Berita

kurtubi dan rizal ramli

Politik

SBY Paling "Sukses" Menurunkan Produksi Minyak

Percepat Pemilu untuk Kurangi Kerugian
RABU, 24 APRIL 2013 | 12:26 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Selama hampir sembilan tahun berkuasa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah sukses menurunkan produksi minyak dari 1,2 juta barel per hari menjadi 884.000 barel per hari.

Dan pada saat yang sama, SBY justru berhasil menaikkan impor minyak mentah dan minyak jadi, sekaligus sangat menguntungkan para mafia migas.

Demikian ditegaskan pakar perminyakan Kurtubi ketika berbicara pada diskusi bertema Grand Design Tata Kelola Energi Nasional  yang diselenggarakan Fakultas Teknik Universitas Indonesia di komplek UI, Depok, Selasa (23/4). Diskusi juga menghadirkan mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli dan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.


Menurut Kurtubi, yang menjabat Direktur Center for Petroleum and Energy Economic Studies (CPEES),  penyebab terus anjloknya lifting migas karena sistem pengelolaan migas nasional saat ini didasarkan pada UU Migas 22/2001. Lewat UU tersebut, pemerintah telah menjadikan aset milik negara sebagai agunan pada perusahaan asing.

UU Migas nomor 22 telah melanggar konstitusi. Sejak 2004 hingga November 2012, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan 17 pasal yang melanggar UUD 1945. Tapi pemerintah tidak kunjung memperbaiki, bahkan terus menerapkan pasal-pasal yang telah dibatalkan tersebut.

"Ini artinya SBY telah melanggar konstitusi sehingga harus segera diturunkan," kata Kurtubi.

UU Migas juga telah membuat investasi perminyakan di Indonesia nyaris tidak ada. Hal ini disebabkan UU Migas menyebabkan panjangnya proses investasi hingga memerlukan waktu lima tahun sebelum bisa mengebor. Selain itu, UU juga mengharuskan investor membayar berbagai pajak di depan sebelum melakukan aktivitasnya. Padahal, untuk tiap sumur yang dibor, dibutuhkan antara US$ 20 juta-US$ 100 juta, dan belum tentu menghasilkan minyak.

Di negara-negara lain tidak ada aturan seperti di atas. Itulah sebabnya, lanjut dia, pengelolaan iklim investasi migas di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia Tenggara dan Oceania.

Dengan berbagai kerugian yang amat besar di sektor perminyakan ini, lanjutnya, sudah seharusnya SBY dihentikan secepatnya. Menunda-nunda upaya menghentikan SBY-Boediono, hanya akan menimbulkan kerugian lebih besar bagi bangsa Indonesia, khususnya dari sisi penerimaan Migas.

"Untuk itu, solusi yang harus ditempuh adalah menggelar Pemilu yang dipercepat," ujar Kurtubi. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya