Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai tidak tepat. Ketimbang mencabut subsidi BBM, ada baiknya pemerintah menyikat para mafia "pencuri" triliunan rupiah dari sektor migas.
"Mafia migas terima sekitar 10 triliun yang sebagiannya disetor ke 'Istana Hitam'. Kenapa tidak disikat dulu mafia ini?" ujar mantan Menko Perekonomian, DR. Rizal Ramli, dalam talkshow di JakTV, Kamis malam (18/4).
Terkait kenaikan harga BBM, Pemerintah sendiri berencana menerapkan dua harga BBM di pasar, yaitu Rp 4500 untuk kendaraan roda dua dan angkutan umum, dan Rp 6500 untuk kendaraan pribadi roda empat.
Menurut Rizal Ramli, keputusan ini tidak bisa dibenarkan. Mafia migas yang membuat harga BBM tinggi tapi rakyat yang harus menanggung beban. Kalau saja mafia migas disikat maka setengah ongkos produksi yang biasa dikeluarkan bisa terkurangi.
"Pusat kekuasaan terima setoran dari mafia tapi mau menaikkan BBM, ini benar-benar keputusan tidak adil," tegas Rizal Ramli.
Penasihat ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) itu menilai, alasan Menteri ESDM Jero Wacik bahwa sekitar 70 persen subsidi BBM salah sasaran sebagai argumen lemah. Sebab apa yang disebut subsidi yang dikucurkan negara saat ini bukan subsidi terhadap rakyat, melainkan karena KKN, inefisiensi dan kebijakan yang salah.
Subsidi untuk listrik beberapa waktu lalu, misalnya, harus ditambah karena terjadi inefisiensi sebesar Rp 37,6 triliun akibat kebijakan PLN menggunakan solar yang harganya mahal untuk mengoperasikan pembangkit listrik yang ada. Padahal bila menggunakan batu bara maka ongkos yang dikeluarkan untuk itu jauh lebih murah dan tidak akan terjadi inefisiensi.
"Jangan bohongi rakyat seolah-olah subsidi padahal itu akibat ketidakefisienan," katanya.
Lebih lanjut Rizal Ramli yang dinobatkan sebagai calon presiden alternatif versi The President Centre mengatakan, lain cerita bila pemerintah menepati janjinya untuk membangun kilang minyak. Dengan memiliki kilang minyak sendiri maka tidak perlu lagi mengekspor minyak mentah ke Singapura dan setelah diproses di sana kembali diangkut untuk konsumsi dalam negeri. Dengan begitu, ongkos produksi yang dikeluarkan juga bisa ditekan.
"Sejak delapan tahun lalu kita menyarankan agar pemerintahan membangun kilang. Pemerintah janji bangun kilang dalam waktu dua tahun tapi tidak juga dilakukan," pungkas Rizal Ramli sembari mengingatkan Pemerintahan Soeharto jatuh 12 hari setelah menaikkan harga BBM 1 Mei 1998 lalu.
[dem]