Berita

Johan Budi

X-Files

Kasus Flu Burung Paling Lama Ngendon Di KPK

Johan Budi: 4 Perkara Tunggu Kelengkapan Alat Bukti
SENIN, 15 APRIL 2013 | 08:53 WIB

.Ada empat kasus yang masih berkutat di meja penyidikan KPK, kendati telah ditangani hampir setahun. Bahkan, ada yang hampir tiga tahun tak kunjung bergulir ke penuntutan. Mandek.

Berdasarkan data di Ba­gian Informasi dan Pem­be­ri­taan KPK, yang paling lama di meja penyidikan adalah kasus pe­nga­daan reagen dan consumable pe­na­nganan virus flu burung dari Daftar Isian Pelaksanaan Ang­ga­ran (DIPA) Anggaran Pendapatan Be­lanja Negara Perubahan (APBN-P) pada Direktorat Jen­deral Bina Pelayanan Medik De­partemen Kesehatan tahun ang­garan 2007.

Tersangka kasus ini adalah bekas Sekretaris Direktorat Jen­de­ral Bina Pelayanan Medik Rat­na Dewi Umar (RDU). Ratna di­te­tapkan sebagai tersangka pada 14 Mei 2010. Namun, hing­ga hampir tiga tahun, Ratna be­lum juga dilimpahkan ke pe­nun­tutan. Dia telah menjalani be­be­rapa kali pemeriksaan, hingga akhirnya ditahan pada 7 Januari 2013 di Rumah Tahanan, ba­se­ment Gedung KPK.


Kasus lain yang sudah berumur lebih dari setahun di penyidikan adalah perkara tindak pidana pen­cucian uang (TPPU) melalui pem­belian saham PT Garuda In­donesia. Tersangka kasus ini adalah bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Nazar yang juga terpidana kasus suap Wisma Atlet, ditetapkan se­bagai tersangka TPPU itu pada 13 Februari 2012.

Dalam kasus ini, KPK telah me­lakukan penelusuran aset dan pemblokiran terhadap rekening milik Nazar. Nazar saat ini dipen­jara di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur karena ka­sus suap Wisma Atlet. Sejak Feb­ruari lalu, belum ada lagi pe­meriksaan saksi atau penyitaan aset milik Nazar terkait kasus TPPU ini.

Kasus selanjutnya yang masih berada di meja penyidikan adalah perkara dugaan korupsi penge­lo­laan anggaran di Inspektorat Jenderal Kementerian Pen­di­di­kan Nasional tahun anggaran 2009. Tersangka kasus ini adalah bekas Inspektur Jenderal Ke­mendiknas Muhammad Sofyan (MS).

Sofyan ditetapkan sebagai ter­sangka pada 11 Juli 2011, tapi baru ditahan pada 21 Januari 2013. Sampai masa penahanan MS akan berakhir, kasus tersebut be­lum juga dilimpahkan ke pe­nun­tutan. Masa penahanan Sofyan pada tahap penyidikan ber­akhir pada 20 April nanti.

Ke­pala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo ber­harap, Sofyan akan di­limpahkan ke pe­nun­tutan sebe­lum masa penah­a­nan­nya di ting­kat penyi­di­kan berakhir.

Kasus lain yang masih di meja penyidikan adalah perkara du­ga­an penerimaan hadiah atau janji, terkait proyek pembangunan Pem­bangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004. Tersangka kasus ini adalah Ketua Komisi XI DPR Izederik Emir Moeis. Emir ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Juli 2012 dan telah dicegah ke luar negeri. Mes­ki demikian, Emir belum sek­ali­pun diperiksa. KPK pun tak ba­nyak melakukan pemeriksaan sak­si kasus tersebut. Dalam dua bulan ke belakang, tidak ada pe­meriksaan saksi kasus tersebut.

Johan Budi menyatakan, tidak adanya pemeriksaan saksi dalam satu kasus bukan indikasi kasus tersebut tidak berjalan. Begitu juga belum diperiksanya seorang tersangka. Kata Johan, dalam pe­nyi­dikan, tersangka bisa di­pe­rik­sa lebih dahulu atau belakangan. “Tergantung kebutuhan penyi­di­kan,” katanya.

Johan mengakui, KPK belum bisa sepenuhnya memenuhi ha­ra­pan masyarakat yang tinggi ter­hadap pemberantasan korupsi. Dia pun mengakui ada beberapa kasus yang mandek di meja pe­nyi­dikan. “Kami akui ada be­be­rapa kasus yang mandek. Tapi per­lu juga memahami kondisi di KPK, kapasitas sumber daya ma­nusia kami sangat terbatas. Biar pun begitu, kami akan bergerak terus,” kata Johan di kantornya, Jumat (12/4).

Johan menambahkan, pe­nye­bab mandeknya kasus-kasus ter­sebut bukan karena penyidik KPK kesulitan mengumpulkan alat bukti. Dan bukan karena ke­sulitan membuat konstruksi hu­kum. Tapi, pihak KPK masihperlu melengkapi berkas penyidi­kan.

“Semua kasus tetap menjadi prioritas. Ketika sudah mene­tap­kan tersangka, itu artinya KPK sudah punya alat bukti yang cukup dan tak ada alasan untuk membatalkan,” tandasnya.

Menurutnya, untuk menambah kecepatan kinerja, dalam waktu dekat KPK akan membuka rek­ruit­men. Rencananya komisi ini akan me­nam­bah 300 sumber daya manu­sia (SDM) untuk ditempatkan di berbagai posisi.

“Dalam waktu de­kat ada perek­rutan untuk hu­mas, setjen, beb­e­rapa posisi lain, termasuk pe­nam­bahan penyidik,” ucapnya.

Reka Ulang
Semua Kasus Sudah Ada Tersangkanya

Setidaknya ada empat kasus yang mandek di meja penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus pertama adalah perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Depertemen Kese­ha­tan tahun 2007, dengan ter­sang­ka bekas Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes Rat­na Dewi Umar (RDU).

KPK menetapkan RDU seba­gai tersangka karena diduga me­la­kukan penyalahgunaan we­we­nang selaku kuasa pengguna ang­garan dan pejabat pembuat ko­mit­men pengadaan alat kesehatan flu burung 2007. Ratna disangka ber­tanggung jawab atas pen­g­ge­lem­bungan harga alat kesehatan yang diduga merugikan negara se­besar Rp 36 miliar.

RDU telah beberapa kali dipe­riksa dalam kasus ini. KPK juga mengembangkan kasus tersebut dan menetapkan lagi satu ter­sang­ka, yaitu Rustam Pakaya (RP) pada September 2011. Meski di­te­tapkan sebagai tersangka be­la­kangan, berkas untuk Rustam te­lah masuk pengadilan. Dia di­vonis bersalah dengan hukuman 4 tahun penjara.

Rustam terjerat proyek penga­daan alat kesehatan yang dil­ak­sa­nakan PT Graha Ismaya. Pada 2006, proyek dimenangkan PT Ber­saudara. Kemudian proyek disebut disubkontrakkan kepada beberapa perusahaan, di antara­nya PT Graha Ismaya, PT Mensa Bina Sukses, dan PT Esa Medika.

Kasus lain adalah perkara tin­dak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan ters­ang­ka M Na­zarudin. Kasus ini terkait pem­be­lian saham perdana PT Garuda In­donesia. Nazar diduga melakukan pen­cucian uang ka­rena membeli sa­ham PT Garuda Indonesia de­ngan menggunakan uang hasil tin­dak pidana korupsi, antara lain pe­menangan PT Duta Graha Indah (PT DGI) sebagai pelaksana pro­yek Wisma Atlet SEA Games 2011.

Nazaruddin sebelumnya didak­wa menerima suap terkait pe­me­nangan PT DGI berupa cek se­ni­lai Rp 4,6 miliar. Dalam kasus suap tersebut Nazar divonis pen­jara 4 tahun 10 bulan.

Adanya indikasi tindak pidana pencucian uang oleh Nazaruddin ini terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap Wisma Atlet. Bekas Wakil Direktur Keuangan Permai Grup, Yulianis saat ber­sak­si dalam persidangan Naza­ruddin mengungkapkan bahwa Permai Grup (perusahaan milik Nazaruddin) memborong saham PT Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar pada 2010. Pem­belian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan lima pe­ru­sahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup.

Kasus lain adalah dugaan pene­ri­­maan hadiah atau janji, terkait de­ngan proyek pembangunan Pem­­bangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, tahun 2004. Ter­sangka kasus ini adalah Ketua Ko­misi XI DPR Izederik Emir Moeis.

Emir disangka menerima suap terkait tender boiler PLTU Tara­han yang dimenangi perusahaan asal Amerika Serikat. Suap ter­sebut sebesar 300 ribu dolar ame­rika yang berasal dari PT Alstom Indonesia.

Kasus selanjutnya adalah kasus ko­rupsi pada pengelolaan angga­ran di Inspektorat Jenderal Ke­men­­terian Pendidikan Nasional tahun anggaran 2009, dengan ter­sangka bekas Irjen Kemendiknas M­uhammad Sofyan (MS). KPK me­n­duga Sofyan telah menya­lah­gunakan jabatannya sebaga Irjen Kemendiknas untuk melawan hu­kum, sehingga mengakibatkan ke­rugian keuangan negara senilai Rp 13 miliar.

KPK Pandang Bulu Dalam Pengusutan
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI


Koordinator LSM Ma­sya­rakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman heran melihat mangkraknya sejumlah kasus di meja penyidikan Komisi Pem­berantasan Korupsi. Pada­hal, kata dia, ada sejumlah kasus yang begitu cepat di meja penyidik untuk bisa sampai ke tahap penuntutan.

Boyamin khawatir, mang­krak­nya sejumlah kasus di KPK, menimbulkan kecuri­ga­an masyarakat bahwa KPK me­la­kukan tebang pilih.

“Jika ka­sus tertentu begitu ce­pat se­men­tara yang lain be­gitu lama, ada kesan bahwa KPK pandang bulu dalam me­lakukan peng­u­su­tan,” tandasnya.

 Padahal, dia mengingatkan, KPK wajib menuntaskan setiap kasus yang sudah pada tahap penyidikan sampai ke peng­a­di­lan tindak pidana korupsi (tipi­kor). Soalnya, KPK tidak me­mi­liki kewenangan untuk meng­hentikan penyidikan (SP3). 

 Untuk memastikan benar atau tidaknya sejumlah kasus mandek karena keterbatasan jumlah penyidik, Boyamin me­nyarankan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit kinerja terhadap KPK.

“BPK nanti yang menilai dan memutuskan, apakah memang masalahnya ada pada keter­ba­ta­san penyidik atau ada masalah lain,” katanya.

 Namun, selama ini langkah BPK melakukan audit kinerja selalu terhambat karena KPK se­p­ertinya tertutup dan tidak koo­peratif. “Padahal dalam sis­tem kelembagaan negara, saling mengawasi itu kunci efektifitas kinerja. DPR mengawasi KPK, BPK mengawasi KPK juga se­baliknya,” tandasnya.

 Selain itu, Boyamin khawa­tir, sejumlah kasus yang man­dek tanpa diinformasikan ke­pa­da masyarakat luas, akan di­man­faatkan oknum KPK untuk ditransaksikan. “Ini yang paling mengkhawatirkan dan ber­po­tensi pada penghancuran KPK,” tandasnya.

Ada Kasus Yang Sengaja Dilokalisir
Syarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sya­rifuddin Sudding mema­ha­mi, Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) masih menghadapi masalah ke­terbatasan jumlah penyidik.

Namun, saran dia, jangan sam­pai keterbatasan itu berpe­nga­ruh pada kinerja KPK me­ngu­sut kasus. Suding khawatir, jika suatu kasus terlalu lama di meja penyidikan, akan ber­dam­pak kepada menurunnya ke­per­cayaan publik terhadap KPK.

“Terkesan di publik, kasus-ka­sus tertentu dilokalisir. Ak­hir­nya muncul dugaan, KPK ha­nya mengusut kasus pihak-pihak tertentu saja, sementara kasus lain tidak,” ucap Sudding, kemarin.

Tapi, Suding berprasangka baik, mangkraknya sejumlah kasus di KPK hanya karena masalah keterbatasan penyidik. Menurutnya, dalam setiap rapat kerja antara Komisi III DPR dengan KPK, pimpinan KPK selalu beralasan yang sama dan sedikit tertutup.

“Ketika kita kritisi ke ma­sa­lah penyidikan, KPK juga tak mau mengungkap dengan ala­san sudah masuk masalah te­k­nis penyidikan. Jadi, kita per­cayakan kepada KPK se­pe­nuh­nya,” ujar dia.

Sudding juga meminta publik untuk memberikan waktu agar KPK bisa menyelesaikan ka­sus-kasus yang mandek tanpa te­kanan atau desakan. “Kita per­cayakan kepada KPK,” kata politisi Partai Hanura ini.

Guna mengatasi kekurangan penyidik, Suding meminta KPK mengoptimalkan koor­dinasi de­ngan pihak kepolisian. Me­nu­rut­nya, kepolisian sudah m­e­nya­takan siap memenuhi ke­butuhan KPK itu.

Berapa pun penyidik yang dibutuhkan KPK, menurutnya, Polri siap mem­bantu. Namun, karena ma­salah koordinasi yang kurang baik, seringkali pe­nyidik yang dikirim ke KPK, di­kembalikan ke kepolisian.

 Menurut Sudding, dua lem­baga ini harus mampu be­r­si­nergi karena merupakan pilar penegakan hukum. “Jangan sampai ada satu lembaga yang merasa dianaktirikan, padahal dua lembaga ini merupakan pilar dalam penegakan hukum,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya