Berita

ilustrasi/ist

Politik

PPP Tolak Barter Pupuk dengan Beras Myanmar

RABU, 24 APRIL 2013 | 16:39 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

Fraksi PPP DPR RI sangat menyesalkan kebijakan pemerintah yang telah melakukan Memorandum of Understanding (Mou) imbal beli dengan Myanmar senilai 200 ribu ton pupuk ditukar dengan 500 ribu ton beras. Pasalnya kebijakan ini nyata-nyata bertentangan dengan semangat untuk swasembada beras, dan tidak berpihak pada peningkatan kesejahteraan petani.

Anggota Komisi IV Fraksi PPP, Zainut Tauhid, mengatakan kebijakan imbal beli tersebut dipastikan akan mematikan semangat petani untuk menanam karena kebijakan impor dapat menjatuhkan harga hasil pertanian, sehingga membuat petani semakin terpuruk.

"PPP menolak rencana impor 500 ribu ton beras yang dilakukan pemerintah dari Myanmar," tegas dia dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Rabu (24/4).


Zainut mengatakan ada beberapa alasan kenapa partainya menolak kebijakan imbal balik ini. Pertama, sejak 2006 Indonesia tercatat surplus beras, tahun 2012 surplus 3,5 juta ton, bahkan pemerintah dalam Renstra Kementan menetapkan surplus 10 juta ton pada 2014. Jadi, rencana pemerintah tersebut menyakiti petani nasional, karena membawakan pesan buruk pada waktu yang salah, pada jelang Panen Raya Mei ini.

"Dengan pesan ini, harga beras pasti akan jatuh, atau setidaknya tertahan naik. Adalah tidak elok, sebagai negara terbesar di Asean, Indonesia justru membangun landasan formal untuk impor dari Myanmar," kata Zainut.

Kebijakan ekspor pupuk, lanjut dia, sangat aneh dan menggelikan di saat kebutuhan pupuk dalam negeri masih banyak persoalan. Dari aspek kebutuhan pasar domestik (DMO) masalah itu terlihat di saat petani membutuhkan pupuk sering kali tidak ada di pasaran, baik itu pupuk bersubsidi maupun pupuk non subsisi.

"Kita justru akan menjual pupuk ke luar negeri. Seharusnya kebutuhan pupuk untuk petani didahulukan daripada ekspor," ingatnya.

Alasan terakhir, Myanmar adalah negara yang tidak mampu melindungi etnis minoritas Rohingya dan beberapa tempat lainnya. Sehingga seharusnya Indonesia melakukan protes keras bukan sebaliknya. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya