KPK menyegel lima mobil yang diduga milik tersangka kasus suap kuota impor daging sapi Luthfi Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS. Salah satunya Mitsubishi Grandis bernomor B 7476 UE.
Dalam dokumen kepemilikan mobil yang dikeluarkan Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya disebutkan, Mitsubishi Grandis itu keluaran 2005. Dalam dokumen itu tertera, mobil tersebut atas nama Herma Yudhi Irwanto. Herma adalah warga Kelapa Dua Raya RT 005/11, Tugu, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Ditemui Rakyat Merdeka di rumahnya, kemarin, Herma mengaku tidak tahu kenapa KPK menyita mobilnya. Dia pun menyatakan tidak punya kaitan dengan bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak. “Saya baru tahu kabar penyitaan mobil dari istri saya,†kata Herma yang saat ditemui mengenakan kaos biru.
Ditanya kenapa Mitsubishi Grandis itu ada di tempat penyitaan, Herma mengaku bahwa mobilnya tengah diperbaiki di bengkel sebelah kantor DPP PKS. Dia beralasan, beberapa rekannya menginformasikan, teknisi bengkel tersebut bagus.
Jika perbaikan selesai, lanjut Herma, mobil tersebut rencananya dijual. “Tidak enak kalau dijual dalam kondisi bunyi-bunyi di mesin dan bodinya. Maklum, mobil tua. Saya juga belinya bekas,†kata pemilik rumah tingkat berpagar hitam ini.
Mobil itu, klaim Herma, masuk bengkel pada Kamis pekan lalu (2/5). Belum selesai diperbaiki, katanya, mobil itu diberi garis penyitaan oleh KPK.
Mendengar kabar penyitaan itu, dia berupaya bertanya kepada pengacara tersangka Luthfi, Zainuddin Paru, apakah kaitan mobilnya dengan kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang.
Tapi, Herma menampik begitu disimpulkan bahwa dia mengenal Zainuddin Paru dan Luthfi Hasan. Sejurus kemudian, dia mengaku, jangankan kenal secara pribadi, nomor telepon Zainuddin Paru saja tidak punya.
Herma juga mengaku tidak mengenal orang-orang Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tapi, saat ditanya apakah kegiatannya sehari-hari, Herma merahasiakannya. Para tetangga di lingkungan rumahnya pun mengaku tidak tahu apa pekerjaan Herma.
“Dia pendatang di sini,†ucap salah satu tetangga yang enggan disebutkan namanya.
Herma juga tidak mau bicara mengenai dua mobil lain yang terparkir di garasi rumahnya, yaitu Nissan X-Trail hitam bernomor B 9092 BS dan Mitsubishi Pajero Sport putih. Riuh rendah tiga anak yang bermain sepakbola di gang depan rumah pun tak membuatnya kehilangan konsentrasi. Dia tetap fokus mengatakan, tidak tahu apa kaitan Grandis tersebut dengan kasus yang menyeret bekas Presiden PKS itu.
Disinggung soal surat panggilan dari KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi, Herma mengaku tidak menerimanya. “Surat apa ya? Tidak ada,†ucapnya.
Menurut dia, sejauh ini belum ada surat apapun dari KPK atau DPP PKS untuk dirinya. Begitu pun saat ditanya mengenai kesiapannya mendatangi KPK untuk menanyakan penyitaan mobil itu, dia belum berpikir sampai ke sana.
Katanya, saat ini dia berusaha maksimal mencari tahu, apa yang melatari penyitaan mobilnya. Namun, dia tak mau menyebut langkah-langkah apa yang telah ditempuh, berikut kepada siapa saja dia menanyakan penyitaan tersebut.
KPK menyangka ada lima mobil yang terkait Luthfi Hasan. Kendaraan itu diparkir di kantor DPP PKS Jl TB Simatupang, Jakarta. Mobil yang rencananya dibawa ke kantor KPK itu adalah Mitsubishi Grandis B 7476 UE, Mazda CX9 B 3 MDF, VW Caravelle B 948 RFS, Nissan Frontier Nafara dan Toyota Fortuner B 544 RFS.
Saat dihubungi, kemarin, Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, lima mobil di kantor DPP PKS itu belum disita, melainkan disegel. Soalnya, penyitaan belum bisa dilakukan.
Tapi, dia mengaku belum tahu, apakah Herma yang mengaku sebagai pemilik Mitsubishi Grandis itu sudah dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi atau belum. “Akan saya cek ke penyidik,†kata Johan.
Dari informasi yang disampaikan penyidik, menurut Johan, mobil yang atas nama Luthfi Hasan Ishaaq hanya Mazda CX 9. Kendati begitu, KPK yakin empat mobil lainnya milik Luthfi, tapi diatasnamakan orang lain. Sehingga, KPK menyegel lima mobil di kantor DPP PKS, Jakarta.
Menurut pengacara tersangka Luthfi, Zainuddin Paru, upaya penyitaan itu terlampau dipaksakan KPK. Sebab, sebut dia, KPK tidak melihat mana mobil milik kliennya dan mana yang bukan.
“Karena itu upaya penyitaan ditentang,†tandasnya.
Kata Zainuddin, mobil milik kliennya hanya Mazda CX9 dan Pajero Sport Hitam. “Mobil lainnya adalah mobil partai dan kader PKS,†katanya.
KILAS BALIK
Lima Mobil Itu Disegel Merah
Upaya KPK menyita lima mobil yang diduga milik tersangka kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq pada Senin malam (6/5), gagal.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, upaya penyitaan itu bermula dari penggeledahan di kantor DPP PKS yang berujung penyegelan mobil-mobil itu.
Tim penyidik yang beranggotakan 4-5 orang berangkat menuju kantor DPP PKS, sekitar pukul 8 malam. Mereka membawa saksi bernama Ahmad Zaky. Orang ini dianggap KPK tahu mengenai status kendaraan yang diparkir di kantor DPP PKS, karena dia adalah ajudan Luthfi Hasan Ishaaq, bekas Presiden PKS.
“Sampai di sana, penyidik menunjukkan identitas dan surat sita. Petugas di sana tidak mau dan menghalang-halangi,†kata Johan.
Ada puluhan orang yang menghalangi kedatangan penyidik dan tidak mengizinkan penyidik KPK menyita mobil itu. Kalah jumlah, penyidik KPK mengalah. Akhirnya, penyidik hanya memasang tanda segel pada mobil yang ada di situ. Pukul 11 malam, KPK pulang dengan tangan kosong.
Siang harinya, Selasa (7/5), sekitar pukul 1 siang, penyidik KPK kembali lagi ke markas PKS. Namun, pintu gerbang depan dan belakang digembok.
“Penyidik bersikap persuasif. Mobil-mobil tersebut berkaitan dengan LHI,†jelas Johan.
Menurut Johan, penyidik datang dengan dokumen dan surat lengkap, juga ada berita acara penolakan penyitaan. Tapi, penjaga di sana tidak mau tanda tangan.
Dari balik gerbang, wartawan melihat ada sejumlah mobil dikumpulkan dan diparkir di halaman PKS. Kendaraan yang hendak disita, ditandai dengan kertas segel warna merah KPK, dipalang sejumlah mobil lainnya.
Ban-ban mobil itu juga gembos. Empat mobil yakni Nissan Navaro, Mitsubishi Grandis, Mazda CX 9, dan Pajero Sport dikumpulkan. Sementara satu mobil lagi, Toyota Fortuner, diparkir terpisah. Sekitar 20-30 orang berpakaian bebas berkumpul di Gedung DPP PKS. Wartawan dilarang mendekat ke gerbang kantor itu.
Johan menegaskan, dalam penyidikan suatu kasus, KPK tidak dilatarbelakangi hal-hal yang berkaitan dengan partai. KPK punya bukti-bukti bahwa mobil-mobil itu berkaitan dengan Luthfi.
Kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru memprotes langkah penyegelan yang dilakukan KPK. Dia menuding KPK sewenang-wenang. Menurutnya, tidak semua mobil yang akan disita itu milik Luthfi. Dari lima mobil, milik kliennya hanya Mazda putih dan Mistubishi Pajero hitam. “Sisanya, mobil partai dan milik kader PKS lainnya,†imbuh Zainudin.
Ada dua hal yang menjadi keberatan tim kuasa hukum Luthfi. Pertama, KPK datang tanpa membawa surat penyitaan, sehingga petugas tidak tahu mobil mana yang akan disita. “Wajar jika petugas pengamanan menanyakan surat-surat itu,†katanya.
Ban kelima mobil itu dikempesin. Apakah itu untuk menghalangi mobil dibawa ke KPK? Zainuddin justru menyatakan sebaliknya. Menurutnya, pengempesan itu justru untuk mencegah agar mobil tak dibawa keluar oleh pemiliknya, menghindari delik baru.
Pengempesan itu, dilakukan saat petugas KPK sudah meninggalkan area kantor DPP PKS. “Para pemilik mobil tidak terima mobilnya disita, sehingga mereka ingin membawa keluar. Ketika berkonsultasi dengan saya, saya melarangnya,†tegas Zainudin.
KPK menyangka ada lima mobil yang diduga milik Luthfi. Kendaraan itu diparkir di kantor DPP PKS, Jakarta. Jumlahnya lima, VW Carravelle B 948 RFS, Mazda CX9 B 2 MDF, Fortuner B 544 RFS, Nissan Navara serta Pajero Sport.
Aset Pelaku TPPU Umumnya Atas Nama Orang Lain
Fadli Nasution, Ketua PMHI
Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menilai, pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU), umumnya mengatasnamakan aset ke nama orang lain. Tujuannya, supaya aset yang diperoleh dengan cara melanggar hukum, sulit dilacak.
“Pola itu umum dilakukan para pelaku kejahatan. Upaya menyembunyikan aset dengan cara seperti itu termasuk kategori tradisional,†kata Fadli, kemarin.
Untuk menelusuri aset yang diatasnamakan orang lain itu, menurut Fadli, Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan senjata andalan aparat seperti penyidik KPK.
Lantaran itu, dia meminta semua pihak yang diduga terkait kasus TPPU, tidak kalang kabut alias kebakaran jenggot. Toh, kata Fadili, hukum memberi kesempatan seluas-luasnya bagi mereka yang diduga terkait TPPU untuk mengklarifikasi asal-usul asetnya.
“Sampaikan kepada penegak hukum asal-usul aset tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik berkepanjangan,†sarannya.
Dia membandingkan modus kejahatan pencucian uang dengan cara mengalihkan kepemilikan mobil dengan kejahatan perbankan. Biasanya, sambung Fadli, kejahatan perbankan menggunakan modus canggih. Seseorang bahkan tidak tahu bila rekeningnya sempat dijadikan sarana untuk mentransfer hasil pembobolan bank atau hasil pencucian uang.
Fadli menggarisbawahi, untuk menuntaskan persoalan penyitaan aset ini, idealnya sinkronisasi dan koordinasi antara KPK dan DPP PKS dikedepankan. Dengan begitu, kontroversi dapat diminimalisir melalui argumen hukum yang proporsional.
Penyitaan Aset Tersangka Korupsi Wewenang KPK
Aditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Aditya Mufti Ariffin menyatakan, penyitaan aset tersangka perkara korupsi merupakan salah satu wewenang KPK. Tapi, dia mengingatkan agar penyitaan dilakukan secara proporsional, tidak melanggar hukum.
“Langkah KPK idealnya tidak menyalahi ketentuan hukum,†wanti-wanti anggota DPR dari Fraksi PPP ini, kemarin.
Maksud Aditya, mekanisme penyitaan aset tersangka hendaknya dilakukan secara benar. Diikuti surat perintah penyitaan dan dilaksanakan oleh petugas yang ditentukan.
Surat perintah penyitaan itu umumnya berisi keterangan rinci mengenai keterkaitan barang yang disita dengan perkara yang melilit seseorang.
Bila merujuk pada Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penyitaan aset tersangka ditujukan supaya tersangka tidak menghilangkan barang bukti. “Juga supaya bisa digunakan untuk mengembalikan kerugian negara secepatnya, dan memudahkan eksekusi manakala tersangka ditetapkan menjadi terpidana,†katanya.
Namun, bila hakim memutuskan aset-aset tersebut tidak terkait perkara, semestinya KPK memberikan penjelasan seluas-luasnya kepada publik.
“Hendaknya ada upaya konkret dari KPK dalam mengembalikan nama baik seseorang,†tandasnya.
Dia berharap, masalah penyitaan aset tersangka Luthfi Hasan Ishaaq dapat diselesaikan KPK secara baik. Karena pada prinsipnya, menurut Aditya, persoalan utama perkara ini dari sisi KPK, bukan semata pada penyitaan aset.
Melainkan, bagaimana mengumpulkan bukti-bukti yang dapat dijadikan bahan untuk mendakwa dan menuntut dalam persidangan yang terbuka untuk masyarakat. [Harian Rakyat Merdeka]