Ikon perubahan nasional DR Rizal Ramli minta DPR mengefektifkan fungsi tim monitoring yang ada untuk memastikan dana yang dialokasikan untuk Papua benar-benar bermanfaat buat warga di tingkat bawah. Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai sekitar Rp 32 triliun ternyata tidak dirasakan masyarakat, khususnya yang ada di pedalaman.
"Saya sering kedatangan banyak teman dari Papua, baik ke rumah maupun kantor. Teman-teman menyampaikan keluhan seputar kehidupan warga Papua yang masih jauh dari tingkat sejahtera. Ini sangat ironis. Papua punya kekayaan alam yang sangat berlimpah. Setiap tahun pemerintah telah mengalokasikan anggaran cukup besar, tapi warga Papua tidak bisa menikmati secara layak," ujar Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid kepada wartawan, usai bertemu Ketua DPR Marzuki Alie di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).
Penjelasan Rizal Ramli yang beberapa waktu lalu diangkat sebagai Bapak Papua oleh sejumlah tokoh Papua di Jakarta itu ditegaskan oleh Ketua Masyarakat Tanah Adat (MATA) Papua Alpius Pakage. Tokoh Papua yang juga ikut mendampingi bertemu Marzuki itu mengatakan, warga boleh dikatakan tidak memperoleh obat-obatan di Puskesmas atau rumah sakit di Nabire.
"Saya mau tanya, apa dana untuk kesehatan di Papua memang tidak dianggarkan? Kalau dianggarkan, kenapa kami di daerah tidak bisa berobat secara layak? Di mana macetnya? Siapa yang harus dikejar, Pemda atau Pemerintah Pusat? Kami di Papua ibarat ayam yang mati di lumbung padi," ungkap Pakage.
Menurut dia, kesulitan yang dialami masyarakat Papua nyaris merata di setiap lini kehidupan. Selain soal kesehatan, masyarakat juga tidak memperoleh sekolah atau pendidikan yang memadai. Begitu juga dengan akses ke berbagai layanan sosial yang mendasar lainnya dan sarana infrastruktur lain yang masih jauh dari memadai.
Marzuki menyatakan, sebetulnya DPR sudah punya badan khusus yang bertugas memonitor penyaluran DAU dan DAK untuk Papua. Namun diakuinya sampai kini belum menyentuh hal-hal mendasar seperti yang dikeluhkan Pakage.
"Soal penggunaan anggaran untuk Papua, sebetulnya lebih banyak ditentukan oleh para kepala daerah setempat. Bukan rahasia lagi, bila banyak pejabat kabupaten dan kota-kota di Papua yang lebih banyak berada di Jakarta daripada di wilayah tugasnya. Tapi saya kira ini masukan yang amat berharga dari pak Rizal Ramli. Kami akan jadikan bahan evaluasi, agar ke depan badan monitoring ini bisa lebih bermanfaat," katanya.
Sehubungan dengan itu, Rizal Ramli minta DPR harus membuat indikator untuk mengukur hasil kerja tim monitoring yang sudah ada agar bisa diketahui rakyat. Pasalnya, selama ini rakyat tidak pernah tahu apa saja hasil monitoring yang dilakukan tim ini. Yang paling utama, lanjut dia, jangan sampai besarnya anggaran yang dialokasikan di lapangan justru digunakan untuk hal-hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Menurut saya, ini masalah yang sangat serius. Saya khawatir ini ibarat bom waktu. Jika masyarakat Papua terus-menerus merasa diperlukan secara tidak adil, tuntutan merdeka akan dengan mudah kembali mencuat ke permukaan. Kita tidak menghendaki NKRI terpecah-belah karena salah urus para pemimpinnya," tukas Rizal Ramli yang juga calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu.
[dem]