Berita

Zulkarnaen Djabar

X-Files

Zulkarnaen Nasihati Dendy Agar Hati-hati Main Dengan Kuningan

Setelah Fahd A Rafiq Jadi Tersangka
SENIN, 29 APRIL 2013 | 09:10 WIB

Begitu Fahd A Rafiq menyandang status tersangka kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), terdakwa kasus suap penganggaran pengadaan Alquran dan laboratorium Kementerian Agama, Zulkarnaen Djabar menasihati terdakwa Dendy Prasetya agar berhati-hati dengan Kuningan (KPK).

Hal itu tersirat dalam cuplikan reka­man hasil sadapan telepon KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Isi percakapan ayah-anak itu antara lain, “Nggak ada kata sombong angkuh kalau sudah ber­main dengan Kuningan, ang­kuh, sombong, arogan, eng­gak ada itu.”

Dendy menanggapinya dengan suara pelan. “Iya, iya.” Lalu Zul­kar­naen menyinggung nama po­litisi Partai Golkar. Menurutnya, bila Kuningan atau KPK ber­ke­hendak memeriksa siapa pun, ti­dak ada yang bisa menghalangi.


Maksud dia, kekuasaan politik siapa pun, termasuk elit DPR tak akan bisa menjamin nasib hukum seseorang. Dia membandingkan, kasusnya dengan perkara M Na­zaruddin. Sekalipun ada nama be­sar di belakang bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu, tetap saja yang bersangkuan diproses hukum oleh KPK.

Lagi-lagi, mendengar paparan Zul­karnaen, Dendy tak mem­ban­tah alias mengiyakan.  Dalam si­dang Kamis (24/4) malam, Zul­kar­naen membenarkan, suara sa­dapan telepon itu adalah sua­ra­nya. Menurutnya, kontak telepon dilakukan karena sangat khawatir pada nasib anaknya.

Mencuatnya nama politisi se­nior dalam kasus ini, sempat di­singgung hakim pada sidang de­ngan saksi Fahd A Rafiq. Dalam kesempatan mendengar rekaman telepon hasil sadapan KPK, ha­kim Hendra Yospin bertanya, apa poli­tisi senior yang dibawa-bawa nama­nya oleh Fahd menerima fee 0,5 persen dari total fee yang diteri­ma terdakwa Zulkarnaen dan Dendy.

Ketika itu Fahd menjawab,  nama politisi senior Partai Golkar itu hanya dicatut namanya.  “Saya ambil 0,5 persen feenya, sekitar Rp 200-300 juta,” tandas Fahd. Dia mengakui menuliskan nama po­litisi senior itu pada secarik kertas. Namun, jatah fee tersebut belakangan diambilnya.

Pemutaran rekaman sadapan telepon  ini sebelumnya pernah di­la­kukan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Bedanya kali ini, pe­me­rik­saan ditujukan untuk meng­kon­firmasi keterangan terdakwa.

Zulkarnaen pun mengaku, suara dalam sadapan rekaman te­lepon adalah suaranya.  Samb­u­ngan telepon, kata dia, dilakukan karena Fahd berulang kali minta bantuan agar proyek Alquran dan laboratorium komputer di Ke­men­terian Agama dimenangkan perusahaan tertentu.

Zulkarnaen juga mengaku, me­menuhi permintaan Fahd de­ngan menghubungi pihak-pihak ter­kait. Dalam rekaman, Fahd per­nah menghubungi Zulkarnaen. Saat itu, Fahd menyambungkan pembicaraan Zulkarnaen dengan salah seorang  pegawai di Ke­me­nag. “Dibantulah, di tingkat imam kan sudah,” katanya.

Fahd juga pernah menghu­bu­ngi Zulkarnaen agar bisa ber­bi­cara ke­pada seseorang lainnya dari Ke­menag bernama Bagus. Bagus di­duga mengetahui proses admi­nis­trasi pendaftaraan le­lang. “Tolong dibantu dinda,” timpal Zul.

Lawan bicaranya pun men­jan­jikan Zul bantuan optimal. Yang penting dokumen yang diajukan proporsional, sehingga tidak me­ngundang kecurigaan.

Percakapan Zul kali ini sedikit agak panjang. Soalnya, pihak la­wan bicara sedikit ngotot, me­min­ta Zul agar melengkapi do­ku­men secara proporsional. Me­nu­rut­nya, hal itu ditujukan agar upa­yanya melengkapi keku­ra­ngan dokumen dapat dilakukan dengan mudah.

“Iya dibantulah dinda,” ucap Zul meminta perhatian la­wan bi­caranya. Tak lama ked­ua­nya ter­kekeh, “he he he....” Pem­bicaraan pun berakhir. Hakim Yospin kem­bali menayakan Zul, apa subs­tansi percakapan tersebut.

Zul menyatakan, pembicaraan itu terjadi karena ada permintaan Fahd agar dirinya membantu bi­cara dengan panitia lelang proyek Kemenag. Disampaikan, upaya itu juga dilakukan agar panitia lelang segera menetapkan peme­nang proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer.

Politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang dikonfirmasi mengenai dugaan keterlibatan­nya pada proyek ini, mengaku ti­dak tahu-menahu ikhwal proyek tersebut. “Saya tidak tahu,” ce­tusnya.

Reka Ulang

Mengurai Uang Masuk Melalui 4 Rekening Perusahaan Dendy

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menggali aliran uang dalam kasus korupsi pe­ngadaan Alquran dan labo­ra­torium k­omputer madrasah tsa­nawiyah dan aliyah di Kem­en­terian Agama.

Majelis hakim antara lain men­dengarkan kesaksian Lidya An­g­graeni Putri. Bekas karyawan PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN). Lidya mengaku pernah di­perintah atasannya, Dendy Pra­setya, untuk mencairkan cek.

Dalam sidang pada Kamis petang (11/4), Lidya mem­be­ber­kan, pencairan cek dilakukan pada Desember 2011. Ia me­nga­ku tak ingat tanggalnya. Selain mencairkan cek, dia juga pernah mendapati sejumlah aliran uang masuk ke rekening PT PJAN.

Dia menyatakan, transaksi ma­suk ke rekening perusahaan, bia­sanya diperuntukkan bagi pem­­­ba­yaran proyek. Tugasnya se­lama bekerja di PT PJAN, lanjut Lidya, hanya meng­kalkulasi dana masuk dan dana keluar. Dia mengaku tidak bisa memastikan, siapa yang meng­irim dana ke rekening PJAN.

Menurutnya, rekening PT PJAN terdiri dari dua rekening Bank Mandiri Cabang DPR dan dua rekening BCA, satu di  Ca­bang Bidakara dan satu lagi di Cabang Margonda, Depok. Jadi total ada empat rekening. “Yang saya tahu, dana yang ma­suk di re­kening perusahaan ada­lah uang pembayaran pro­yek,” katanya.

Dia juga mengaku tak tahu-menahu bila perusahaannya ter­libat pengurusan proyek Alquran dan laboratorium komputer un­tuk madrasah di Kementerian Aga­­ma.  Soalnya, proyek yang bia­sa­nya digarap PT PJAN me­liputi bidang jasa tele­ko­mu­ni­kasi se­perti pem­bangunan BTS provider seluler.

Menjawab pertanyaan terkait pencairan cek, Lidya me­nya­ta­kan, pernah diperintah Dendy Pra­setya untuk mencairkan cek. Nominal cek yang dicairkan per­tama senilai Rp 1,5 miliar. Begitu cek cair, dia memasukkan dana tersebut ke rekening PJAN. Dia juga pernah mencairkan beberapa lembar cek senilai Rp 1,7 miliar ke rekening PJAN. Sehingga, jumlahnya Rp 3,2 miliar.

Namun, dia mengaku tak ingat, darimana cek berasal serta dalam kaitan pekerjaan apa cek tersebut dibayarkan ke PJAN. “Saya tidak tahu untuk pembayaraan proyek apa,” katanya.

Tapi, apa yang disampaikan saksi meringankan ini, bertolak belakang dengan dakwaan jaksa penuntut umum KPK, bahwa pen­cairan cek dan aliran dana ke rekening PT PJAN terkait fee pro­yek pengadaan Alquran dan lab­kom. Dalam dakwaan digam­bar­kan, PT PJAN merupakan penam­pung uang fee proyek pengadaan Alquran dan labkom madrasah.

Dalam pengadaan Alquran, rekanan PT PJAN, yakni PT Batu Karya Mas (BKM) yang dimiliki oleh Abdul Kadir Alaydrus di­duga mentransfer uang  Rp 9,650 miliar pada Desember 2011. Sementara untuk proyek labkom, Abdul Kadir diduga mengge­lon­tor­kan dana Rp 4,740 miliar. Uang tersebut diduga sebagai im­balan atas upaya terdakwa meme­nangkan PT BKM sebagai pelak­sana proyek. “Saya tidak tahu, dana itu untuk keperluan proyek apa,” aku Lidya.

Yang Disebut Mesti Dihadirkan Ke Persidangan
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Des­mon J Mahesa menilai, per­sidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran dan labo­ratorium komputer di Ke­men­terian Agama menunjukkan pe­ran berbagai pihak. Oleh se­bab itu, hakim, jaksa dan penyidik KPK perlu jeli menilai subs­tansi perkara.

“Fakta-fakta di persidangan menjadi modal untuk me­ngung­kap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini,” katanya. Dia pun meminta penegak hu­kum proporsional dalam me­nin­daklanjuti persoalan ini.

Hal tersebut ditujukan sup­a­ya pokok perkara tidak m­e­len­ceng alias melebar. Di­sampai­kan juga, dalam persidangan kasus ini sederet nama telah di­sebutkan. Hal itu dengan sen­di­rinya membuka peluang bagi penegak hukum untuk meng­klarifikasi data dan fakta ke berbagai kalangan.

Diharapkan, dari situ hakim mampu menciptakan rasa ke­adilan bagi terdakwa dan ma­sya­rakat. Karenanya, hakim, jak­sa dan penyidik tidak boleh ragu-ragu dalam memeriksa siapa pun. “Mereka punya oto­ri­tas untuk mengklarifikasi fakta-fakta,” ucapnya.

Besar harapannya, nama-nama para pihak yang disebut dalam persidangan dihadirkan pada sidang. Dikorek ketera­ngan­nya dalam kapasitas seba­gai saksi secara terbuka. Sebab lagi-lagi, dia yakin, dari situ akan diperoleh kebenaran yang sedikit banyak mampu menja­barkan dugaan keterlibatan berbagai pihak.

Di sisi lain, kesaksian itu mungkin bisa menjadi upaya un­tuk membersihkan nama orang-orang yang selama ini di­seret-seret, baik oleh ter­dak­wa maupun saksi-saksi. Itu pun jika mereka terbukti tidak terlibat. Tapi kalau cukup bukti keterli­ba­tan mereka, KPK tidak perlu me­netapkan tersangka baru.

Masyarakat Perlu Dengar Langsung

Marwan Batubara, Koordinator KPKN

Koordinator LSM Ko­mi­te Penyelamat Kekayaan Ne­gara (KPKN) Marwan Batu­bara menilai, pengungkapan perkara korupsi proyek pe­nga­daan Alquran dan laboratorium komputer berjalan lamban.

Masalahnya, hakim belum memerintahkan jaksa untuk menghadirkan semua orang yang disebut namanya ke per­si­dangan. “Hakim bisa me­mang­gil mereka sebagai saksi persidangan,” katanya.

Bila hal tersebut dilakukan, lang­kah itu masuk sebagai suatu upaya yang patut di­ap­re­siasi positif. Sebab, lanjutnya, masyarakat bisa mendengar se­cara langsung apa yang di­sam­paikan. Sidang terbuka ini juga akan memberi gambaran bagi masyarakat mengenai dugaan keterlibatan pihak lainnya. 

Dengan begitu, masyarakat bisa menilai, apakah keterangan terdakwa dan saksi-saksi benar atau tidak. Dia menambahkan, saksi-saksi memang sudah diperiksa KPK. Namun hal ini berbeda substansi. Dia bilang, sifat dari penyidikan KPK tertutup. Sementara kesaksian di persidangan, bersifat terbuka untuk umum.

“Prinsipnya, siapa pun yang diperiksa sebagai saksi di KPK, pada gilirannya akan dihadir­kan di persidangan,” ucapnya. Akan tetapi, dia meminta agar proses menghadirkan saksi-saksi tersebut dilaksanakan se­cara cepat. “Jangan berlama-lama,” tandasnya.

Dia menambahkan, pengu­su­tan perkara ini juga perlu diin­tensifkan. Soalnya, rangkaian pe­nanganan kasus tersebut, be­lakangan menjerat tersangka baru lainnya. Penetapan status ter­sangka baru itu, menun­juk­kan bahwa rangkaian pen­yi­di­kan kasus ini belum tuntas. Dia pun tidak mau bila pengusutan kasus ini, terkesan seperti dici­cil-cicil oleh KPK. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya