Sejumlah calon presiden dan partai politik alternatif menolak menempuh jalan revolusi ekstraparlementer untuk mengakhiri keadaan bangsa yang kacau berantakan saat ini.
Ketua Dewan Pembina Prabowo Subianto dan Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh misalnya, berargumen revolusi dapat ditempuh melalui jalan Pemilu atau yang mereka istilahkan "revolusi TPS".
"Pertanyaannya, apa mungkin revolusi dapat dilakukan oleh parpol 'mie instan' serta Capres dan Caleg 'cepat saji' pada Pemilu 2014? Jawabannya jelas, tidak mungkin," jelas Koordinator Petisi 28 Haris Rusly (Selasa, 7/5).
Haris Rusly menjelaskan, revolusi adalah sebuah konsepsi perubahan yang dilakukan secara cepat dan mendasar, dengan melibatkan kekuatan rakyat yang sadar dan termimpin.
Sementara itu, katanya, 99 persen parpol, capres dan caleg, termasuk Prabowo Subianto dan Surya Paloh, berpandangan bahwa kekuatan uang adalah segala-segalanya untuk membeli kemenangan di Pemilu.
Makanya yang dilakukan oleh parpol, capres dan caleg adalah mengumpulkan para pengusaha sebagai donatur, memobilisasi dana pemilu dengan cara-cara haram, mulai dari merampok APBN, menjarah SDA, hingga memburu uang palsu, untuk dana membeli iklan dan menyogok rakyat.
"Tanggungjawab Partai Politik untuk melakukan pendidikan politik kepada rakyat, sebagai jalan merebut kemenangan politik, tak akan pernah ditempuh oleh seluruh Parpol 'mie instan' yang menjadi peserta pemilu 2014," ungkapnya.
Sebagai referensi, 'revolusi' TPS sendiri pernah terjadi di sejumlah negara Amerika Latin, semisal kemenangan Hugo Chaves di Venezuela, Lula Da Silva di Brazil, Evo Morales di Bolivia. Revolusi TPS juga terjadi di Iran yang memenangkan Ahmadinejad.
Disebut "revolusi" karena kemenangan di jalan pemilu dipimpin oleh pemimpin yang ideologis, bersih, dan berani menghadapi resiko membela bangsanya, serta didukung oleh rakyat yang sadar.
"Mereka juga berhasil memanfaatkan legitimasi kemenangan pemilu untuk mengubah konstitusi dengan menasionalisasi SDA yang dikuasai asing," demikian Haris Rusly.
[zul]