Berita

Siti Fadilah Supari

X-Files

Siti Disebut Tunjuk Langsung Pelaksana Proyek Alkes

Jadi Saksi Di Pengadilan Tipikor
SELASA, 09 JULI 2013 | 10:05 WIB

Bekas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari mengaku tak terlibat proyek pengadaan alat kesehatan tahun 2006-2007. Dia justru menunjuk, penanggungjawab proyek itu adalah terdakwa Ratna Dewi Umar, bekas Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar.

Siti mengaku, proyek pengadaan alkes penanggulangan wabah flu burung di sejumlah rumah sakit rujukan, tak sampai tingkat menteri. Sebab, nilai proyek dari empat pekerjaan pengadaan yang mengantar Ratna Dewi Umar (RDU) sebagai terdakwa, di bawah Rp 50 miliar.

Menurutnya, total proyek untuk menghadapi flu burung berkisar Rp 98,6 miliar. Jika nominal tersebut dipecah dalam empat proyek yang ada, nilai masing-masing proyek tak sampai Rp 50 miliar.

Karena itu, kata Siti, pelaksanaan proyek tidak perlu melibatkan menteri. Alias cukup sampai level pejabat eselon dua. “Nilai proyek sebesar itu tidak perlu melibatkan menteri,” kata Siti  saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Berdasarkan nominal itu, pejabat penanggungjawab proyek diperbolehkan melakukan penunjukan langsung. Tentunya, penunjukan langsung dilakukan sesuai ketentuan.

Siti pun mengaku tidak pernah memerintahkan penunjukan langsung proyek alkes. Apalagi, mengarahkan dan meminta panitia pengadaan untuk memenangkan perusahaan tertentu.

Mekanisme penunjukan langsung, lanjut Siti, dilakukan anak buahnya. Termasuk mekanisme penulisan perusahaan rekanan atau pemenang  proyek dalam surat penunjukan langsung. “Prosedur penunjukan langsung tidak menulis nama perusahaan,” tuturnya.

Menurut Siti, berdasarkan Keppres 80, menteri berwenang menentukan pemenang lelang proyek dengan nilai Rp 50 miliar lebih. “Kalau di bawah Rp 50 miliar itu eselon dua,” ucapnya.

Sebagai menteri, Siti mengaku sempat meminta terdakwa mengajukan rencana penunjukan langsung proyek tersebut. Surat rencana penunjukan langsung, diperlukan untuk diajukan ke Sekjen Kementerian Kesehatan. Pengajuan tersebut ditujukan guna mengkaji proses pengadaan proyek.

“Jadi, tidak langsung ke saya. Saya itu dengan eselon I, bukan dengan Ratna Dewi Umar,” tegas Siti yang mengenakan batik biru.

 Mendengar keterangan bekas atasannya, terdakwa melawan. RDU bersikukuh, penunjukan langsung dilakukan atas arahan Siti. “Berikan ke Rudi Tanoesoedibjo,” tegas Ratna mengutip pernyataan Siti.

Bahkan, menurut RDU, Siti pernah memarahinya karena mendengar kabar proyek tersebut diminati Siemens.

Kemudian, saat meminta masukan tentang adanya penyelidikan kasus ini, RDU kecewa karena Siti terkesan lepas tangan.

RDU bercerita, begitu lengser dari jabatan Menkes, Siti pernah bertanya kepadanya mengenai kasus alkes. “Kowe aman ya Rat?” Saya jawab, “Saya nggak tahu aman atau tidak.”

Pada kesaksian lainnya, Siti diminta hakim menjelaskan hubungannya dengan bekas Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir. Siti menyatakan, saksi Nuki Syahrun, adik ipar Soetrisno sering datang ke rumahnya dilatari hubungan dengan ajudannya. “Dia memiliki hubungan dengan aspri saya,” ucapnya.

Perkenalannya dengan Soetrisno, terjadi begitu selesai dilantik menjadi Menkes. Itu pun karena dikenalkan Amien Rais.

Pada akhir persidangan, hakim meminta Siti dan Ratna bersalaman. Meski sempat salaman, aura permusuhan terpancar dari wajah mereka.

Sebelum sidang, Siti menilai, dakwaan jaksa yang menyebut dirinya ikut serta dalam pembahasan proyek tersebut salah alamat.

Menurut dia, upaya jaksa mengaitkan namanya dalam proyek ini terlalu prematur. “Saya merasa ditarget jadi pembunuhan karakter. What’s wrong?”

Kilas Balik
Hakim Bertanya Kepada Saksi Soal Rudijanto Tanoesoedibjo


Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menghadirkan bekas panitia penerima barang proyek alkes, Wahyudi sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (4/7) lalu.

Wahyudi ditanya hakim mengenai peran pengusaha Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. “Itu awal 2006 Yang Mulia. Wajahnya mirip dengan Harry Tanoe  di TV,” katanya.

Untuk memastikan siapa sosok tersebut, saksi sempat bertanya pada sekretaris terdakwa Ratna Dewi Umar (RDU), Santi. Tapi Santi cuma senyum dan bilang tidak tahu.

Hakim I Made Hendra kemudian menyoal keterangan Wahyudi, “Apakah yang Anda maksud mirip dengan pemilik RCTI itu adalah Rudi Tanoesudibjo?” Wahyudi menjawab, “Saya tidak tahu Yang Mulia. Saya cuma tahunya pemilik RCTI adalah Harry Tanoe.”

Hakim tidak mau kalah. Hendra menunjuk berkas acara pemeriksaan (BAP) saksi yang menyebutkan, Wahyudi pernah melihat Rudi Tanoesoedibjo datang ke ruangan terdakwa RDU.

Menanggapi hal itu, Wahyudi mengatakan, jawaban pada BAP disampaikannya setelah dia bertanya kepada teman-temannya di Kemenkes sebelum diperiksa penyidik KPK. Menurut rekan-rekannya, orang itu adalah Rudi Tanoesudibjo, rekanan Kemenkes dalam proyek alkes.

Sedangkan bekas Kepala Tata Usaha (TU) Kemenkes Lilik Sri Wahyuni secara tegas menyatakan, pernah beberapa kali melihat Rudy  Tanoe bolak-balik Kemenkes. “Saya pernah melihat dia sejak zaman Pak Menkes Sujudi,” tandasnya.

Menurutnya, perusahaan Rudi Tanoe dikenal sebagai mitra Kemenkes. Ada beberapa proyek Kemenkes yang sebelumnya digarap PT Prasasti Mulia.

Tak berhenti sampai di situ, saat Menteri Kesehatan dijabat Siti Fadillah Supari, saksi juga pernah melihat Rudi Tanoe mendatangi ruang Menkes. Disinggung mengenai kepentingan kedatangan Rudi Tanoe, Lilik menyebut, untuk mengikuti audiensi proyek alkes flu burung.

Dalam sidang sebelumnya, pemilik PT Prasasti Mitra Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo mengaku tidak kenal terdakwa RDU.

Dia juga menyatakan, tidak pernah mengurus proyek pengadaan alat kesehatan flu burung 2007. “Saya tidak kenal terdakwa, dan tidak pernah mengurus proyek alat kesehatan flu burung,” katanya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam sidang pada Senin (24/6) lalu.

Rudi mengaku tidak pernah terlibat pengurusan penyediaan alkes. Dia juga menyatakan tidak pernah membuat proposal pengajuan proyek alkes flu burung. Bahkan, kata Rudi, dia tidak lagi terlibat kegiatan PT PM sejak 2003. Soalnya, sejak saat itu, Rudi menyerahkan urusan perusahaan kepada anak buahnya. “Sejak saat itu saya menyerahkan perusahaan kepada Sutikno.”

Namun, Rudi mengaku mengenal Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pada 2006. Perkenalan terjadi ketika Siti menyerahkan bantuan untuk korban tsunami di Aceh. “Saya bertemu ketika kami memberikan bantuan kepada korban tsunami di Aceh,” ujarnya.

Menurut saksi Wahyudi, proyek ini dilaksanakan perusahaan yang ditunjuk secara langsung. “Setahu saya, proyek dilaksanakan melalui penunjukan langsung,” katanya.

Pertimbangan mekanisme penunjukan langsung adalah, penanggulangan flu burung perlu dilaksanakan secara cepat. Dengan kata lain, kasus flu burung masuk kategori kejadian luar biasa.

Namun, saat hakim Hendra menanyakan, bagaimana  saksi bisa menyimpulkan, proyek itu dilakukan lewat mekanisme penunjukan langsung, Wahyudi tidak bisa memastikan 100 persen. Sebab, saksi tidak mengantongi dokumen tender proyek tersebut.

Wahyudi menyatakan, kesimpulan tentang mekanisme penunjukan langsung, diperoleh dari keterangan sejumlah koleganya di Kemenkes. Kontan, pernyataan tersebut membuat hakim penasaran. Made Hendra pun mengatakan, sebagai panitia penerima barang, tentu saksi mengetahui asal dan jenis barang yang dikirim ke Kemenkes.

Dari situ, saksi sedikit-banyak bisa menyimpulkan, apakah proyek yang mengantarkan bekas Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Kemenkes RDU sebagai terdakwa dilaksanakan lewat mekanisme penunjukan langsung atau tidak.

Tapi, Wahyudi mengaku tidak ingat persis jenis barang yang diterimanya. “Saya lupa barangnya apa saja,” tuturnya.

Ketika hakim meminta saksi mengurai mekanisme pemeriksaan barang-barang tersebut, Wahyudi mengatakan, informasi terkait rencana pemeriksaan barang diterima dari sekretaris panitia penerimaan barang, Tondo Sulistyo. Dalam pesannya, Tondo mengatakan, dalam waktu dekat panitia akan segera memeriksa barang.

Selang beberapa hari kemudian, tim mengecek barang terkait proyek alkes di wilayah Pulogadung, Sunter dan Kebayoran Lama. “Saya juga tidak ingat tanggal pastinya,” kata dia.

Tidak Boleh Seorang Pun Yang Terlewat
Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat menilai, langkah hakim dan jaksa menghimpun kesaksian di persidangan cukup sistematis. Rangkaian pemeriksaan saksi-saksi tersebut diharapkan mampu menguak semua fakta kasus ini.

“Kesaksian bekas Menkes itu menjadi hal krusial,” kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini, kemarin.

Pertentangan pendapat saksi dan terdakwa, menurut Marthin, menunjukkan adanya ketidaksinkronan dalam mengambil keputusan pelaksanaan proyek tersebut. Artinya, beda pendapat yang tajam ini bisa menjadi celah masuk untuk menggali fakta secara terbuka. “Ada starting poin yang perlu ditindaklanjuti secara cermat,” tandasnya.

Dia meminta, hakim dan jaksa yang menangani perkara tersebut, tidak berhenti menggali fakta sampai level ini saja. Dia menyarankan, semua nama yang disebut pada persidangan dimintai klarifikasi secara teliti.

Hal itu agar peran dan keterlibatan mereka menjadi terang-benderang. Terlebih, dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan, terdakwa melakukan kejahatan secara bersama-sama. “Jadi tidak boleh ada satu pun yang tertinggal,” tandasnya.

Azas ikut serta dalam perkara ini mesti jelas. “Apa, siapa dan bagaimana keikutsertaan pihak lainnya di sini perlu disampaikan kepada masyarakat,” tegasnya.

Hal ini sangat perlu alias mendesak untuk dilakukan. Mengingat perkara ini melibatkan sejumlah nama penting. Bukan hanya pengusaha, namun juga sejumlah elit partai.

Akan Ketahuan Jika Keterangan Saksi Bohong
Marwan Batubara, Koordinator KPKN

Koordinator LSM Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara meminta semua pihak memberikan keterangan yang benar dalam persidangan.

Bantahan dan kesaksian, jika bohong justru akan memberatkan hukuman, sekaligus menunjukkan keterlibatan dalam kasus ini. “Hakim dan jaksa tentunya memiliki formula atau teknik mengungkap perkara,” katanya.

Lantaran itu, menurut Marwan, para saksi akan ketahuan jika berbohong. Apalagi, jika saksi terlibat kejahatan bersama-sama terdakwa. Soalnya, parameter hakim dan jaksa dalam menilai keterlibatan seseorang, tidak didasarkan pada kesaksian semata. Ada alat bukti lain yang digunakan penegak hukum.

“Dokumen dan beragam temuan, serta saksi lainnya, menjadi alat bagi penegak hukum untuk menilai, apakah seseorang terlibat perkara atau tidak,” tandasnya.

Jadi, lanjut Marwan, apapun keterangan saksi di persidangan, akan menjadi masukan bagi hakim dan jaksa. Namun, kesaksian tersebut tidak sepenuhnya dapat dijadikan patokan untuk menentukan seseorang terlibat atau tidak dalam perkara ini.

Dengan kata lain, kesaksian-kesaksian tersebut sifatnya membantu hakim, jaksa serta penyidik KPK dalam menentukan langkah hukum. “Bisa jadi, semua bantaan yang disampaikan saksi dianggap mempersulit penyelesaian perkara,” tandasnya.

Akibat hal itu, tak tertutup kemungkinan bagi penegak hukum untuk mengubah status saksi menjadi tersangka. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Lolos OTT, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Gugat Praperadilan Lawan KPK

Jumat, 11 Oktober 2024 | 17:23

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

CEO Coinbase Umumkan Pernikahan, Netizen Seret Nama Raline Shah yang Pernah jadi Istrinya

Kamis, 10 Oktober 2024 | 09:37

Indonesia Vs Bahrain Imbang 2-2, Kepemimpinan Wasit Menuai Kontroversi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59

Mantan Kepala Bakamla Angkat Bicara soal Polemik Coast Guard

Selasa, 15 Oktober 2024 | 12:41

UPDATE

BI Salurkan Insentif Likuiditas Rp256,5 Triliun untuk Perbankan hingga Oktober 2024

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:44

Menteri AHY Resmikan Spartan Command Center

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:32

Menanti Perubahan Lewat Kabinet Kolaboratif Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:19

Lakukan Ekspansi Bisnis Petrosea Alokasikan Belanja Modal 400 juta Dolar AS

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:04

Jokowi Minta Maaf dan Pamit

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:58

IMF: China Tidak Bisa Lagi Andalkan Ekspor untuk Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:50

Prabowo-Gibran Harus Manfaatkan Bonus Demografi untuk Sejahterakan Rakyat

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:33

Harga Emas Antam Naik Gila-gilaan, Capai Rekor Tertinggi Lagi

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:21

Kemenag Minta Hari Santri Tidak Jadi Momen Seremoni Belaka

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:13

Soal Kehadiran Budi Gunawan di Acara Pembekalan Calon Menteri Prabowo, Ini Penjelasan PDIP

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:54

Selengkapnya