Berita

Ratna Dewi Umar

X-Files

3 Tahun Jadi Tersangka RDU Baru Ke Penuntutan

Kasus Terlama Di Meja Penyidik KPK
JUMAT, 03 MEI 2013 | 08:56 WIB

Setelah tiga tahun menyandang status tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan, bekas Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Ratna Dewi Umar (RDU) akhirnya dilimpahkan ke penuntutan.

Kemarin, Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK) melim­pah­kan ber­kas pemeriksaan (penyi­dikan) RDU ke tahap dua (pe­nun­tutan). Jaksa penuntut umum KPK pu­nya waktu 14 hari kerja un­tuk me­limpahkan berkas ter­sebut ke Pengadilan Tipikor.

“Mudah-mu­dahan pekan de­pan RDU sudah bisa disidang,” ka­ta Kepala B­a­gian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di kantornya.


Kemarin, pukul 1.49 siang, RDU menandatangani pe­nye­ra­han berkas pemeriksaannya. Mes­ki ditahan di basement Ge­dung KPK, RDU datang me­num­pang mobil tahanan jenis Toyota Kijang warna silver.

Ratna yang mengenakan bla­zer dibalut jaket tahanan KPK, tidak berkomentar sepatah kata pun saat disapa wartawan. Wa­jahnya terlihat lelah. Dia ber­ge­gas me­langkah sembari memba­wa tas jinjingnya.

Satu setengah jam kemudian, mobil tahanan yang mengantar RDU sudah terparkir kembali di halaman Gedung KPK. Tak lama kemudian, RDU keluar.
Ditanya kesiapannya mengha­dapi sidang, RDU kembali me­ngunci mu­lutnya rapat-rapat sam­bil menuju mobil tahanan.

Perkara yang menyeret RDU se­bagai tersangka ini, adalah ka­sus yang paling lama di meja pe­nyidik KPK. Pada 14 Mei nanti, kasus ini tepat berusia tiga tahun di penyidikan. RDU ditetapkan se­bagai tersangka pada 14 Mei 2010. Dalam rentang waktu itu, RDU sudah beberapa kali me­n­jalani pemeriksaan hingga ak­hir­nya ditahan pada 7 Januari 2013 di rutan basement KPK.

Nama lengkap kasus ini adalah perkara pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari Daftar Isian P­e­lak­sa­naan Anggaran (DIPA) Anggaran Pendapatan Belanja Negara Pe­rubahan (APBN-P) pada Di­rek­to­rat Jenderal Bina Pelayanan Me­dik Departemen Kesehatan Tahun Anggaran 2007.

RDU ketika itu menjabat Sek­retaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Ke­sehatan. RDU disangka me­nya­lahgunakan wewenangnya se­bagai Kuasa Pengguna Angga­ran dan Pejabat Pembuat Ko­mit­men Proyek Flu Burung 2007. RDU disangka bertanggung ja­wab atas penggelembungan harga yang diduga merugikan negara se­besar Rp 36 miliar.

KPK sudah memeriksa se­jumlah saksi kasus ini, termasuk Menteri Kesehatan Endang Ra­hayu Sedyaningsih (almarhum) dan bekas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari.

Pada 7 Januari lalu, ketika akan ditahan usai menjalani pemerik­saan, RDU menyatakan bahwa dirinya dijadikan kam­bing hi­tam.

“Saya siap ditahan se­karang, supaya cepat selesai. Kalau me­rasa dikorbankan, iya. Yang lain­nya nanti di per­si­da­ngan, nanti teman-teman bisa de­ngar,” ka­tanya.
RDU bakal mengungkapkan pi­hak-pihak yang juga terlibat da­lam perkara dugaan korupsi pe­ngadaan alat kesehatan virus flu burung ini. Namun, dia belum mau menyebut secara tegas sia­pa pihak yang seharusnya di­mintai pertanggungjawaban.

“Bisa di­tebak sendiri dong oleh siapa (saya dikorbankan). Oleh atasan saya lah, masak oleh ba­wa­han saya,” ujarnya.

RDU telah beberapa kali dipe­riksa dalam kasus ini. KPK juga mengembangkan kasus ini dan me­netapkan bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis De­par­te­men Kesehatan Rustam Pakaya (RP) sebagai tersangka pada Sep­tember 2011. Meski ditetapkan sebagai tersangka belakangan, Rus­tam sudah disidang dan dija­tuhi hukuman 4 tahun penjara.

Rustam terjerat perkara korupsi pengadaan alat kesehatan tahun 2007. Proyek itu dime­nang­kan PT Bersaudara. Kemudian, disub­kontrakkan kepada be­be­rapa pe­rusahaan, di antaranya PT Gra­ha Ismaya, PT Mensa Bina Suk­ses dan PT Esa Medika.

Reka Ulang
Masih Ada Beberapa Kasus Yang Mandek

Berdasarkan data di Ba­gi­an Informasi dan Pemberitaan KPK, masih ada dua kasus yang su­dah setahun lebih di pe­nyi­di­kan, tapi belum bergulir ke pe­nuntutan.

Pertama, perkara korupsi pe­ngelolaan anggaran di In­s­pe­k­to­rat Jenderal Kementerian Pen­­di­di­kan Nasional tahun angga­ran 2009. Tersangka ka­sus ini adalah bekas Inspektur Jenderal Ke­men­diknas Muha­m­mad Sof­yan (MS).

Sofyan ditetapkan sebagai ter­sangka pada 11 Juli 2011, tapi baru ditahan pada 21 Januari 2013. Sampai masa penahanan MS akan berakhir, kasus tersebut be­lum di­limpahkan ke penuntutan.

KPK menyangka Sofyan me­nya­lahgunakan jabatannya seba­gai Irjen Kemendiknas untuk me­lawan hukum, sehingga me­nga­ki­batkan kerugian keuangan ne­ga­ra sekitar Rp 13 miliar. Mo­du­snya, melakukan pengeluaran un­tuk tujuan lain dari yang telah di­tetapkan dalam anggaran be­lan­ja negara. Salah satunya ada­lah ang­garan perjalanan dinas.

Kedua, perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui pembelian saham PT Garuda In­donesia. Tersangka kasus ini ada­lah bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Nazar yang juga terpidana kasus suap Wisma Atlet, ditetapkan se­bagai tersangka TPPU ini pada 13 Februari 2012.

Dalam kasus ini, KPK telah melakukan penelusuran aset dan pemblokiran terhadap rekening milik Nazar. Nazar saat ini di­pen­jara di Lembaga Pemasya­rakatan Cipinang, Jakarta Timur karena kasus suap Wisma Atlet.

Nazar disangka melakukan pen­cucian uang melalui pem­be­lian saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil korupsi. Antara lain pemenangan PT Duta Graha Indah (PT DGI) sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011. Nazar sebelumnya didakwa menerima suap terkait pemenangan PT DGI berupa cek senilai Rp 4,6 miliar. Dalam kasus suap tersebut Nazar divonis penjara 4 tahun 10 bulan.

Sedangkan kasus yang ham­pir setahun di penyidikan, tapi be­lum ke penuntutan adalah per­­kara du­gaan penerimaan hadiah atau janji, terkait proyek pem­ba­ngu­nan Pem­bangkit Listrik Te­naga Uap di Ta­rahan, Lam­pung pada 2004.

Tersangka kasus ini adalah Ke­tua Komisi XI DPR Izederik Emir Moeis. Emir ditetapkan se­bagai tersangka pada 20 Juli 2012 dan telah dicegah ke luar negeri. Meski demikian, Emir belum sekalipun diperiksa. KPK pun tak banyak melakukan pemerik­saan saksi kasus tersebut.

Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, ti­dak adanya pemeriksaan saksi dalam satu kasus bukan indikasi kasus tersebut tidak berjalan. Be­gitu juga belum diperiksanya se­orang tersangka.

Kata Johan, da­lam penyidik­an, tersangka bisa di­periksa lebih dahulu atau be­lakangan. “Ter­gan­tung keb­u­tu­han penyidikan,” katanya.

Johan mengakui, KPK belum bisa sepenuhnya memenuhi hara­pan masyarakat yang tinggi ter­ha­dap pemberantasan korupsi. Dia mengakui ada beberapa ka­sus yang mandek di pe­nyi­dikan.

“Kami akui ada beberapa ka­sus yang mandek. Tapi perlu juga memahami kondisi di KPK, ka­pasitas sumber daya manusia kami sangat terbatas. Biarpun be­gitu, kami akan bergerak terus,” kata Johan di kantornya, Jumat (12/4).

Johan menambahkan, penye­bab mandeknya kasus-kasus ter­se­but bukan karena penyidik KPK kesulitan mengumpulkan alat bukti. Bukan juga karena ke­sulitan membuat konstruksi hu­kum atau karena skala prioritas. Katanya, kasus-kasus yang man­­dek itu masih berjalan guna me­lengkapi berkas penyidikan.

“Semua kasus tetap menjadi prioritas. Ketika sudah mene­tap­kan tersangka, itu artinya KPK sudah mempunyai alat bukti yang cukup dan tak ada alasan untuk membatalkan,” tandasnya.

Bisa Timbulkan Kecurigaan Publik

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Mas­ya­rakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK menambah kecepatan dan me­ngoptimalkan kinerjanya da­lam menuntaskan kasus-ka­sus mangkrak di penyidikan.

Menurut dia, mandeknya se­jumlah kasus di penyidikan akan berdampak pada citra KPK sebagai lembaga inde­pen­den dan profesional. Selain itu, kata Boyamin, membiarkan ka­sus berlama-lama di pe­nyi­di­kan, bisa membuat publik cu­riga apakah KPK sedang me­lo­kalisir kasus-kasus tertentu.

“Bukan hanya KPK yang dinilai tebang pilih dalam me­nangani kasus, tapi mungkin ada dam­pak yang lebih besar, yakni pub­lik akan curiga apa­kah ada oknum yang mentran­saksikan ka­sus tersebut. Ke­kha­watiran itu mungkin mun­cul karena ma­syarakat men­cin­­tai KPK,” kata Boyamin, ke­marin. 

Dia pun mengingatkan KPK agar tidak tertutup dari kritik. Jika ada kasus yang mandek, lanjut Boyamin, KPK harus ter­buka dan bisa menjelaskan ala­sannya kepada publik.

Menurut Boyamin, jika KPK tetap melakukan pemeriksaan saksi, maka publik keliru jika me­nyebut sejumlah kasus man­­dek atau mangkrak. Na­mun, jika tidak ada pem­e­ri­k­sa­an se­lama sekian bulan, wajar jika publik menilai kasus-ka­sus ter­sebut mandek.

“Ini ada kasus yang ber­bulan-bulan tidak ada pemeriksaan saksi, tapi KPK tidak mau jika disebut mandek,” ujarnya.

Padahal, katanya, KPK wa­jib menuntaskan setiap kasus yang sudah pada tahap penyi­di­kan. Soalnya, KPK tidak me­miliki kewenangan untuk meng­hen­ti­kan penyidikan (SP3).

Lambatnya KPK dalam me­nangani kasus-kasus tertentu, kata dia, juga menjadi salah satu penyebab lemahnya pem­berantasan korupsi.

“Langkah terbaik adalah ce­pat menyelesaikan kasus yang sudah ada di meja penyidik. Agar ketika ada kasus lain da­tang, penyidik sudah siap me­nangani kasus baru tersebut,” sarannya.

Segera Selesaikan Kasus Mangkrak
Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa berharap, KPK segera menyelesaikan ka­sus-kasus yang mangkrak.

Desmond memahami, KPK tengah menghadapi masalah keterbatasan jumlah penyidik. Namun, dia berharap masalah ter­sebut tidak menjadi peng­hambat utama dalam memp­ro­ses penyidikan.

Menurut dia, mandeknya be­be­rapa kasus di penyidikan bu­kan hanya karena keterbatasan penyidik. Soalnya, ada kasus yang kurang dari setengah ta­hun, berkas pemeriksaan se­jumlah tersangkanya sudah bisa dilimpahkan ke pe­nun­tutan. Seperti berkas peme­rik­saan dua tersangka kasus suap pengurusan kuota impor da­ging sapi, Arya Abdi Efendi dan Juard Efendi.

“Tapi mengapa ada be­be­rapa kasus yang sudah setahun lebih masih berkutat di pe­nyidikan. Khawatirnya, KPK dalam me­ne­tapkan ter­sang­ka belum cu­kup bukti se­hingga di tengah jalan ke­bi­ngu­ngan. Itu yang sangat di­kha­wa­tir­kan,” kata Desmond, kemarin.

Dia juga khawatir, jika suatu kasus terlalu lama di pe­nyi­di­kan, akan berdampak kepada menurunnya kepercayaan pub­lik terhadap KPK.

“Akhirnya muncul dugaan, KPK hanya me­ngusut kasus pi­hak-pihak tertentu saja, se­men­tara kasus lain tidak,” ucapnya.

Desmond menambahkan, da­lam setiap rapat kerja dengan KPK, Komisi III DPR selalu mengevaluasi kinerja KPK. Na­mun, DPR tidak bisa meng­intervensi terlalu jauh. “Alasan yang disampaikan KPK hanya ke­terbatasan pe­nyidik,” ucap politisi Partai Gerindra itu.

Guna mengatasi kekurangan pe­nyidik, Desmond meminta KPK mengoptimalkan koor­dinasi dengan pihak Kepolisi­an. Menurutnya, Kepolisian sudah menyatakan siap meme­nuhi kebutuhan KPK itu.

Berapa pun penyidik yang dibutuhkan KPK, menurut Desmond, Polri siap memban­tu. Namun, ka­rena masalah koordinasi yang kurang baik, seringkali pe­nyidik yang diki­rim ke KPK, dikem­balikan ke Kepolisian. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya