Hasil survei yang diumumkan Focus Survey Indonesia (FSI) yang dirilis kemarin kepada media massa, menuai gugatan. Survei FSI menempatkan Prabowo pada urutan pertama dengan 27,4 persen suara, disusul Megawati 12,7 persen, dan Joko Widodo 11,5 persen suara. Jika pilpres dilakukan pada hari ini, maka Prabowo mengungguli Jokowi.
Lalu, Partai Gerindra memperoleh angka 21,2 persen, disusul PDI Perjuangan 19,7 persen, dan Golkar 17,1 persen.
Repdem (Relawan Perjuangan Demokrasi) menyampaikan beberapa fakta kebohongan FSI. Berdasarkan informasi yang sampai ke Repdem, hasil survei yang diumumkan FSI adalah pembohongan publik.
"Bongkar kebohongannya. Survei itu aslinya tidak pernah terjadi," tegas Ketua Umum Repdem, Masinton Pasaribu, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 3/8).
Dia yakin, ada elite politik besar yang bermain di balik survei ini. Tokoh itu, bersama timnya, sengaja ingin merendahkan figur Joko Widodo yang belakangan ini semakin meroket elektabilitasnya.
Ormas sayap PDI Perjuangan ini mengungkap beberapa argumentasi dan informasi yang didapatkan. Pertama, FSI tidak pernah melakukan survei langsung kepada masyarakat, entah itu melalui tatap muka, via telepon, maupun via email seperti yang diklaim oleh FSI. Dipastikan bahwa yang diumumkan FSI ke publik merupakan "hasil survei jadi-jadian."
Kedua, persentasi angka yang diumumkan adalah berdasarkan hasil rekaan semaunya. Dengan tujuan menaikkan setinggi-tingginya elektabilitas Prabowo dan merendahkan serendah-rendahnya elektabilitas Jokowi.
Ketiga, klaim Nelly Rosa Juliana (Direktur FSI) yang mengatakan bahwa lembaganya independen adalah bohong. Dilandasi oleh rasa sakit hati serta menuntut pamrih dari Jokowi dan PDI Perjuangan karena suami Nelly Rosa Juliana yang bernama Yudi Samhudi tidak lolos seleksi bakal caleg dari PDI Perjuangan. Kemudian melamar ke Gerindra dan dicalonkan menjadi Caleg di Dapil Jateng 6.
"Repdem mengimbau agar FSI tidak melakukan pembohongan publik dengan merekayasa 'hasil survei jadi-jadian'. FSI harus meminta maaf kepada akademisi, pers, serta rakyat Indonesia, karena FSI telah merendahkan survei sebagai metode ilmu pengetahuan," seru Masinton.
[ald]