Manajer Timnas Tenis Meja Indonesia, Peter Layardi, menjadi korban kriminalisasi berawal dari tergusurnya pengurus lama Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI), Dato Sri Tahir. Peter dituduh melakukan perbuatan menyenangkan di tengah Musyawarah Nasional Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia, di Solo, pada 23-24 September 2012.
Diduga, Datok yang tidak puas karena kalah dalam musyawarah, melakukan serangan balik dengan mengkriminalisasi Peter Leyardi. Manajer Timnas Tenis Meja SEA Games itu dijerat pasal perbuatan tidak menyenangkan terhadap Wasekjen PTMSI periode Dato yang bernama Irjanti Marina Warokka. Datok membuat pengaduan seolah-olah Waroka mendapatkan perbuatan tidak menyenangkan saat terjadi kericuhan di dalam pembukaan Munas.
Padahal, ada bukti dalam bentyuk video yang menunjukkan bahwa saat berlangsung kericuhan, Peter Layardi tidak berada di lokasi. Malah, sudah ada orang yang mengaku sebagai pelakunya, yakni Hasmi. Anehnya lagi, meski kasus ini merupakan kasus olahraga dan terjadi di Solo, dugaan perbuatan tidak menyenangkan ini langsung ditangani Mabes Polri.
Berikut kronologis kriminalisasi terhadap Peter Layadi yang dikirimkan Pengurus Tenis Meja Seluruh Indonesia daerah Lampung mewakili beberapa pengurus daerah lainnya, Herlim Sunandar.
Pada 23-24 September 2012, Munas PTMSI di Solo diadakan untuk pemilihan Ketum Baru karena masa jabatan Ketum lama yakni pengusaha pemilik Bank Mayapada, Dato Tahir. Dalam Munas itu, Peter Layardi hadir atas undangan resmi KONI Pusat.
Terjadi insiden keributan kecil saat pembukaan Munas, namun saudara Peter layadi tak di lokasi karena masih berada di hotel. Tanpa diduga, Irjanti Marina Warokka membuat laporan ke Mabes Polri bahwa Peter Layardi telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap dirinya. Irjanti adalah Wasekjen PTMSI periode Dato Tahir.
Beberapa saksi yang bersimpati pada Peter Layardi mengatakan Irjanti dan para saksi lain sebelumnya sidah diberi pengarahan oleh Dato Tahir.
Peter Layardi baru mengetahui laporan itu setelah mendapatkan panggilan pada 31 Oktober 2012 dari Mabes Polri, dengan langsung berstatus tersangka. Peter Layardi merasa tidak melakukan hal itu dan sudah menyampaikan ke Penyidik bahwa saat kejadian itu dia tidak di lokasi. Dari bukti video diketahui bahwa yang melakukan debat mengarah ke kisruh itu adalah peserta kongres bernama Hasymi. Justru ketika Hasymi dan saksi lain datang ke Mabes Polri minta diperiksa, tapi Kepolisian sama sekali tidak menggubrisnya.
Tanggal 8 Maret 2013, Peter mendapat panggilan kembali dari Polri dan kasusnya dinyatakan P-21 oleh Jampidum Kejakgung RI. Peter Layardi benar-benar shock mendapat perlakuan itu, padahal sama sekali tak pernah melakukan yang dituduhkan. Orang kuat di belakang Irijanti diduga di belakang ini semua. Dihadapan banyak orang, Dato Tahir sesumbar bisa mengatur aparat hukum. Dato melakukan ini karena hasil Munas Solo dibatalkan , dan menganggap Peter Layardi ada di belakang pelengserannya.
Pada tanggal 19 Juni 2013, Peter mendapat panggilan sidang dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk menghadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harold Mariesson pada 24 Juni 2013, tanpa ada pasal apa yang dituduhkan, hanya disebutkan sebagai terdakwa dalam persidangan.
Karena curiga, Peter Layardi datang bersama kerabatnya dan melihat tak ada agenda sidang menyangkut kasus yang menimpanya. Demikian juga surat yang sama diterima tanggal 27 Juni untuk sidang tanggal 1 Juli 2013, bahwa tidak ada agenda persidangan setelah dicek.
Panggilan selanjutnya tangal 3 Juli 2013 untuk hadir tanggal 8 Juli 2013. Karena suratnya masih tidak jelas dalam kasus apa dan mendengar rencana hari itu dia akan langsung ditahan, maka Peter mengutus Pengacara untuk menemui JPU. Dijelaskan oleh pengacara tentang surat panggilan yang tak menyebut kasus dan tak adanya jadwal sidang.
Akhirnya, JPU meminta Peter hadir sidang pada panggilan 8 Juli 2013 untuk sidang tanggal 15 Juli 2013. Peter Layardi sudah di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sejak pukul 09.00 WIB sampai 16.00 WIB. Ia menunggu sidang bersama para saksi dan pelaku sebenarnya. JPU sendiri baru hadir pukul 12.00 dan masuk ke ruangan Kepala PN. Sekitar pukul 15.00 WIB, JPU keluar dari ruang Kepala PN dengan membawa surat perintah penahanan. Alasannya, Peter Layardi akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Alasan penahanan itu sangat mengada-ada karena sejak panggilan di Mabes Polri sampai sebelum dikeluarkannya surat penahanan, Peter selalu kooperatif dan kini masih mengurus persiapan Tim Tenis Meja SEA Games. Jelas bahwa tidak mungkin ada barang bukti yang bisa dihilangkan Peter layardi dalam kasus perbuatan tak menyenangkan, apalagi yang dia tidak lakukan.
Wewenang aparat yang sangat teknis seperti mencapnya tidak kooperatif dan sebagainya adalah cara yang sudah dipilih untuk memenjarakan Peter Layardi. Karena, tidak mungkin menahan Peter Layadi lewat jalan pengadilan karena kasusnya adalah fiktif. Dapat dikatakan, kasus Peter Layardi adalah satu-satunya kasus perbuatan tidak menyenangkan di mana pengadilan memerintahkan penahanan.
Tidak berhenti di situ, Peter pun heran karena tidak langsung ditahan tanggal 15 Juli petang itu. Namun, pada malam harinya dua mobil kejaksaan datang menahan Peter Layardi.
Kini Peter Layardi masih berharap ada sinar keadilan agar haknya sebagai warganegara biasa dapat diperlakukan sama di depan hukum.
Peter Layardi yakin kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya, bisa menindaklanjuti laporannya tanggal 8 Mei 2013 atas laporan palsu dari Irianti Marina Warokka. Semua saksi sudah diperiksa bersama bukti-bukti. Peter Yakin masih ada keadilan di tengah kriminalisasi terhadap dirinya.
[ald]