harus disadari bahwa hal itu akan sulit dicapai.  

Karena itu yang kita butuhkan adalah Presiden yang sudah siap dalam empat komponen kepemimpinan strategis di atas.  Para calon Presiden harus terbuka mengungkapkan kesiapannya dalam keempat komponen tersebut. Kesemuanya itu diperlukan sebagai proses pencerdasan bangsa dalam memilih pemimpinnya.

Masyarakat jangan lagi terpaku hanya pada penampilan dan pencitraan seorang calon Presiden.  Melalui keempat komponen kepemimpinan strategis tersebut masyarakat perlu tahu kesiapan calon pemimpinnya.  Masyarakat ingin seorang pemimpin yang penuh energi membangun negeri ini Untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.  Karena itu kepada calon Presiden saatnya membuka rencana komponen kepemimpinan strategisnya dalam 5 tahun mendatang.  Selamat mengikuti kompetisi calon Presiden!!!!

Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.


Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya