.Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tersangka baru kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi.
Tersangka baru itu adalah PreÂsiden Direktur PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman (MEL). Maria adalah bos dari dua terÂsangka sebelumnya, Juard EfÂfendi (JE) dan Arya Abdi EfÂfendi (AAE). JE dan AAE disangka menyuap Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) melalui AhÂmad Fathanah (AF).
Sehingga, sekarang KPK telah menetapkan lima tersangka kasus ini.
Penetapan tersangka baru terÂsebut disampaikan Kabiro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto PraÂbowo, kemarin. Menurut Johan, keputusan penetapan tersangka itu merupakan hasil proses peÂnyidikan dan gelar perkara yang dilakukan pada Selasa (16/4).
Penetapan tersangka baru terÂsebut disampaikan Kabiro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto PraÂbowo, kemarin. Menurut Johan, keputusan penetapan tersangka itu merupakan hasil proses peÂnyidikan dan gelar perkara yang dilakukan pada Selasa (16/4).
“Kesimpulannya, penyidik teÂlah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan MEL, dari swasta, sebagai terÂsangÂka,†kata Johan di kantornya, kemarin.
MEL disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 KUHP yang ancamannya 5 tahun penjara. Dalam konsÂtrukÂsi hukum, MEL disangka meÂnyuap LHI dan AF untuk memuÂluskan jatah pengurusan kuota impor daging sapi.
Johan menyatakan, penyidik masih mengembangkan kasus ini untuk mencari keterlibatan pihak lain. “Apakah pemberi atau peneÂrima itu dilakukan sendiri atau ada pihak lain. Namun, KPK tiÂdak mengarah-arah. Bergantung keÂpada adanya alat bukti,†ucapnya.
Terkait belum adanya terÂsangÂka dari pihak Kementerian PerÂtaÂnian, Johan menyatakan, penyiÂdik masih mendalami kasus ini. Kata dia, jika ada penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait kewenangannya, bisa dikenakan pasal suap.
Sebelumnya, KPK telah menÂdalami pertemuan MEL dengan LHI, AF dan Menteri Pertanian SusÂÂwono di Hotel Arya Duta, MeÂdan, Sumatera Utara pada 13 JaÂnuaÂri 2013. Namun, hingga keÂmaÂrin, Suswono masih beÂrÂstatus saksi.
MEL sudah beberapa kali diperiksa penyidik sebagai saksi. Pada pemeriksaan Rabu (27/2) lalu, dia membantah memerinÂtahÂkan JE dan AAE untuk memÂbeÂriÂkan uang Rp 1 miliar kepada AF. Bahkan saat itu, dia yakin tidak akan terseret pusaran kasus ini. “Tidak mungkin saya jadi terÂsangka,†katanya saat itu.
MEL pun membantah perteÂmuÂan di Medan itu untuk mengaÂtur kuota impor daging sapi. MeÂnurut dia, dalam pertemuan itu hanya dibahas mengenai rencana penyelenggaraan seminar untuk mengetahui kebutuhan daging dalam negeri.
Pengacara MEL, Denny KailiÂmang mengaku kaget menÂdengar penetapan kliennya seÂbaÂgai terÂsangka. Denny mengklaim, klienÂnya adalah pihak yang tidak berÂsaÂlah dalam kasus ini.
Pertemuan dengan LHI, AF dan Suswono di Medan, menurut Denny, merupakan inisiatif Elda Devianne Adiningrat dan AF. Elda dan AF meminta MEL untuk memberi masukan kepada MenÂteri Pertanian. Sekadar meÂngiÂngatkan, seperti Suswono, Elda berstatus saksi kasus ini.
“Dia sebagai pengusaha, tenÂtunya mengetahui dan punya data tentang persoalan daging sapi. Maria ingin memberi masukan kepada pemerintah agar tidak terÂjadi krisis daging,†ucap Denny, kemarin.
Dalam pertemuan di Medan, kata Denny, MEL bersedia haÂdir karena mempunyai itikad baik sebagai pengusaha imporÂtir daÂging yang ingin memÂbeÂriÂÂÂkan soÂlusi terhadap perÂmaÂsaÂlah daging.
“Saat itu harga sapi naik teÂrus, lalu ia ingin memberi maÂsuÂkan. BukÂtinya sekarang peÂmeÂrintah buka keran impor, berÂarti masuÂkan-masukannya dÂiÂterima,†belanya.
Sebelum penetapan tersangka baru ini, KPK melimpahkan dua berkas kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi ke PeÂngadilan Tipikor Jakarta. Yang diÂlimpahkan itu adalah berkas tuntutan JE dan AAE.
“Mudah-muÂdahan minggu depan sudah ada sidang perdana untuk kasus ini,†kata Juru Bicara KPK Johan Budi. Sedangkan berkas dua tersangka lain, yakni LHI dan AF masih dilengkapi KPK.
Reka UlangSoal Tanah 4 Ribu Meter PersegiKemarin, KPK memeriksa dua saksi untuk tersangka kasus tinÂdak pidana pencucian uang (TPPU) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), bekas Presiden Partai KeÂadilan Sejahtera (PKS).
Dua saksi itu adalah pensiunan TNI bernama Tanu Margono dan ibu rumah tangga, Yatje MarÂgoÂno. Tanu datang ke Gedung KPK ditemani bekas Komandan Pusat Polisi Militer Mayjen (purn) Syamsu Djalal.
Menurut Syamsu, pemeriksaan itu kemungkinan mengenai sebidang tanah milik Tanu yang dibeli PKS. “Mungkin uangnya itu hasil pencucian uang,†kata Syamsu di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kata Syamsu, tanah yang diÂbeÂli petinggi PKS itu berada di biÂlaÂngan Condet, Jakarta Timur. TaÂnah seluas 4.000 meter persegi itu, kemudian dibangun menjadi kompleks perumahan khusus bagi petinggi PKS.
Sebelumnya, pengacara LHI, Zainuddin Paru mengaku belum bisa menjelaskan mengenai ruÂmah di Kompleks PKS itu. Tapi, katanya, tim kuasa hukum sedang mengumpulkan data mengenai aset LHI untuk pembuktian di pengadilan.
Aset-aset milik LHI, lanjut Paru, semuanya sudah dimaÂsukÂkan ke dalam Laporan Harta KeÂkaÂyaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Sedangkan rumah yang ditempati LHI dan keÂluarÂganya di jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menurut Paru, adalah rumah kontrakan yang ditempati kliennya sejak 2011. Siapa pemiliknya dan beÂrapa harga sewa rumah tersebut, Paru mengaku belum bisa menÂjelaskannya.
“Tentu kami akan meÂngumÂpulkan informasi dan dokumen untuk ditunjukkan di pengadilan nanti,†katanya.
Untuk menelusuri aset LHI, KPK juga memeriksa BendaÂhara Umum PKS Machfudz AbdurÂrahÂman sebagai saksi pada Rabu (17/4) lalu. MachÂfudz tiba di GeÂdung KPK pukul 9.30. Saat keÂluar dari Gedung KPK Pukul 16.40, wajahnya terlihat lelah.
Saat akan meninggalkan GeÂdung KPK, Machfudz mengaku tidak ditanya penyidik mengenai rumah di Kompleks PKS, Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur yang diduga milik Luthfi. “Tidak ada, tidak ada,†ucapnya.
Machfudz mengaku ditanya 10 pertanyaan oleh penyidik. Antara lain soal aset dan laporan keÂuangan PKS. “Saya dimintai keterangan mengenai mobil mana yang milik partai, dan mana yang milik LHI. Sudah saya jelaskan semuanya ke penyidik,†akunya.
Kata Mahfudz, di antara moÂbil-mobil tersebut ada yang diÂsita KPK, yakni VW Caravelle. “Tapi, itu punya partai,†kata Machfudz.
Menurut Juru Bicara KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo, penyiÂdik telah mengidentifikasi aset-aset milik LHI yang diduga berÂkaitan dengan pencucian uang. Namun hingga kini, KPK belum menyita satu pun aset LHI yang teridentifikasi tersebut. “Nanti kami sampaikan,†ucapnya.
Johan hanya menyebut, satu dari empat mobil milik tersangka kasus sapi Ahmad Fathanah (AF) yang sudah disita KPK, diduga milik LHI. Seperti diketahui, AF adalah kawan LHI. “Mobil FJ Cruiser itu diduga terkait LHI,†ucapnya.
KPK telah menyita empat moÂbil yang diduga milik AF. Empat mobil tersebut yaitu, Toyota FJ Cruiser hitam bernomor polisi B 1330 SZZ, Toyota Alpard putih bernomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX hitam berÂnomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 hitam bernomor polisi B 8749 BS.
Jangan Berhenti Pada ElizabethBoyamin Saiman, Koordinator MAKIKoordinator LSM MaÂsyaÂraÂkat Antikorupsi (MAKI) BoÂyamin Saiman tidak heran mendengar Maria Elizabeth LiÂman (MEL) ditetapkan KPK seÂbagai tersangka kasus suap peÂnguÂrusan kuota impor daÂging sapi.
Menurut dia, seharusnya KoÂmisi Pemberantasan Korupsi sudah jauh-jauh hari sebeÂlumÂnya menetapkan MEL sebagai tersangka. Soalnya, kata BoÂyaÂmin, tidak mungkin direktur PT Indoguna Juard Effendi (JE) dan Arya Abdi Effendi (AAE) melakukan penyuapan tanpa perintah dari atasannya, MEL.
Boyamin meminta KPK teÂrus mengembangkan dan meÂnelusuri siapa saja yang terlibat dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. TerÂutama melakukan pendalaman ke proses pemberian kuota imÂpor daging sapi dari pihak KeÂmeÂnterian Pertanian ke pihak importir. “Jangan berhenti pada penetapan MEL sebagai terÂsangka,†tandasnya.
Menurut dia, dengan menÂdaÂlami proses tersebut, bisa diÂkeÂtaÂhui siapa saja yang diduga terÂlibat pat-gulipat guna menÂdaÂpatÂkan jatah kuota impor. Kata BoyaÂmin, bisa saja PT IndoÂguna UtaÂma bukan importir daÂging sapi pertama yang diduga melakukan peÂnyuapan guna mendapatkan jaÂtah kuota impor daging sapi.
“Tak tertutup kemungkinan ada juga importir lain yang mendapatkan jatahnya melalui penyuapan,†tandasnya.
Selain itu, Boyamin juga meÂnyaÂrankan KPK agar meneÂluÂsuri, apakah ada pihak KeÂmenÂtan yang diduga terlibat. “ApaÂkah mungkin mengurus kuota impor daging sapi itu dilakukan pihak swasta saja tanpa ada pihak KeÂmenterian Pertanian,†ucapnya.
Sebab itu, lanjutnya, KPK perlu memastikan apakah seÂlaÂma ini pemberian jatah kuota imÂpor daging tersebut sudah seÂsuai prosedur atau tidak.
“KPK bisa kembali memeÂrikÂsa Menteri Pertanian SusÂwoÂno sebagai saksi. Kalau peÂnyiÂdik masih memerlukan keÂteÂraÂngan Mentan, bisa dipanggil kembali,†ucapnya.
Pengembangan Kasus Mesti BerimbangYahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR YahÂdil Abdi Harap mengapreÂsiasi Komisi Pemberantasan KoÂrupsi yang telah meneÂtapÂkan tersangka baru kasus suap pengurusan kuota impor daÂging sapi.
Namun Yahdil berharap, KPK tidak berhenti pada nama Maria Elizabeth Liman. “Kerja KPK belum tuntas dalam kasus ini. Masih banyak pihak yang harus ditelusuri dan diungkap, apakah ikut terlibat atau tidak,†katanya, kemarin.
Yahdil berharap, KPK juga berÂimbang dalam melakukan peÂngembangan penyidikan. Selain mengembangkan penyiÂdikan ke pihak swasta yang disangka sebagai pemberi suap, KPK juga hendaknya meÂngemÂbangkan kasus ini ke pihak eksekutif.
Yahdil menilai, salah satu yang harus ditelusuri KPK adaÂlah pihak Kementerian PerÂtaÂnian. Soalnya, pihak Kementan yang punya kewenangan dalam penentuan kuota impor daging sapi. “Hal ini yang juga harus diÂpahami KPK,†katanya.
Menurut dia, belum ditetapÂkanÂnya tersangka dari pihak KeÂmentan tentu akan menimÂbulÂkan pertanyaan publik. PaÂsalnya, publik menunggu-nungÂgu kapan KPK akan meÂngungÂkap semua pihak yang diduga terlibat kasus ini.
“Publik akan bertanya, kenaÂpa sampai sekarang belum juga ditemukan dugaan keterlibatan pihak Kementan,†ucapnya.
Kasus ini, lanjut Yahdi, menÂjadi sorotan publik. Sebab itu, KPK jangan mempertaruhkan kredibelitas dengan menunda-nunda atau tebang pilih. Jika maÂsih kesulitan menemukan keÂterlibatan pihak Mentan, Yahdil menyarankan kepada KPK agar kembali memanggil Menteri Pertanian Suswono sebagai saksi.
“Jika keterangan Mentan maÂsih dibutuhkan, panggil kemÂbali. Setiap orang yang diÂperÂluÂÂÂkan keterangannya bisa diÂjaÂdiÂkan saksi oleh KPK,†ujarnya.
Jika sudah menemukan alat bukti yang cukup, Yahdil berÂhaÂrap KPK tidak ragu untuk menÂetapkan tersangka baru. [Harian Rakyat Merdeka]