Berita

Politik

POLING

38, 7 Persen Menilai Kepemimpinan Nasional Sebagai Penyebab Kasus OKU dan Cebongan

SELASA, 23 APRIL 2013 | 13:50 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Kepemimpinan nasional masih menjadi sorotan utama publik terkait banyaknya perkara hukum yang melibatkan anggota TNI, bahkan tak jarang TNI berkonfrontasi dengan institusi bersenjata lainnya yakni Polri.  

Hal itu terlihat dalam hasil poling yang kami buka dalam dua pekan terakhir (sejak Rabu, 10/4). Pertanyaannya, dalam dua kasus yang paling santer diberitakan, pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu di Sumatera Selatan oleh puluhan anggota TNI AD dan penyerangan Lapas Cebongan oleh anggota Kopassus, manakah penyebab yang paling menonjol?

Opsi jawaban "kepemimpinan nasional yang lemah" menjadi jawaban paling favorit, dengan jumlah pemilih 38,7 persen.


Jawaban nomor dua favorit adalah "penegakan hukum yang diskriminatif" dengan jumlah pemilih 26,8 persen.

Di urutan selanjutnya, 24,4 persen pembaca memilih jawaban "Kesenjangan sosial antara TNI dan Polri". Hanya 7,1 persen pembaca yang menyebut penyebabnya adalah "pembiaran dari petinggi institusi yang terlibat". Dan 3,0 persen pembaca mengaku tak tahu jawabannya.

Hasil poling ini tentu saja tidak mencerminkan pendapat umum masyarakat luas. Namun, tidak bisa disangkal bahwa ada kekhawatiran yang sangat menonjol dari publik sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam beberapa survei terkait isu penegakan hukum sepanjang pemerintahan SBY-Boediono, mayoritas masyarakat menangkap kesan bahwa presiden tidak bisa tegas bila pedang keadilan tidak tajam lagi menghunus jantung kejahatan.

Hasil terbaru survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI)  menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab.

Survei khusus LSI mengenai kondisi penegakan hukum di Indonesia itu dilakukan melalui "quick poll" pada tanggal 1-4 April 2013. Survei menggunakan "metode multistage random sampling" dengan 1.200 responden dan margin of error sekitar  2,9 persen.

Yang lebih memprihatinkan dari hasil survei itu, LSI juga menemukan responden yang setuju tindakan menghukum sendiri pelaku kejahatan atau main hakim sendiri cukup tinggi, sebesar 30,6 persen. Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan tindakan main hakim sendiri apapun alasannya atau mereka yang masih tetap percaya pada proses hukum sebesar 46,3 persen.

Di kasus pembakaran Mapolres OKU dan penyerangan Lapas Cebongan, yang keduanya dilakukan para anggota TNI AD, nuansa ketikdakpercayaan pada hukum sangat kental terasa.

Terutama pada kasus OKU, di mana para anggota TNI AD melampiaskan kemarahannya secara brutal karena tidak percaya proses hukum terhadap anggota Polri yang melakukan penembakan hingga tewas terhadap salah satu rekan mereka. Ironisnya, kasus ini berawal dari insiden pelanggaran lalu lintas.

Harusnya, Presiden SBY menyadari bahwa kedua kasus di atas, yang melibatkan aparat pertahanan dan keamanan negara, merupakan serangan sangat keras dan mahal terhadap kewibawaan negara dan aparatur hukumnya. Ketidakpercayaan yang berujung pada kekerasan merupakan akumulasi dari kekecewaan yang berulangkali terjadi.

Penegakan hukum di era reformasi, mesti diakui, belum tersentuh oleh angin perubahan. Mayoritas masyarakat, terutama yang hidup di pedesaan, merasa sangat ketakutan ketika berhadapan dengan proses hukum karena kenyataannya aparat hukum masih sering berpihak pada kekuatan modal dan pengaruh kekuasaan. Nenek tua yang mencuri hasil ladang bisa-bisanya dihukum lebih berat daripada koruptor yang mencuri ratusan miliar uang rakyat dari APBN. Jumlah hakim yang ditangkap KPK karena terlibat suap perkara sudah tak dapat dihitung dengan dua tangan.

Dalam kondisi demikian, dapatkan Presiden bersembunyi di balik prinsip "non-intervensi" atas semrawutnya problematika hukum di negeri ini?  [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya