Importasi daging sapi yang dilakukan oleh pemerintah sebelum lebaran terbukti tidak dapat menekan gejolak harga di pasaran. Ini bukti bahwa tata niaga daging sapi telah di kontrol oleh spekulan.
Semenjak bulan Ramadhan harga daging sapi konsisten di atas Rp 100 ribu. Padahal, di saat yang bersamaan Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Perdagangan melakukan total importasi hampir 3 ribu ton daging sapi impor dari Australia dan Selandia Baru.
Anggota Komisi IV DPR Ma’mur Hasanuddin melihat bahwa pemerintah melakukan stabilitasi harga hanya pada sektor hilir serta tidak memprioritaskan pada pengembangan di produksi.
"Pemerintah melalui Bulog dan Kemendag cepat bereaksi untuk lakukan importasi setelah harga melambung di pasaran. Ironisnya di sisi produksi miskin insentif bagi peternak lokal," jelasnya, Selasa (13/8).
Di beberapa daerah harga daging sapi melonjak tinggi seperti di Pasar Pakem, Yogyakarta. Harga komoditas ini bahkan mencapai Rp 120 ribu per kilogram. Tak jauh berbeda dengan yang terjadi di di Pasar Tugu Mulyo, Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan. Di wilayah lain Indonesia juga serupa sebagaimana di beberapa toko swalayan Jakarta yang hingga kini masih Rp 200 ribu per kg. Kenaikan harga ini terjadi sejak beberapa hari sebelum Lebaran hingga kini.
Ma’mur menambahkan, beragam insentif didapatkan oleh Bulog dalam rangka menstabilkan harga daging dipasaran selama ini, di antaranya dengan melakukan importasi daging sapi dengan kuota yang besar selama ini tidak melalui mekanisme sebagaimana umumnya importir.
Di sisi lain, Bulog juga diberikan keleluasaan harga. Namun dalam realitasnya tata niaga dan distribusinya tidak dilakukan secara merata serta tidak transparan. Disparitas harga yang dijual oleh Bulog masih terbilang sangat mahal.
"Jika benar kinerja bulog bagus dan efektif, seharusnya harga daging sapi turun pasca lebaran maupun setelah dilakukan importasi, namun apa yang terjadi saat ini jauh dari apa yang diharapkan. Bulog justru berkontribusi dalam membuat harga daging sapi tetap tinggi," kritik Ma’mur.
[wid]