Mantan Sekretaris Departemen Agama DPP Partai Demokrat Mamun Murod Al Barbasy banjir kritikan dari elit-elit partai penguasa tersebut setelah membeberkaan praktik nepotisme dalam menyusun daftar calon anggota legislatif.
Mulai dari dituding sakit hati, tidak paham aturan organisasi, Mamun juga disebut tidak tahu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) proses pencalegan Partai Demokrat.
"Sakit hati? Saya tidak menjadikan jabatan politik sebagai Tuhan. Mereka yang reaktif dengan kritikan saya jangan-jangan justru menjadikan jabatan politik sebagai segalanya. Sehingga kalau perlu jilat sana jilat sini, yang penting jabatan aman," kata Mamun sesaat lalu (Sabtu, 4/5).
Mamun, yang dicoret sebagai caleg Demokrat ini juga membantah tidak paham organisasi. Mamun menegaskan, dirinya pernah mengurus organisasi kemahasiswa dari komisariat sampai tingkat DPP. Tak hanya itu, dia juga pernah menjadi pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah selama dua periode.
"Belum lagi di AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia), saya sekarang jadi Sekretaris Cabang Jakarta. Ketua DPP AIPI sekarang, Sarundajang, anggota Wanbin Demokrat," bebernya.
Dia juga tidak habis pikir disebut tidak mengerti aturan pencalegan. Menurutnya, justru karena paham betul soal itu dia mengungkap ke publik bahwa DCS Partai Demokrat penuh kedhaliman dan melanggar aturan.
Mamun mengaku ikut terlibat aktif pembuatan draf awal juklak dan juknis pencalegan. Isinya begitu demokratis,
fair dan diyakini akan mampu menjaring bacaleg yang kapabel, penuh integritas.
"Dan saya berani katakan ini sumbangsih Anas Urbaningrum agar caleg-caleg PD di 2014 seaspirasi dengan keinginan masyarakat. Kalau ternyata DCS penuh nepotisme, kronisme, dhalim pasti ada aturan yang dilanggar," ungkapnya.
Dia menambahkan, juklak dan juknis yang tertuang dalam SK DPP PD No 172/SK/DPP.PD/VIII/2012 masih ditandatangani Anas Urbaningrum, selaku Ketua Umum DPP Partai Demokrat waktu itu.
[zul]