Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengembangkan kasus korupsi pengadaan Alquran dan alat laboratorium komputer di Kementerian Agama.
Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, kasus itu tidak berhenti pada Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya, kendati persidangan dua terdakwa ini di Pengadilan Tipikor Jakarta sudah dekat pada putusan majelis hakim.
“Masih kami kembangkan. Tapi, pengembangannya tentu dari data dan fakta yang ada. Bukan mengarah-ngarah,†kata Johan pada Jumat (10/5) lalu.
Dalam sidang tuntutan untuk Zulkarnaen dan Dendy pada Senin (6/5) lalu, nama Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso kembali disebut jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa KPK mengatakan, politisi Golkar itu mendapat alokasi dana dari pengadaan Alquran dan laboratorium di Kemenag. Dalam sidang tersebut, Zulkarnaen dan Dendy yang merupakan bapak dan anak, masingmasing dituntut 12 tahun dan 9 tahun penjara.
Apakah KPK akan memanggil Priyo Budi Santoso? Menurut Johan, KPK sedang melakukan validasi atau cross check, apakah Priyo Budi menerima uang imbalan dari dua proyek yang digarap bareng oleh Zulkarnaen, Dendy Prasetya dan Fahd A Rafiq tersebut.
Meski begitu, Johan menyatakan, KPK belum mengagendakan pemanggilan Priyo. “Memvalidasi itu tidak harus memanggil yang bersangkutan. Apalagi, dalam sidang ada saksi yang menyatakan hanya mencatut nama Priyo,†ingat Johan. Yang mengaku hanya mencatut nama Priyo adalah saksi Fahd A Rafiq.
Selain itu, lanjut Johan, KPK sedang menyidik tersangka Ahmad Jauhari (AJ).
Jauhari adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag yang ditetapkansebagai tersangka pada awal Januari lalu.
Dalam sidang tuntutan terhadap Zulkarnaen dan Dendy, jaksa KPK KMS Roni dan kawan-kawan membacakan sejumlah rekaman pembicaraan, kesaksian dan petunjuk lain. Fakta persidangan itu, antara lain mengenai pembagian uang yang ditulis tangan oleh Fahd, menjadi landasan JPU menuntut Zulkarnaen dan Dendy.
Dalam surat tuntutan terhadap Zulkarnaen dan Dendy, JPU KPK menuliskan PBS sebagai singkatan dari Priyo Budi Santoso. Hal ini berdasarkan catatan tangan Fahd yang ditemukan penyidik KPK. Dalam catatan itu, PBS disebut mendapatkan fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dan pengadaan Alquran 2011.
Fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer 2011 yang nilainya Rp 31,2 miliar, mengalir ke enam pihak, yakni ke Senayan (Zulkarnaen) sebesar 6 persen, Vasco Ruseimy atau Syamsu 2 persen, kantor 0,5 persen, PBS 1 persen, Fahd 3,25 persen dan Dendy 2,25 persen.
Dari pengadaan Al Quran 2011 senilai Rp 22 miliar, kembali disusun pembagian
fee yang rinciannya, sebesar 6,5 persen ke Senayan (Zulkarnaen), 3 persen ke Vasco atau Syamsu, 3,5 persen ke PBS, 5 persen untuk Fahd, 4 persen untuk Dendy dan 1 persen untuk kantor. Namun, tidak dijelaskan kantor apa yang dimaksud dalam surat dakwaan tersebut.
Namun, Fahd membantah bahwa dia memberi fee untuk Priyo. Fahd mengaku hanya mencatut nama Wakil Ketua DPR itu untuk menakut-nakuti pihak Kementerian Agama. Priyo pun sudah berkali-kali membantah dugaan keterlibatan dirinya dalam kasus tersebut.
Pada awal Januari lalu misalnya, Priyo mengatakan heran, kenapa namanya dikait-kaitkan dengan proyek Alquran. Priyo mengaku tidak tahu proyek itu, karena tidak ada hubungannya dengan tugas dia sebagai Wakil Ketua DPR bidang polkam.
“Jadi, 100 persen, saya tidak tahu-menahu dan tidak ada kaitannya,†kata Ketua Umum Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong (MKGR), organ sayap Partai Golkar ini. Seperti diketahui, Fahd pun berasal dari MKGR. Priyo yakin, proses pengadilan akan berjalan jujur, transparan, apa adanya, tidak mengkait-kaitkan orang yang tidak ada hubungan dengan dirinya.
Kilas BalikDuit Masuk Melalui PT PJANUang terkait kasus pengadaan Alquran dan komputer di Kementerian Agama, antara lain masuk melalui rekening PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN), milik terdakwa Dendy Prasetya.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, pencairan cek dan aliran dana ke rekening PT PJAN terkait fee proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer. Dalam dakwaan digambarkan, PT PJAN merupakan penampung uang fee proyek pengadaan Alquran dan labkom madrasah.
Dalam pengadaan Alquran, rekanan PT PJAN, yakni PT Batu Karya Mas (BKM) yang dimiliki oleh Abdul Kadir Alaydrus diduga mentransfer uang Rp 9,650 miliar pada Desember 2011. Sementara untuk proyek labkom, Abdul Kadir diduga menggelontorkan dana Rp 4,740 miliar.
Uang tersebut diduga sebagai imbalan atas upaya terdakwa memenangkan PT BKM sebagai pelaksana proyek. “Saya tidak tahu, dana itu untuk keperluanproyek apa,†aku Lidya Anggraeni Putri, bekas karyawan PT PJAN yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang pada Kamis sore (11/4) lalu.
Tapi, Lidya mengaku pernah diperintah atasannya, Dendy Prasetya untuk mencairkan cek. Dia membeberkan, pencairan cek dilakukan pada Desember 2011. Ia mengaku tak ingat tanggalnya.
Nominal cek yang dicairkan, pertama senilai Rp 1,5 miliar. Begitu cek cair, dia memasukkan dana tersebut ke rekening PT PJAN. Dia juga pernah mencairkan beberapa lembar cek senilai Rp 1,7 miliar ke rekening PJAN. Sehingga, jumlahnya Rp 3,2 miliar. Namun, dia mengaku tak ingat, darimana cek berasal serta dalam kaitan pekerjaan apa cek tersebut dibayarkan ke PJAN.
“Saya tidak tahu untuk pembayaran proyek apa,†katanya.
Selain mencairkan cek, dia juga pernah mendapati sejumlah aliran uang masuk ke rekening PT PJAN. Dia menyatakan, transaksi masuk ke rekening perusahaan, biasanya diperuntukkan bagi pembayaran proyek.
Tugasnya selama bekerja di PT PJAN, lanjut Lidya, hanya mengkalkulasi dana masuk dan dana keluar. Dia mengaku tidak bisa memastikan, siapa yang mengirim dana ke rekening PJAN tersebut.
Menurutnya, rekening PT PJAN terdiri dari dua rekening Bank Mandiri Cabang DPR dan dua rekening BCA, satu di Cabang Bidakara dan satu lagi di Cabang Margonda, Depok.
“Yang saya tahu, dana yang masuk di rekening perusahaan adalah uang pembayaran proyek,†katanya.
Dia juga mengaku tak tahumenahu bila perusahaannya terlibat pengurusan proyek Alquran dan laboratorium komputer untuk madrasah di Kementerian Agama. Soalnya, proyek yang biasanya digarap PT PJAN meliputi bidang jasa telekomunikasi seperti pembangunan BTS provider seluler.
KPK Mestinya Menelusuri Fakta Di PersidanganSyarifuding Suding, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Syarifuding Suding menyatakan, persidangan kasus pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama menunjukkan dugaan aliran dana ke beberapa pihak.
Karena itu, Suding meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menelusuri data dan fakta yang terungkap di persidangan.
“Apa yang tertulis dalam surat tuntutan, tentunya menjadi modal untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini,†kata anggota Fraksi Partai Hanura DPR ini.
Dia pun meminta KPK profesional dan proporsional menindaklanjuti kasus ini. Menurutnya, apa yang ditulis jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam tuntutan untuk terdakwa Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya tentu berdasarkan bukti.
“Tidak mungkin jaksa menulis tuntutan hanya mengadangada,â€ujarnya.
Tapi, kenapa belum ada tindaklanjut KPK? Menurut Suding, KPK masih menunggu putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang memimpin persidangan kasus tersebut. “Apakah majelis hakim memasukkan aliran dana tersebut dalam putusannya atau tidak,†ucapnya.
Kata Suding, bisa saja hakim menganggap apa yang disebut jaksa mengenai aliran dana ke sejumlah pihak itu, merupakan pengakuan subjektif saksi.
Sehingga, majelis hakim mengenyampingkan hal tersebut.
“Tapi jika sudah masuk dalam pertimbangan hakim, maka wajib hukumnya bagi KPK menelusuri dan mengembangkan kasus tersebut,†ucapnya.
Dia menambahkan, untuk mengembangkan kasus ini, para pihak yang disebut dalam persidangan sebaiknya segera dimintai keterangan sebagai saksi. “Pemeriksaan itu, sedikit banyak akan menjabarkan dugaan keterlibatan berbagai pihak,†tandasnya.
Jangan Sampai Masyarakat Dibuat Bertanya-tanyaBoyamin Saiman, Koordinator MAKI Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengembangkan kasus pengadaan Alquran dan laboratorium di Kementerian Agama.
Kata dia, setelah Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya disidang, kasus tersebut sudah terlihat lebih terang dari sebelumnya. Apalagi, sejumlah fakta yang tersembunyi sudah terungkap di persidangan.
“Sekarang, tinggal KPK mau atau tidak menggunakan data yang terungkap di persidangan itu untuk mengembangkan kasus ini,†ujarnya.
Boyamin meminta KPK segera menindaklanjuti sejumlah fakta yang terungkap di persidangan itu. Termasuk mengenai dugaan aliran dana ke sejumlah pihak. Jika ada politisi yang terlibat, kata dia, maka KPK perlu memvalidasi informasi tersebut. “Jangan sampai masyarakat dibuat bertanya-tanya dan berpikir, KPK tidak serius mengungkap kasus ini,†ucapnya.
Jika ada sejumlah nama disebut-sebut menerima aliran dana, lanjut Boyamin, maka KPK harus menelusuri informasi tersebut.
Apakah benar atau tidak. Minimal, meminta keterangan dari yang bersangkutan. “KPK jangan ragu mengusut dugaan keterlibatan politisi dalam kasus ini. Tidak ada yang kebal hukum di Indonesia,†tandasnya.
Namun, dia mengingatkan, KPK agar berhati-hati mengembangkan kasus tersebut. Jangan sampai yang tidak terlibat malah diseret. “Sedangkan pihak yang terlibat malah melenggang bebas,†wanti-wantinya.
Sebab itu, kata Boyamin, KPK harus bergerak cepat untuk menindaklanjuti informasi yang terungkap di persidangan. “Komitmen KPK memberantas korupsi tanpa pandang bulu harus dibuktikan,†tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]