Berita

Luthfi Hasan Ishaaq (LHI)

X-Files

Luthfi Diduga Beli Tanah Di Condet Hampir 6 Miliar

Menelusuri 4 Rumah LHI Yang Disita KPK
SELASA, 21 MEI 2013 | 10:27 WIB

Empat rumah yang diduga milik tersangka kasus sapi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) disita KPK pekan lalu. Tiga rumah beralamat di Jalan Batu Ampar III, RT 09 RW 03, Kelurahan Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. Satu beralamat di Jalan Haji Samali Nomor 27, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Kemarin siang, Rakyat Merdeka mendatangi tiga rumah yang disita KPK di Jalan Batu Ampar III itu. Plang sita KPK menempel di pagar depan perumahan tersebut. Ada enam rumah berjejer di perumahan ini. Empat rumah bergaya modern dipulas cat putih beraksen hitam. Tiga di antaranya telah disita. Tiga rumah ini, berdiri di tanah seluas 4200 meter persegi.

Menurut sekuriti di perumahan tersebut, tiga rumah itu tidak lagi berpenghuni sejak petugas KPK melakukan penyitaan pada Rabu sore (15/5). Ditanya siapa saja penghuni rumah tersebut, dia mengaku tidak tahu.  “Yang masih ditempati, rumah Pak Tanu Margono dan anaknya,” kata dia.


Sekadar mengingatkan, Tanu adalah pensiunan TNI yang merupakan pemilik awal tanah di perumahan tipe klaster ini. Kemudian, tanahnya itu diduga dibeli Luthfi. Lantaran itu, Tanu pernah diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus pencucian uang ini.

Menurut Ketua RT 09 Sarmadi, tanah tempat berdiri 6 rumah itu, semula memang milik pensiunan TNI bernama Tanu Margono. Tanah itu, lanjutnya, dibeli orang PKS pada akhir 2010 akhir.

“Waktu itu Pak Tanu bilang, tanah saya dibeli sama teman anggota DPR,” kata Sarmadi di teras rumahnya. Kediaman Sarmadi tepat di belakang kompleks rumah-rumah yang disita KPK itu.

Sarmadi mengaku tidak mengetahui berapa harga jual beli tanah tersebut. Dia hanya mengetahui, tanah itu dibeli secara kredit dengan uang awal Rp 1,9 miliar. Karena itu, menurutnya, sertifikat tanah itu masih atas nama Tanu Margono.

Namun, dia menambahkan, berdasar Nilai Jual Beli Objek Pajak (NJOP) 2010, harga tanah di lokasi itu Rp 1,4 juta per meter.

“Kalau ingin tahu harga totalnya, kalikan saja 4200 meter dengan Rp 1,4 juta. Jadi, harganya waktu itu Rp 5 miliar lebih,” hitungnya. Jika dihitung, didapatkan angka Rp 5.880.000.000. Hampir Rp 6 miliar,” jelasnya.

Setelah tanah itu dibeli orang PKS, dibangunlah rumah bertipe klaster.

Pada awal 2013, rumah tersebut selesai dibangun. Setiap rumah dipasangi lambang PKS seukuran 1,5 meter di tembok depannya. “Pak Tanu ngambil rumah di sana satu, tapi minta dicopot lambang PKS-nya,” cerita Sarmadi.
Dia menjelaskan, salah satu rumah itu dijadikan kantor koperasi syariah. “Waktu penyitaan, masih ada karyawan yang kerja,” katanya.

Salah satu rumah yang disita, lanjut Sarmadi, dihuni Ahmad Zaky bersama keluarganya. Sarmadi mengetahuinya saat istri Zaky mengunjungi rumahnya untuk melapor. “Penghuni lain saya tidak tahu, karena tak pernah ada yang lapor,” ucapnya. Seperti diketahui, Zaki adalah stafnya Luthfi Hasan Ishaaq.

Rumah keempat Luthfi yang disita KPK beralamat di Jalan Haji Samali Nomor 27 RT 10 RW 01 Kelurahan Pejaten Barat, Pasar Minggu. Saat didatangi, rumah ini sudah tidak berpenghuni dan tidak terawat. Gerbang besi bercat cokelat setinggi dua meter digembok. CCTV yang sebelumnya terpasang di sudut-sudut pagar sudah dicopot. Rumah ini sebelumnya dihuni istri pertama Luthfi, Sutiana Astika bersama anak-anak mereka.

Menurut Ketua RT 10 Mamat, rumah tersebut bukan atas nama Luthfi Hasan Ishaaq. “Kalau dari kartu Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Ahmad Zaky,” kata Mamat yang ditemui di rumahnya.

Mamat menyatakan, sebelum berpindah tangan ke Zaky, rumah itu dimiliki Salam Gani (almarhum). Rumah Salam tidak jauh dari rumah yang disita KPK itu. Mamat mengaku tidak mengetahui pasti kapan terjadi jual beli antara pemilik pertama dengan Zaky. “Mungkin awal 2012. Saya tidak dikasih tahu. Mungkin waktu saya lagi sakit,” katanya.

Saat rumahnya didatangi di Jalan Haji Samali 63, istri Salam, Suryani tidak di tempat. Seorang pembantu yang membukakan pintu mengatakan, majikannya sedang mengunjungi anaknya yang kuliah di Bandung.

“Mungkin minggu depan baru balik,” katanya. Namun, dia mengakui bahwa rumah yang disita KPK di Jalan Samali 27 adalah bekas milik majikannya. “Tapi kalau dijual berapa saya tidak tahu,” katanya.

Pengacara Luthfi, M Assegaf mengaku tidak mengetahui berapa harga rumah di Jalan H Samali, Pasar Minggu, maupun rumah di Batu Ampar, Condet yang telah disita KPK. Namun, katanya, rumah-rumah itu tidak ada satu pun yang atas nama Luthfi Hasan Ishaaq.

“Yang satu atas nama Zaky, yang lain saya tidak ingat. Masih belum lunas, karena belinya kredit melalui bank,” katanya saat dihubungi lewat telepon, tadi malam. “KPK tidak jeli menelusuri aset-aset Luthfi. Masak milik bank disita juga,” lanjutnya.

Kata Assegaf, sebelum melakukan penyitaan, KPK seharusnya terlebih dahulu memastikan bahwa aset yang disita adalah benar-benar milik tersangka. â€Kalau sekarang ini, KPK menyita tanah dan rumah milik orang lain,” ucapnya.

KILAS BALIK
KPK Sita Rumah Hingga Mobil Luthfi


Bermula dari perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi, bekas anggota Komisi I DPR Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) terjerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sebuah perumahan tipe klaster di Jalan Batu Ampar III, Kelurahan Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur, dicurigai KPK sebagai salah satu tempat pencucian uang itu. Makanya, penyidik KPK memeriksa pensiunan TNI Tanu Margono dan istri, Yatje Margono sebagai saksi pada 19 April lalu.
 
Tanu datang ke Gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan  ditemani bekas Komandan Pusat Polisi Militer Mayjen (purn) Syamsu Djalal. Menurut Syamsu, pemeriksaan itu kemungkinan mengenai sebidang tanah milik Tanu yang dibeli orang PKS. “Mungkin uangnya itu hasil pencucian uang,” katanya.

Untuk menelusuri aset Luthfi, KPK juga memeriksa Bendahara Umum PKS Machfudz Abdurrahman sebagai saksi pada Rabu (17/4) lalu.

Machfudz tiba di Gedung KPK pukul 9.30. Saat keluar dari Gedung KPK Pukul 16.40, wajahnya terlihat lelah.

Saat akan meninggalkan Gedung KPK, Machfudz mengaku tidak ditanya penyidik mengenai rumah di Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur yang diduga milik Luthfi. “Tidak ada, tidak ada,” ucapnya.

Machfudz mengaku ditanya 10 pertanyaan oleh penyidik. Antara lain soal aset dan laporan keuangan PKS. “Saya dimintai keterangan mengenai mobil mana yang milik partai, dan mana yang milik LHI. Sudah saya jelaskan semuanya ke penyidik,” akunya.

 Kata Mahfudz, di antara mobil-mobil tersebut ada yang disita KPK, yakni VW Caravelle. “Tapi, itu punya partai,” kata Machfudz.

Sebelum menyita empat rumah yang diduga milik Luthfi, KPK menyita enam mobil yang diduga milik bekas Presiden PKS itu. Yaitu, Toyota Fortuner B 544 RFS, Mitsubishi Grandis B 7476 UE, Nissan Frontier Navara, Mazda CX-9 bernomor B 3 MDF, Pajero Sport dan VW Caravelle B 948 RFS. Mobil itu disita dari kantor DPP PKS, Jakarta.

Berdasarkan penelusuran Rakyat Merdeka, Toyota Fortuner B 544 RFS diatasnamakan office boy kantor DPP PKS Abdullah Sani. Hal itu diakui orangtua Sani, Saroji saat ditemui di rumahnya, Pejuang Jaya, Bekasi Barat pada Rabu (8/5).

Kemudian, Mitsubishi Grandis atas nama Herma Yudhi Irwanto, warga Kelapa Dua Raya RT 005/11, Tugu, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Ditemui di rumahnya pada Kamis (9/5), Herma mengaku tidak tahu kenapa KPK menyita mobilnya. Dia pun mengaku tidak punya hubungan dengan Luthfi atau PKS. Tapi, saat ditanya apa pekerjaannya, Herma tidak mau menjawab.

Ditanya, kenapa Mitsubishi Grandis itu ada di tempat penyitaan, Herma mengaku bahwa mobilnya tengah diperbaiki di bengkel sebelah kantor DPP PKS. Dia beralasan, beberapa rekannya menginformasikan, teknisi bengkel tersebut bagus.

Selanjutnya, Nissan Navara atas nama Rantala Sikayo, asisten pribadi Luthfi. Karena itulah, Rantala diperiksa penyidik KPK sebagai saksi pada Jumat (10/5) lalu.

Ditanya hubungannya dengan LHI, Rantala mengaku sebagai asisten pribadi LHI, saat LHI masih menjabat anggota Komisi I DPR. Rantala bekerja sebagai asisten sejak tahun 2006 dan bertugas di ruang kerja LHI di Gedung DPR.

Rantala mengaku ditanya penyidik mengenai mobil Nissan Navara yang diduga atas nama Rantala Sikayo.

Ingatkan KPK Agar Kasus Sapi Nggak Sepotong-sepotong
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago meminta KPK segera merampungkan berkas tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AF).

Taslim juga berharap, KPK sangat serius mengusut kasus ini sampai ke semua pihak yang terlibat. Sehingga, penanganan kasus ini utuh alias tidak sepotong-sepotong. “Harapan kita, semua yang terlibat diusut tuntas, bukan hanya LHI atau AF saja,” ujar anggota DPR dari PAN ini.

Dalam penanganan perkara suap ini, lanjutnya, KPK memiliki kewenangan untuk mengembangkannya ke arah kasus pencucian uang. KPK juga memiliki kewenangan untuk menyita aset para tersangka yang diduga dari hasil kejahatan atau tindak pidana.

Taslim pun mendorong KPK untuk memiskinkan para koruptor. Namun, dia mewanti-wanti, apa yang dilakukan KPK harus sesuai hukum. “Jangan sampai ingin menegakkan hukum, tapi dengan cara menabrak hukum,” ucapnya.

Jika yakin bahwa rumah yang mereka sita milik tersangka Luthfi, maka KPK harus bisa membuktikannya di pengadilan. “Jika gagal, maka KPK akan rugi sendiri. KPK bisa dinilai mempolitisasi kasus ini,” ujarnya.

Dia mewanti-wanti, KPK mesti cermat melakukan penyitaan aset-aset tersangka. Ketika akan menyita, KPK harus memastikan dahulu bahwa aset itu benar milik tersangka. “Kalau ternyata barang yang disita bukan milik tersangka, tentu pemiliknya akan merasa rugi,” katanya.

Biasanya Memang Bukan Atas Nama Tersangka

Yenti Garnasih , Pengajar Hukum Pidana

Dosen hukum pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih menilai, penyitaan aset yang dilakukan KPK sudah tepat.
 
Menurut dia, KPK memang berhak melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang diduga disamarkan atau dipindahtangankan tersangka, yang pembeliannya berasal dari hasi kejahatan.

 â€œNanti tinggal bagaimana KPK dan pengacara beradu bukti untuk membuktikan di pengadilan. Apakah aset tersebut berkaitan dengan tersangka atau tidak,” katanya, kemarin.

Yenti menambahkan, aset-aset yang diduga dibeli dari hasil kejahatan atau tindak pidana, biasanya tidak atas nama tersangka. “Namanya saja pencucian uang.

Tentu tersangka berusaha agar aset pencucian uang itu tidak terlihat,” ujarnya.

Dia mengakui, menelusuri aset-aset milik tersangka pencucian uang tidak mudah. Ketelitian KPK sangat dibutuhkan dalam menelusuri aset yang dibeli dari hasil kejahatan.

Melalui kasus pencucian uang tersebut, Yenti berharap, KPK bisa menemukan tersangka yang lain. “Patut diduga, LHI tidak melakukan pencucian uang sendirian. Tapi ada juga pihak lain. Tidak hanya kasus kuota impor daging sapi, bisa juga ada kasus korupsi yang lebih besar,” katanya.

Menurut Yenti, KPK tidak akan gegabah menetapkan tersangka kasus pencucian uang. Kata dia, kasus pencucian uang dikembangkan saat tersangka diminta menjelaskan aset-aset yang dimilikinya. Apakah ada kekayaan atau aset LHI yang tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR, misalnya.

“Jika tersangka tidak bisa menjelaskan dari mana asal asetnya tersebut, maka KPK bisa mulai melakukan penyidikan,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya