Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi kasus suap perizinan tanah tempat pemakaman bukan umum (TPBU) di Tanjungsari, Bogor, Jawa Barat. Pemeriksaan saksi ini sudah menyentuh Sekda Kabupaten Bogor.
Kemarin, KPK memanggil enam saksi kasus ini, yaitu ajudan Bupati Bogor bernama Agung dan lima pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Lima pejabat itu adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Nurhayati, Kepala Dinas (Kadis) Tata Ruang Burhanudin, Kadis Kebersihan dan Pertamanan Adang Sutandar, dan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Asisten Pemerintahan Doni. Keenam saksi tersebut dipanggil untuk tersangka Nana Supriatna (NS).
Nana diduga merupakan pihak yang memberi suap kepada Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher melalui pegawai Pemkab Bogor. Nana disangka menyerahkan uang bersama Direktur PT Garindo Perkasa (GP) Sentot Susilo.
Dalam pemeriksaan tersebut, ajudan Bupati Bogor Agung tidak nongol.
Sedangkan yang lain hadir. Sekda Nurhayati tiba di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan sekitar pukul 10 pagi. Mengenakan batik merah yang dipadu kerudung merah jambu, Nurhayati datang ke Gedung KPK ditemani empat kolega dan satu ajudannya.
Nurhayati diperiksa hampir 8 jam. Saat waktu shalat Maghrib, Nurhayati selesai diperiksa. Namun, dia tidak langsung keluar. Bersama rombongannya, Nurhayati shalat Maghrib terlebih dahulu di Gedung KPK.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, KPK sedang mendalami, apakah ada pihak lain yang terlibat kasus ini atau tidak. Ditanya, apakah KPK akan memanggil Bupati Bogor Rahmat Yasin untuk dimintai keterangan soal kasus suap pengurusan izin lahan kuburan ini, Johan malah menjelaskan bahwa pekan ini KPK akan memanggil Rahmat sebagai saksi kasus Hambalang. “Tapi, untuk kasus Hambalang,†katanya. Saat ini, Rahmat masih umrah.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, hanya kepala daerah yang dapat mengeluarkan izin penggunaan tanah seluas 100 hektar tersebut. Alur proses perizinan penggunaan tanah berturut-turut adalah melalui Badan Perizinan Terpadu (BPT), Asisten Pemerintahan, Sekretaris Daerah, Wakil Bupati dan terakhir adalah Bupati yang memberi stempel.
Pada Senin (22/4), KPK melakukan pemeriksaan perdana terhadap lima tersangka kasus suap senilai Rp 1 miliar ini. Kelima tersangka itu adalah Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher (ID), PNS golongan III Usep Jumeino (UJ), pegawai honorer di Pemkab Bogor Willy (W), Direktur PT Gerindo Perkasa Sentot Susilo (SS) dan asistennya Nana Supriyatna (NS).
Garindo Perkasa adalah perusahaan bidang perdagangan umum dan beralamat di Cibubur Square. Tugasnya, mengurus izin pembangunan kawasan pemakaman elite itu.
Sangkaan terhadap Iyus mirip sangkaan KPK terhadap bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. Luthfi tidak punya wewenang mengatur, namun disangka KPK menawarkan jasa mengurusnya.
Sedangkan Iyus sebagai Ketua DPRD memiliki fungsi pengawasan. Jadi, politisi Partai Demokrat ini bisa memanggil Pemkab, melobi untuk mengurus izin pembangunan pemakaman mewah di lahan itu. Sebelumnya, Iyus diperiksa selama 30 jam sejak ditangkap pada Rabu (17/4) pagi. Iyus baru keluar Gedung KPK sekitar pukul 3 siang.
Pengacara tersangka Nana Supriyatna, Arvid Martdwisaktyo menjelaskan bahwa pemeriksaan kliennya masih seputar kondisi kesehatan dan identitas. “Belum sampai materi,†ucapnya di Gedung KPK, Senin (22/4).
Pada Kamis (18/4), KPK resmi menahan Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher. Berikutnya, Abraham Samad Cs menelisik dugaan keterlibatan Bupati Bogor Rahmat Yasin. Namun, KPK masih menunggu kader PPP ini pulang umroh.
REKA ULANG
Kantor Bupati & Ketua DPRD Bogor Digeledah
Bupati Bogor Rahmat Yasin terseret pusaran kasus suap pengurusan izin lahan kuburan. Kantornya digeledah penyidik KPK pada Selasa (18/4). Yasin tidak ada di lokasi, karena sedang umrah.
KPK juga menggeledah kantor Wakil Bupati dan kantor Badan Perizinan Terpadu (BPT). Penyidik terlihat menyebar. Tiga di ruang Sekretaris Pribadi Bupati, dua di ruangan Wakil Bupati dan tiga lainnya di kantor BPT.
Di Gedung DPRD Kabupaten Bogor, kantor Ketua DPRD Iyus Djuher juga digeledah. Iyus pun dijemput KPK di kediamannya, kawasan Ciomas, Bogor. Selain dia, KPK juga menjemput Aris Munandar, seorang stafnya.
Selasa malam (18/4), KPK menangkap tujuh orang di rest area Tol Sentul, Bogor. Ini adalah puncak penguntitan sejak pagi. KPK mengikuti Sentot Susilo, Direktur PT Gerindo Perkasa yang sempat mencairkan uang senilai Rp 1 miliar pukul 11 siang. Lalu diantar sopirnya, Sentot dan Nana Supriatna, stafnya janjian bertemu Usep Jumeno, PNS Kabupaten Bogor untuk makan siang.
Di rest area itu, Usep datang bersama Lesto Wily Sabu, pegawai honorer dan sopirnya. Usep masuk ke rumah makan, Willy menunggu di mobil. Bertiga, Usep, Sentot dan Nana makan sambil ngobrol. Selesai makan, Usep mengekor menuju mobil Sentot dan Nana. Di situlah terjadi penyerahan uang dalam ransel hitam.
Ketika Usep menggendong ransel itu, penyidik langsung menangkap ketiganya. Willy juga ikut ditangkap dan sempat melawan. “Ngapain saya, salah saya apa?†ujar dia. Tapi dia akhirnya pasrah.
Penangkapan ini membuat Wakil Bupati Bogor Karyawan Faturachman pusing. Dia merasa telinganya seperti ditusuk-tusuk saat mendapat kabar penangkapan ini.
Karyawan tahu, Usep Jumeno diduga sebagai calo yang mengurus perizinan lokasi kuburan di Desa Antajaya, Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Sehari-hari, Usep adalah PNS golongan IIIB, di Dinas Pendidikan Bidang Sarana-Prasarana SMA/SMK. Usep juga pernah bertugas di Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Bogor.
Garindo Perkasa adalah perusahaan bidang perdagangan umum dan beralamat di Cibubur Square. Tugasnya, mengurus izin pembangunan kawasan pemakaman elite itu.
Keesokan harinya, Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10 pagi. Politisi Demokrat itu mengenakan batik coklat lengan panjang. Begitu turun dari Fortuner hitam, dia celingak-celinguk. Seorang penyidik memegangi lengannya dan menggiringnya masuk Gedung KPK.
Sedangkan asistennya, Aris Munandar, tiba beberapa menit kemudian.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjelaskan, tanah seluas 100 hektar itu masih berupa hutan, dan akan dijadikan sebuah pekuburan mewah. Pengurusan izin lahan ada di tangan kepala daerah, yaitu Bupati Bogor Rahmat Yasin.
KPK akhirnya juga menetapkan Iyus Djuher sebagai tersangka. Dia disangka ikut berperan dalam pemberian izin, dan ada kaitannya dengan Willy.
Para tersangka kasus ini ditahan di beberapa rumah tahanan. Ada yang ditahan di Polres Jakarta Selatan, ada juga yang di Rutan Cipinang.
Jumlah Tersangka Bisa Bertambah
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI
Koordinator LSM Masyarakat Antikorupsi (MAKI) berharap, KPK serius mengusut kasus suap pengurusan izin lahan kuburan mewah di Tanjungsari, Bogor, Jawa Barat.
Menurut Boyamin, pihak pertama yang mesti segera dimintai keterangan dalam kasus ini adalah Bupati Bogor Rahmat Yasin. Soalnya, kata Boyamin, bupati yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan izin lahan tempat makam bukan umum (TPBU).
Dia menegaskan, izin tersebut bukan dari bawahan bupati. Sehingga, tanggung jawab terbesar dalam pengurusan izin lahan ada di bupati.
“Nanti setelah dimintai keterangan, bisa dinilai apakah bupati terlibat atau tidak,†ucap Boyamin, kemarin.
Ia mengaku heran, kenapa KPK lebih mendahulukan memeriksa Rahmat sebagai saksi kasus Hambalang dibanding memanggil yang bersangkutan sebagai saksi kasus kuburan.
Menurutnya, dalam kasus kuburan, posisi Rahmat lebih strategis ketimbang dalam kasus Hambalang.
“Jadi, kenapa harus diulur-ulur. Mutlak KPK harus memeriksa sang bupati,†tegasnya.
Menurut Boyamin, untuk memanggil bupati, KPK tidak perlu lama-lama mengumpulkan informasi dari bawahan sang bupati. Kata dia, dari proses tangkap tangan dan keterangan para tersangka, sudah cukup untuk meminta keterangan bupati.
“Dari kasus tangkap tangan saja sudah banyak informasi yang didapat KPK, kenapa harus menunggu lagi,†herannya.
Tersangka kasus ini, lanjut Boyamin, bisa saja bertambah. Peluang bertambahnya tersangka dari pihak eksekutif sebagai pihak yang diduga disuap, maupun swasta sebagai pihak yang diduga menyuap, sama besarnya. “Ini kan baru babak awal,†tandasnya.
Boyamin juga meminta KPK menelusuri, apakah ada pihak-pihak lain yang telibat kasus tersebut. Menurutnya, dengan mengembangkan kasus ini, KPK bisa menelusuri apakah ada kasus-kasus yang lain.
“Ini pintu masuk bagi KPK. Bisa saja dengan mendalami kasus ini, KPK menemukan kasus lain yang lebih besar,†tandasnya.
Bupati Bogor Harus Segera Diperiksa
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Deding Ishak berharap, KPK bersikap profesional dalam mengusut kasus suap perizinan lahan tempat makam bukan umum di Tanjungsari, Bogor, Jawa Barat.
Menurut Deding, dalam kasus perizinan lahan kuburan ini, yang juga mesti segera dimintai keterangan adalah pihak eksekutif, yaitu Bupati Bogor Rahmat Yasin. Saat ini, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah Ketua DPRD Bogor Iyus Djuher (ID).
“Sementara dalam soal perizinan, yang berwenang adalah pihak eksekutif, dalam hal ini bupati. Kalau DPRD tugasnya hanya mengawasi, tak ada kaitannya dengan menerbitkan izin,†ucap Deding, kemarin.
Menurut politisi Partai Golkar ini, dalam proses penyidikan, KPK berhak memanggil siapa pun untuk dimintai keterangannya. Termasuk memanggil Bupati Bogor Rahmat Yasin.
“Yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan agar persoalan menjadi jelas,†kata Deding.
Deding meminta KPK bekerja secara profesional dan proporsional dalam menangani kasus suap ini. Tapi, secara teknis, dia menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada KPK.
“Kita serahkan kepada KPK agar bisa bekerja. Lalu, kita tunggu hasilnya,†kata dia, kemarin.
Ia juga meminta KPK agar menelusuri setiap informasi. Termasuk dugaan adanya keterlibatan pihak lain di luar yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“KPK diberikan amanah dan kewenangan oleh Undang Undang Tipikor untuk menelusuri setiap informasi yang ada, termasuk jika ada keterlibatan bupati,†ucap Deding.
Apakah akan ada tersangka baru kasus ini? Menurut Deding, biarkan KPK bekerja dahulu tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Namun, jika berdasarkan proses penyidikan KPK menemukan dua alat bukti yang cukup, siapa pun bisa dijadikan tersangka.
“KPK tak perlu ragu untuk mengungkap pihak lain sebagai tersangka,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]